tag:blogger.com,1999:blog-49480845984315185122024-03-13T20:44:59.649+08:00Blawg CsPBlog Hukum dan Peradilan (Asas, Teori, Praktek) - The Indonesian law blog.Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.comBlogger33125tag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-76724112495881924202011-06-06T19:06:00.000+08:002011-06-06T19:06:46.175+08:00BENTUK-BENTUK PEMBERIAN KUASA DI MUKA PENGADILAN<!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--> <br />
<div style="text-align: center;"><div style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN"></span></b><span lang="IN">oleh: <b>Marwan Wahdin, SHi </b></span></div><span lang="IN"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Sebelum mengetahui bentuk-bentuk pemberian kuasa, maka terlebih dahulu perlu diketahui tentang syarat pemberian kuasa.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span lang="IN">Berdasarkan Pasal 147 ayat (1) R.Bg., orang yang sah mewakili pihak berperkara di pengadilan hanyalah orang yang kepadanya diberikan kuasa yang bersifat khusus oleh pemberi kuasa (pihak materil), baik secara tertulis maupun secara lisan. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span lang="IN">Dengan demikian pemberian kuasa yang sah di muka Pengadilan hanya terbatas pada pemberian kuasa yang bersifat khusus. Yang dimaksud bersifat khusus dalam Pasal tersebut adalah kewenangan yang diberikan oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa hanya khusus dan terbatas terhadap suatu tindakan-tindakan tertentu dalam perkara tertentu. Dengan demikian maka pemberian kuasa ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; mso-list: l2 level1 lfo3; tab-stops: list 18.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">a.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Menyebut dengan jelas identitas Pemberi Kuasa</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; mso-list: l2 level1 lfo3; tab-stops: list 18.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">b.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Menyebut dengan jelas identitas Penerima Kuasa</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; mso-list: l2 level1 lfo3; tab-stops: list 18.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">c.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Menyebut dengan jelas tindakan-tindakan/ kewenangan-kewenangan yang dikuasakan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; tab-stops: list 72.0pt; text-align: justify; text-indent: -54.0pt;"><span lang="IN">Misalnya: <span style="mso-tab-count: 1;"></span>mengajukan gugatan, mengajukan bantahan, mengajukan replik, mengajukan duplik, mengajukan alat-alat bukti, membantah alat bukti lawan, mengajukan kesimpulan, dan sebagainya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; mso-list: l2 level1 lfo3; tab-stops: list 18.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">d.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Menyebut dengan jelas jenis dan objek perkara</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; tab-stops: list 72.0pt; text-align: justify; text-indent: -54.0pt;"><span lang="IN">Misalnya: <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>dalam perkara harta bersama, dalam perkara hutang-piutang, dalam perkara perceraian, dan sebagainya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; mso-list: l2 level1 lfo3; tab-stops: list 18.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">e.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Menyebut dengan jelas identitas dan kedudukan para pihak dalam perkara.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; mso-list: l2 level1 lfo3; tab-stops: list 18.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">f.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Menyebut dengan jelas pengadilan tempat perkara diajukan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; tab-stops: list 72.0pt; text-align: justify; text-indent: -54.0pt;"><span lang="IN">Misalnya: <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>untuk berperkara di Pengadilan Agama Tolitoli, untuk berperkara di Pengadilan Negeri Palu, dan sebagainya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span lang="IN">Berdasarkan semua Pasal 147 ayat (1) R.Bg., pemberian kuasa secara garis besar dikategorikan dalam beberapa bentuk sebagai berikut :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; mso-list: l0 level1 lfo2; tab-stops: list 18.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">A.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">BENTUK PEMBERIAN KUASA KHUSUS DITINJAU DARI CARA PEMBERIANNYA</span></div><ol start="1" style="margin-top: 0cm;" type="1"><li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-list: l3 level1 lfo1; tab-stops: list 36.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Pemberian Kuasa secara lisan.</span></li>
</ol><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Pemberian Kuasa secara lisan ini dari segi waktu pemberian kuasa, terdiri dari dua bagian yaitu:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; mso-list: l3 level2 lfo1; tab-stops: list 54.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">a.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Pemberian Kuasa yang dinyatakan di depan Ketua Pengadilan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Bentuk ini hanya berlaku bagi Penggugat yang buta huruf, yaitu ketika Penggugat mengajukan gugatan secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan, Penggugat sekaligus menunjuk kuasa untuk mewakilinya. Yaitu Penggugat menyampaikan kepada Ketua Pengadilan mengenai identitas penerima kuasa dan menyampaikan kewenangan-kewenangan yang dikuasakan oleh Penggugat kepada penerima kuasa itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Selanjutnya peristiwa pemberian kuasa itu, dicatat oleh Ketua Pengadilan ke dalam gugatan yang yang dibuatnya. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Dalam bentuk yang seperti ini, pemberian kuasa sudah dianggap memenuhi syarat-syarat pemberian kuasa sebagaimana yang tersebut di muka, karena mengenai identitas pihak-pihak yang berperkara dan objek perkara, telah jelas disebutkan dalam gugatan yang disampaikan secara lisan itu. Terlebih mengenai di Pengadilan mana diajukan, secara nyata Penggugat telah menghadap secara langsung kepada Ketua Pengadilan di mana perkara tersebut diajukan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; mso-list: l3 level2 lfo1; tab-stops: list 54.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">b.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Pemberian Kuasa yang dinyatakan di muka persidangan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Bentuk ini berlaku bagi semua pihak, baik Penggugat, Tergugat, maupun turut Tergugat, asalkan pemberian kuasa itu dinyatakan di depan Majelis Hakim dengan kata-kata yang tegas (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">expressis verbis)</i> di persidangan. Yaitu dengan cara menyampaikan kepada Ketua Pengadilan mengenai identitas penerima kuasa dan menyampaikan kewenangan-kewenangan yang dikuasakannya kepada penerima kuasa itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Selanjutnya peristiwa pemberian kuasa itu dicatat dalam BAP.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Dalam bentuk yang seperti ini, pemberian kuasa sudah dianggap memenuhi syarat-syarat pemberian kuasa sebagaimana yang tersebut di muka, karena dengan cara ini berarti pemberian kuasa dilakukan pada saat perkara telah didaftarkan/ surat gugatan telah terdaftar, sehingga mengenai identitas pihak-pihak yang berperkara, objek perkara, dan di pengadilan mana perkara diajukan, telah jelas sebagaimana yang dimaksud dalam perkara yang bersangkutan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify;"><br />
</div><ol start="2" style="margin-top: 0cm;" type="1"><li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-list: l3 level1 lfo1; tab-stops: list 36.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Pemberian Kuasa secara Tertulis.</span></li>
</ol><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Pemberian Kuasa secara tertulis ini dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; mso-list: l3 level2 lfo1; tab-stops: list 54.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">a.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Dengan surat kuasa khusus</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Syarat-syarat Surat Kuasa Khusus ini telah dijelaskan dalam beberapa Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI. Di antaranya:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-list: l1 level1 lfo4; tab-stops: list 72.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI Nomor 2 Tahun 1959 tanggal 19 Januari 1959</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-list: l1 level1 lfo4; tab-stops: list 72.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI Nomor 5 Tahun 1962 tanggal 30 Juli 1959</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-list: l1 level1 lfo4; tab-stops: list 72.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">3.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI Nomor 1 Tahun 1971 tanggal 23 Januari 1971, dan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-list: l1 level1 lfo4; tab-stops: list 72.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">4.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI Nomor 6 Tahun 1994, tanggal 14 Oktober 1994.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Berdasarkan Semua Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI tersebut di muka, maka Surat Kuasa Khusus pada prinsipnya harus </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-list: l3 level3 lfo1; tab-stops: list 72.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Memuat dan Memenuhi syarat-syarat pemberian kuasa sebagaimana telah disebutkan di muka.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span lang="IN">Di samping syarat-syarat tersebut, oleh karena Surat Kuasa Khusus ini berbentuk akta, maka pembuatannya pun harus memenuhi syarat-syarat suatu akta, yaitu :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-list: l3 level3 lfo1; tab-stops: list 72.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Memuat tanggal pembuatan (tanggal pemberian kuasa), dan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-list: l3 level3 lfo1; tab-stops: list 72.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Memuat tandatangan, dalam hal ini tandatangan pemberi kuasa (tandatangan penerima kuasa bukanlah syarat sahnya surat kuasa, namun bila tandatangan penerima kuasa dicantumkan, hal itu tidaklah mengurangi keabsahan surat kuasa tersebut).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Tidak disyaratkannya tandatangan penerima kuasa ini karena pemberian kuasa ini bukanlah perjanjian timbal balik <i style="mso-bidi-font-style: normal;">(wederkerige overeenkomst)</i> melainkan perbuatan hukum sepihak <i style="mso-bidi-font-style: normal;">(eenzaidige overeenkomst)</i> sehingga surat kuasa khusus dapat dicabut secara sepihak oleh pemberi kuasa tanpa persetujuan penerima kuasa. (lihat Pasal 1814 B.W.). </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span lang="IN">Di samping itu pula, agar jangan sampai pemeriksaan perkara berjalan macet karena berhalangannya penerima kuasa, maka disyaratkan pula agar surat kuasa khusus tersebut :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-list: l3 level3 lfo1; tab-stops: list 72.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Memuat hak subtitusi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN">agar apabila penerima kuasa berhalangan, ia dapat melimpahkan kuasa itu kepada pihak lain.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; mso-list: l3 level2 lfo1; tab-stops: list 54.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">b.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Dengan mencantumkan dalam surat gugatan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Yaitu dengan cara: kuasa yang akan mewakili Penggugat dalam proses persidangan, langsung ditunjuk oleh Penggugat dalam surat gugatan yang dibuatnya. Dengan syarat identitas penerima kuasa dan kewenangan-kewenangan yang diberikan kepada penerima kuasa harus jelas disebutkan dalam surat gugatan itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Dalam bentuk yang seperti ini, pemberian kuasa sudah dianggap memenuhi syarat-syarat pemberian kuasa sebagaimana yang tersebut di muka, karena mengenai identitas pihak-pihak yang berperkara, objek perkara, dan di pengadilan mana perkara diajukan, telah jelas disebutkan dalam surat gugatan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; mso-list: l0 level1 lfo2; tab-stops: list 18.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">B.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">BENTUK PEMBERIAN KUASA DITINJAU DARI STATUS PENERIMA KUASA</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Ditinjau dari penerima kuasa, kuasa dibedakan dalam dua bagian, yaitu :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level2 lfo2; tab-stops: list 36.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Kuasa Advokat</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Syarat Kuasa Advokat adalah Penerima kuasa harus berprofesi sebagai advokat sebagaimana yang dimaksud dalam <span style="mso-bidi-font-style: italic;">Undang-Undang 18/2003 tentang Advokat yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Anggota Advokat</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level2 lfo2; tab-stops: list 36.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Kuasa Insidentil</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Syarat Kuasa Insidentil adalah pemberian kuasa tersebut telah <b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><u>mendapat izin dari Ketua Pengadilan</u></b> dan Ketua Pengadilan hanya memberi izin hanya jika Penerima Kuasa memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; mso-list: l0 level3 lfo2; tab-stops: list 54.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN" style="mso-bidi-font-style: italic;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN" style="mso-bidi-font-style: italic;">Penerima Kuasa tidak berprofesi sebagai advokat/ pengacara</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; mso-list: l0 level3 lfo2; tab-stops: list 54.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN" style="mso-bidi-font-style: italic;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Penerima Kuasa adalah orang yang <span style="mso-bidi-font-style: italic;">mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda dengan pemberi kuasa sampai derajat ketiga yang dibuktikan dengan surat keterangan hubungan keluarga yang dikeluarkan oleh Lurah/ Kepala Desa. (</span></span><span lang="SV" style="mso-ansi-language: SV; mso-bidi-font-style: italic;">pengertian ”derajat ketiga” mencakup hubungan garis lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping).</span><span lang="IN" style="mso-bidi-font-style: italic;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; mso-list: l0 level3 lfo2; tab-stops: list 54.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="SV" style="mso-ansi-language: SV; mso-bidi-font-style: italic;">Tidak menerima imbalan jasa atau upah</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt; mso-list: l0 level3 lfo2; tab-stops: list 54.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="SV" style="mso-ansi-language: SV; mso-bidi-font-style: italic;">Sepanjang tahun berjalan belum pernah bertindak sebagai kuasa insidentil pada perkara yang lain.</span></div>Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-74816921716696534542011-05-09T01:03:00.002+08:002011-05-09T01:07:34.476+08:00Kutipan Isi Gugatan "Hakim Indonesia Menggugat" [Draft Dalil Legal Standing]<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-WqsDo5Iz3gk/TcbI9rEvfwI/AAAAAAAABJo/y2cVjeog5ME/s1600/LOGO+PERJUANGAN+HAKIM2.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://2.bp.blogspot.com/-WqsDo5Iz3gk/TcbI9rEvfwI/AAAAAAAABJo/y2cVjeog5ME/s320/LOGO+PERJUANGAN+HAKIM2.JPG" width="248" /></a></div><br />
Berikut ini kami lansir dalil-dalil yang berkaitan dengan legal standing pemohon dalam:<br />
<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 12pt;">PERMOHONAN PENGUJIAN PASAL 6 AYAT (1) UNDANG–UNDANG REPUBLIK <st1:country-region w:st="on">INDONESIA</st1:country-region> NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA TERHADAP UNDANG – UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK <st1:country-region w:st="on">INDONESIA</st1:country-region> TAHUN 1945.</span><br />
<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 12pt;"> </span><br />
<b>II.<span class="Apple-style-span" style="white-space: pre;"> </span>KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON</b><br />
<br />
1.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Bahwa Pasal 51 Ayat (1) UU MK mengatur bahwa :<br />
“Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:<br />
a.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Perorangan warga negara Indonesia;<br />
b.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;<br />
c.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Badan hukum publik atau privat; atau<br />
d.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Lembaga negara.<br />
Selanjutnya Penjelasan Pasal 51 Ayat (1) menyatakan :<br />
Yang dimaksud dengan “hak konstitusional” adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.<br />
<br />
2.<span class="Apple-style-span" style="white-space: pre;"> </span>Bahwa sejak Putusan Nomor 006/PUU-III/2005, Mahkamah Konstitusi telah menentukan 5 (lima) syarat adanya kerugian konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 Ayat (1) UUMK, sebagai berikut:<br />
a.<span class="Apple-style-span" style="white-space: pre;"> </span>Harus ada hak konstitusional pemohon yang diberikan oleh UUD 1945;<br />
b.<span class="Apple-style-span" style="white-space: pre;"> </span>Hak konstitusional tersebut dianggap dirugikan oleh berlakunya suatu undang-undang;<br />
c.<span class="Apple-style-span" style="white-space: pre;"> </span>Kerugian hak konstitusional tersebut bersifat spesifik dan aktual, atau setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;<br />
d.<span class="Apple-style-span" style="white-space: pre;"> </span>Ada hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian hak konstitusional dengan undang-undang yang dimohonkan pengujian;<br />
e.<span class="Apple-style-span" style="white-space: pre;"> </span>Ada kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian hak konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi;<br />
<br />
2.1.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Hak Konstitusional Pemohon Yang Diberikan Oleh UUD 1945;<br />
<br />
<ul><li>Bahwa Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang berprofesi dan menduduki jabatan (ambt) sebagai Hakim yang bertugas di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang (Bukti P-3) yang merupakan Badan Peradilan Di Bawah Mahkamah Agung sebagaimana ditentukan dalam Ketentuan Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi, “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. sedangkan Ayat (1)-nya berbunyi:“Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”.</li>
<li>Bahwa kedudukan Hakim diatur dalam ketentuan Pasal 1 Angka (5) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (Bukti P-4)) yang berbunyi: “Hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut”.</li>
<li>Bahwa berdasarkan ketentuan UUD 1945 dan UUKK di atas, dapat dipahami bahwa kebebasan atau kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman diberikan kepada institusi pelaku kekuasaan kehakiman yaitu MA beserta badan-badan peradilan di bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Selain itu, Ketentuan-ketentuan tersebut juga menunjukkan bahwa MA sebagai institusi hanya dapat melaksanakan kewenangannya melalui para hakimnya. Dengan demikian, Hakim sebagai jabatan (ambt), untuk dapat bertindak dipersonifikasikan oleh pemohon sebagai pemangku jabatan (ambtsdrager). Dan oleh karenanya, pemohon sebagai perorangan warga negara Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang dijamin oleh UUD 1945.</li>
</ul><br />
2.2.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Hak Konstitusional Pemohon Yang Dirugikan Oleh Berlakunya Suatu Undang-Undang<br />
<br />
- Bahwa “Kekuasaan Atas Pengelolaan Keuangan Negara” diatur dalam Bab II Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 yang berbunyi: “Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan”. Sedangkan Ayat (2)-nya menyatakan: “Kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) :<br />
a.<span class="Apple-style-span" style="white-space: pre;"> </span>dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;<br />
b.<span class="Apple-style-span" style="white-space: pre;"> </span>dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;<br />
c.<span class="Apple-style-span" style="white-space: pre;"> </span>diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.<br />
d.<span class="Apple-style-span" style="white-space: pre;"> </span>tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.<br />
<br />
-<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Bahwa ketentuan Pasal 6 Ayat (1) dan Ayat (2) huruf a UU KN tersebut, telah mengesampingkan esensi kemandirian Kekuasaan Kehakiman dalam mengelola anggarannya sendiri. Hal ini disebabkan karena frasa “kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan” dalam ketentuan Pasal 6 Ayat (1) tersebut, telah membuka penafsiran bahwa semua pengelolaan anggaran kementerian negara/lembaga Negara termasuk Mahkamah Agung berada dibawah kekuasaan Presiden. Padahal sangat jelas dan nyata dari sudut sistem ketatanegaraan maupun ketentuan peraturan perundang-undangan, kedudukan Mahkamah Agung (yudikatif) merupakan lembaga Negara yang berbeda dengan Kementerian Negara sebagai Badan yang berada dibawah Presiden (Eksekutif).<br />
<br />
-<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Bahwa dengan berlakunya ketentuan Pasal 6 Ayat (1) UUKN tersebut, telah menimbulkan ketergantungan Mahkamah Agung (yudikatif) pada Presiden (eksekutif) dalam hal penetapan anggaran Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya. Ketergantungan ini mengakibatkan minimnya anggaran yang disediakan Negara kepada Mahkamah Agung. Hal ini secara langsung berdampak sistemik pula terhadap anggaran yang diberikan kepada pengadilan-pengadilan yang berada dibawah Mahkamah Agung termasuk Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang tempat Pemohon bertugas. Keadaan ini selanjutnya menyebabkan kerugian bagi Pemohon ketika menjalankan tugas dan fungsinya sebagai seorang Hakim.<br />
<br />
-<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Bahwa, berdasarkan uraian di atas, telah nyata terdapat kepentingan langsung Pemohon sebagai seorang Hakim terhadap anggaran peradilan dalam hubungan dengan bekerjanya sistem Kekuasaan Kehakiman sebagaimana dimaksud oleh Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945;<br />
<br />
2.3.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Kerugian Hak Konstitusional Pemohon Bersifat Spesifik Dan Aktual, Atau Setidak-Tidaknya Bersifat Potensial Yang Menurut Penalaran Yang Wajar Dapat Dipastikan Akan Terjadi;<br />
<br />
-<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Bahwa sudah menjadi kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa sejak reformasi bergulir, masyarakat selalu menyoroti sistem dan praktek penegakan hukum di bidang peradilan.<br />
<br />
-<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Bahwa Masyarakat menganggap bahwa penegakan hukum oleh Pengadilan adalah salah satu kunci dalam melakukan upaya pembenahan kembali berbagai permasalahan yang melanda Indonesia.<br />
<br />
-<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Bahwa sebagai respon terhadap harapan masyarakat tersebut adalah kewajiban bagi pengadilan, untuk senantiasa memperbaiki diri. Namun sampai saat ini proses penegakan hukum itu masih merupakan bagian dari permasalahan pengadilan itu sendiri. Hal ini tidak terlepas dari adanya kelemahan-kelemahan pada pengadilan.<br />
<br />
-<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Bahwa salah satu kelemahan yang menyebabkan masih lemahnya proses penegakan hukum oleh pengadilan-pengadilan di Indonesia adalah masalah minimnya anggaran yang tersedia.<br />
<br />
-<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Bahwa anggaran peradilan merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan berjalan atau tidaknya sistem sistem Kekuasaan Kehakiman yang merdeka sebagaimana dimaksud dalam Ketentuan Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945.<br />
<br />
-<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Bahwa sampai saat ini anggaran yang diberikan Negara kepada pengadilan termasuk Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang tempat Pemohon bertugas, masih jauh di bawah kebutuhan riil-nya untuk menjalankan kegiatan operasionalnya secara optimal dalam melakukan tugas untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.<br />
<br />
2.4.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Ada Hubungan Sebab Akibat (Causal Verband) Antara Kerugian Hak Konstitusional Pemohon Dengan Undang-Undang Yang Dimohonkan Pengujian;<br />
<br />
-<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan permasalahan mengenai kerugian hak konstitusional pemohon dengan undang-undang yang dimohonkan pengujian, antara lain: (1) minimnya alokasi anggaran dari pemerintah kepada badan peradilan, (2) belum ada pengaturan yang jelas mengenai mekanisme penyusunan rencana usulan anggaran peradilan yang diajukan MA. Hal ini menyebabkan sarana dan prasarana Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya menjadi kurang memadai yang pada akhimya berimplikasi pada tidak maksimalnya kualitas pelayanan pengadilan kepada masyarakat.<br />
<br />
-<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Bahwa Anggaran Mahkamah Agung diatur didalam Pasal 81A Ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Bukti P-5) yang menyatakan bahwa,“Anggaran Mahkamah Agung dibebankan pada mata anggaran tersendiri dalam anggaran pendapatan dan belanja negara”.<br />
<br />
-<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Bahwa selanjutnya Ketentuan Pasal 21 Ayat (1) UU KK menyatakan bahwa:<br />
"Organisasi, administrasi, dan finansial Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung."<br />
<br />
Sedangkan Ayat (2)-nya berbunyi:<br />
"Ketentuan mengenai organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) untuk masing-masing lingkungan peradilan diatur dalam undang-undang sesuai dengan kekhususan lingkungan peradilan masing-masing”.<br />
<br />
Hal tersebut kemudian dijabarkan dalam ketentuan Pasal 7 Ayat (1) Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, (Bukti P-6), menyatakan:<br />
“Pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial Pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung.”<br />
<br />
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan diatas, maka organisasi, administrasi, dan finansial Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang tempat Pemohon bertugas dilakukan oleh Mahkamah Agung.<br />
<br />
-<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Bahwa mengingat sampai saat ini belum adanya jaminan keuangan yang memadai bagi Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), maka Mahkamah Agung (yudikatif) akan tetap tergantung kepada Presiden (eksekutif) dalam hal penetapan anggaran Mahkamah Agung. Sehingga kerugian bagi Pemohon sebagai seorang Hakim yang merupakan bagian integral dari sistem Kekuasaan Kehakiman, akan terus berlangsung selama belum adanya anggaran peradilan yang pasti dan tetap dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 juncto Pasal 81A Ayat (1) UU MA.<br />
<br />
-<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Bahwa jaminan keuangan yang memadai bagi Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 juncto Pasal 81A Ayat (1) UU MA, merupakan salah satu hal penting untuk mendukung independensi badan peradilan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.<br />
<br />
<br />
2.5.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Ada Kemungkinan Bahwa Dengan Dikabulkannya Permohonan, Maka Kerugian Hak Konstitusional Pemohon Yang Didalilkan Tidak Akan Atau Tidak Lagi Terjadi;<br />
<br />
-<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Bahwa Sebagai amanat Pasal 23 C Bab VIII UUD 1945 yang berbunyi: “Hal- hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang”, maka keuangan Negara harus diatur dalam undang-undang terkait dengan pengelolaan hak dan kewajiban negara. Amanat ini kemudian dituangkan dalam suatu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.<br />
<br />
-<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Bahwa selanjutnya “Kekuasaan Atas Pengelolaan Keuangan Negara” diatur dalam Bab II Pasal 6 Ayat (1) UU No. 17 Tahun 2003 yang berbunyi:<br />
<br />
“Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan”.<br />
<br />
-<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Bahwa adanya frasa “kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan” dalam ketentuan Pasal 6 Ayat (1) tersebut, telah membuka penafsiran bahwa penetapan anggaran Mahkamah Agung berada di tangan kekuasaan Presiden.<br />
<br />
-<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Bahwa apabila permohonan pengujian terhadap ketentuan Pasal 6 Ayat (1) UU No. 17 Tahun 2003 dikabulkan, maka hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon sebagai seorang Hakim tidak lagi dirugikan.<br />
<br />
Bahwa berdasarkan seluruh rangkaian uraian di atas menunjukkan bahwa Pemohon (Perseorangan Warga Negara Indonesia) yang berprofesi dan menduduki jabatan (ambt) sebagai Hakim yang bertugas di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang yang merupakan Badan Peradilan Di Bawah Mahkamah Agung, memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk bertindak sebagai Pemohon dalam permohonan pengujian undang-undang ini.Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-29101561402795271932010-11-10T17:41:00.010+08:002010-11-10T23:15:16.962+08:00Delik Penghasutan Dengan Lisan (Pasal 160 KUHP) - Otokritik Terhadap Pemahaman Berdasarkan Komentar R. Soesilo<div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><b>Pengantar</b> </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Catatan berjudul "<i>Penghasutan Dengan Lisan (Pasal 160 KUHP)</i> ini merupakan otokritik penulis terhadap pemahaman pribadi penulis saat membaca komentar R. Soesilo dalam <i>"Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal</i>, Penerbit Politeia, Bogor : 1976" khusus pada halaman 117 s/d 118, komentar mana mengetengahkan tentang syarat-syarat yang harus terpenuhi pada suatu peristiwa penghasutan baik yang dilakukan secara lisan maupun tulisan sehingga seseorang yang diduga melakukan perbuatan tersebut dapat dipersalahkan melakukan penghasutan sebagaimana yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 160 KUHP.</span><span style="font-size: small;"> </span><br />
<span style="font-size: small;"></span><br />
<a name='more'></a><span style="font-size: small;">Seperti kata pemikir besar, Bernard Lonergan, "</span><i>Be attentive, be intelligent, be responsible, be loving, and if necessary, change</i>." Dengan kebiasaan melakukan otokritik, kita akan mampu meninggalkan keyakinan-keyakinan yang melenceng, yang tidak relevan, yang mungkin keliru atau <i>error</i>. Kita memperoleh pengertian (dengan cara) baru, lebih luas, lebih dalam, dan lebih tajam. Dengan pengertian seperti ini, maka bagaimana kita mengimani sesuatu akan semakin baik, dengan demikian keyakinan kita pun akan makin tangguh, teguh, dan kokoh.<sup>[1]</sup> </div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"></span><br />
<span style="font-size: small;">Sebelum masuk pada pembahasan, perlu dikemukakan bahwa penulis akan membatasi diri khusus membahas dalam delik penghasutan yang dilakukan secara lisan saja dan apa-apa yang menjadi simpulan nantinya hanyalah merupakan opini penulis berdasarkan keterbatasan keilmuan yang dimiliki.<b> </b></span><br />
<br />
<span style="font-size: small;"><b>Pemahaman Berdasarkan Komentar R. Soesilo</b> </span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">Pasal 160 KUHP berbunyi sebagai berikut:<sup>[2]</sup> </span><br />
<blockquote><span style="font-size: small;">Barang siapa di muka umum dengan lisan atau dengan tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan yang dapat dihukum, melawan pada kekuasaan umum, dengan kekerasan atau supaya jangan mau menurut peraturan undang-undang atau perintah yang sah yang diberikan menurut peraturan undang-undang, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,- (empat ribu lima ratus rupiah).</span></blockquote><span style="font-size: small;">Meskipun tidak ada penjelasan resmi terhadap makna kata “menghasut”, namun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional, 2003:392), tindakan penghasutan adalah suatu perwujudan untuk “membangkitkan hati orang supaya marah (untuk melawan atau memberontak)”, atau menurut Black’s Law Dictionary edisi ke-8 halaman 1.262 dengan menggunakan padanan kata menghasut dengan “<i>provocation</i>” diartikan sebagai, “<i>something (such as word or action) that affects a person’s reason and self-control, esp. causing the person to commit a crime impulsively</i>”;</span><span style="font-size: small;"> </span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">Sejalan dengan itu, R. Soesilo dalam komentarnya di bawah Pasal 160 KUHP, pada angka 1 (satu), halaman 117-118, menjelaskan:</span><br />
<blockquote><span style="font-size: small;">Menghasut artinya mendorong, mengajak, membangkitkan atau membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu. Dalam kata "menghasut" tersimpul sifat: "dengan sengaja". Menghasut itu lebih keras dari pada "memikat" atau "membujuk", yang tersebut dalam Pasal 55 akan tetapi bukan memaksa. Orang "memaksa" orang lain untuk berbuat sesuatu itu itu bukan berarti menghasut. Cara menghasut orang itu rupa-rupa, misalnya dengan cara yang langsung, seperti: "Seranglah polisi yang tidak adil itu, bunuhlah dan ambil senjatanya!" ditujukan terhadap seorang pegawai polisi yang sedang menjalankan pekerjaannya yang sah. Dapat pula secara tidak langsung, seperti: "Lebih baik, andaikata polisi yang tidak adil itu dapat diserang, dibunuh,dan diambil senjatanya." Mungkin pula dalam bentuk pertanyaan, seperti: "Saudara-saudara apakah polisi yang tidak adil itu kamu biarkan saja, apakah tidak kamu serang, bunuh dan ambil senjatanya?"</span></blockquote><span style="font-size: small;">Sampai di sini, berdasarkan penjelasan R. Soesilo tersebut dikaitkan dengan pengertian "menghasut" dalam kamus dan bunyi Pasal 160 KUHP di atas, penulis memperoleh pemahaman bahwa:</span><br />
<blockquote><span style="font-size: small;">Yang dimaksud dengan "menghasut dengan lisan" dalam Pasal 160 KUHP adalah peristiwa dimana penghasut mengeluarkan kata-kata atau kalimat-kalimat yang berisi saran, anjuran atau perintah di muka umum, agar si terhasut melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum.</span></blockquote></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Selanjutnya di halaman 118, R. Soesilo melanjutkan komentarnya yaitu angka 2 (dua) sampai dengan angka 4 (empat) yang mengingat keterbatasan tempat maka penulis tidak mengutip secara utuh dalam catatan ini, kepada pembaca diharapkan membaca sendiri pada buku yang bersangkutan. Adapun pemahaman yang penulis dapatkan dari proses pembacaan terhadap komentar R. Soesilo dimaksud yaitu sebagai berikut :</span><span style="font-size: small;"> </span><br />
<ol><li><span style="font-size: small;">Bahwa "menghasut" dengan lisan merupakan kejahatan selesai jika kata-kata yang bersifat menghasut itu telah diucapkan, jadi tidak soal bila apa yang dihasutkan tersebut tidak betul-betul dilakukan oleh si terhasut (delik formil).<sup>[3]</sup></span></li>
<li><span style="font-size: small;">Tidak mungkin terjadi suatu "percobaan" dalam kejahatan ini.</span><span style="font-size: small;"> </span></li>
<li><span style="font-size: small;">Kata-kata yang bersifat menghasut itu harus diucapkan di tempat yang ada orang lain di situ dan ucapan tersebut bersifat terbuka walaupun di tempat itu hanya ada 1 (satu) orang saja. Jadi bukan bersifat pembicaraan kita sama kita yang bersifat tertutup.</span><span style="font-size: small;"> </span></li>
<li><span style="font-size: small;">Maksud hasutan ditujukan supaya orang melakukan perbuatan yang dapat dihukum dan tidak disyaratkan si penghasut harus mengerti apa isi hasutannya, cukup jika dapat dibuktikan isi hasutan tersebut ditujukan agar orang melanggar hukum.</span><span style="font-size: small;"> </span></li>
</ol><span style="font-size: small;">Dari pemahaman di atas, maka penulis menyimpulkan terdapat 2 (dua) syarat terjadinya perbuatan menghasut secara lisan dalam Pasal 160 KUHP adalah:</span></div><ol><li><span style="font-size: small;">Kata-kata berisi hasutan diucapkan di tempat umum dan ditujukan kepada orang lain yang ada di situ.</span><span style="font-size: small;"> </span></li>
<li><span style="font-size: small;">Kata-kata yang diucapkan tersebut berisi ajakan untuk melakukan perbuatan yang dapat dipidana.</span><span style="font-size: small;"><b> </b></span></li>
</ol><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><b>Otokritik Terhadap Pemahaman Berdasarkan Komentar R. Soesilo</b></span><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
<span style="font-size: small;">Kemudian penulis dengan metode otokritik mempertanyakan simpulan tentang syarat terjadinya perbuatan menghasut dengan lisan dengan mengemukakan pertanyaan sebagai berikut :</span><span style="font-size: small;"> </span></div><blockquote><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Bagaimana jika orang lain sebagai mana dimaksud dalam simpulan angka 1 (satu) di atas, ada di situ karena niat yang sama dengan isi hasutan. Misalnya: A dan B berada di tempat yang sama. A berada di tempat itu karena ingin membunuh Polisi C dengan perencanaan dan persiapan yang matang (perbuatan persiapan telah terjadi). Lalu B meneriakan kata-kata "Ayo, bunuh polisi itu!" ditujukan kepada Polisi C yang ada di situ. Apakah B dapat dianggap melakukan penghasutan?</span></div></blockquote><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Sebelum menjawab pertanyaan di atas, penulis terlebih dahulu akan mengemukakan hal-hal sebagai berikut :<b> </b></span><br />
<br />
<span style="font-size: small;"><b>1. Tentang kualifikasi delik</b></span><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"> </span></span><br />
<br />
<span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Dalam ilmu hukum pidana, kualifikasi delik dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu delik formil dan delik materiil. Delik formil ialah delik yang dalam perumusannya hanya menitikberatkan pada suatu perbuatan yang dilarang/diancam pidana oleh undang-undang, tanpa perlu melihat ada tidaknya akibatnya dari perbuatan itu. Sementara delik materiil dalam perumusannya, lebih menekankan pada terjadinya akibat dari suatu perbuatan pidana.</span></span><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"> </span></span></div><div style="text-align: justify;"><br />
<span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Sebagaimana disebutkan di atas, R. Soesilo menggolongkan delik penghasutan sebagai delik formil, hal ini dapat dilihat dari penjelasannya yang pada pokoknya menganggap seseorang cukup telah dapat dianggap melakukan penghasutan walaupun isi dari kata-kata hasutan yang diucapkannya tidak betul-betul dilakukan oleh orang yang terhasut.</span></span><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"> </span></span><br />
<br />
<span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Dalam kaitannya dengan kualifikasi delik ini, Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No. </span>Nomor: 7/PUU-VII/2009, menegaskan bahwa : "... dalam penerapannya, pasal a quo (baca: Pasal 160 KUHP) harus ditafsirkan sebagai delik materiil dan bukan sebagai delik formil." Hal ini berarti, penjelasan R. Soesilo sepanjang mengenai kualifikasi delik dalam Pasal 160 KUHP tidak dapat diterapkan lagi, sehingga persyaratan terjadinya perbuatan penghasutan dalam Pasal 160 KUHP bertambah satu syarat sejalan dengan sifat delik materiil yaitu :</span><span style="font-size: small;"> </span></div><blockquote><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Akibat dari perbuatan penghasutan itu harus benar-benar terjadi, yakni: si terhasut melakukan isi hasutan.</span><span style="font-size: small;"><b> </b></span></div></blockquote><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><b>2. Tentang Asas Culpabilitas</b></span><span style="font-size: small;"> </span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">Asas culpabilitas yaitu asas tiada pidana tanpa kesalahan (<i>afwijzigheid van alle schuld</i>) sebagaimana terkandung dalam Pasal 6 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu:</span><span style="font-size: small;"> </span><br />
<blockquote><span style="font-size: small;">“Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.”</span><span style="font-size: small;"> </span></blockquote><span style="font-size: small;">Adapun tentang ajaran “kesalahan” (<i>schuld</i>) yang dikenal dalam ilmu hukum pidana yaitu sebagaimana terurai di bawah ini. :<sup>[4]</sup></span><span style="font-size: small;"> </span></div><blockquote><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Kesalahan (<i>schuld</i>) terdiri atas kesengajaan (<i>dolus/opzet</i>) atau kealpaan (<i>culpa</i>). Yang dimaksud dengan “kesengajaan” (<i>dolus/opzet</i>) ialah perbuatan yang dikehendaki dan si pelaku menginsafi akan akibat dari perbuatan itu. Sedangkan yang dimaksud dengan kealpaan (<i>culpa</i>) adalah sikap tidak hati-hati dalam melakukan suatu perbuatan sehingga menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang disamping dapat menduga akibat dari perbuatan itu adalah hal yang terlarang.</span><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">“Kesengajaan” (<i>dolus/opzet</i>) mempunyai 3 (tiga) bentuk yaitu; 1) kesengajaan sebagai maksud (<i>opzet als oogmerk</i>). 2) kesengajaan dengan keinsyafan pasti (<i>opzet als zekerheidsbewustzijn</i>) dan 3) kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan (<i>dolus eventualis</i>), sedangkan “kealpaan” (<i>culpa</i>) dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu kealpaan dengan kesadaran (<i>bewuste schuld</i>) dan kealpaan tanpa kesadaran (<i>onbewuste schuld</i>).(Vide: Leden Marpaung, “Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana”, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta : 2008).</span><span style="font-size: small;"> </span></div></blockquote><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Pokok komentar R. Soesilo sebagaimana disebutkan dalam angka 4 (empat) di atas, yang pada pokonya menegaskan: </span><span style="font-size: small;">tidak disyaratkan si penghasut harus mengerti apa isi hasutannya, cukup jika dapat dibuktikan isi hasutan tersebut ditujukan agar orang melanggar hukum, jelas menabrak asas culpabilitas ini sehingga perlu diluruskan.</span><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Dengan demikian, penulis berpendapat, perlu adanya penambahan satu syarat lagi untuk menyatakan seseorang bersalah melakukan delik penghasutan yaitu :</span><span style="font-size: small;"> </span></div><blockquote><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Orang yang menghasut tersebut harus melakukannya dengan sengaja.</span></div></blockquote><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Selanjutnya penulis akan menjawab pertanyaan tersebut di atas berdasarkan pemahaman yang telah disebutkan di muka dan dikaitkan dengan logika sebab-akibat dalam ilmu hukum pidana serta pengertian "menghasut" dalam kamus, yaitu:</span><span style="font-size: small;"> </span></div><blockquote><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Menurut<b> </b>penulis, tidak logis jika B dikatakan menghasut, karena keberadaan si A di situ, dimana si A sebagai satu-satunya orang yang mendengar ucapan itu memang berniat ingin membunuh Polisi C. Ada atau tidaknya ucapan si B, si A telah melakukan perbuatan persiapan untuk membunuh atau hampir pasti dia akan membunuh Polisi C. Jadi, dalam contoh kasus ini, si B tidak dapat dipersalahkan melakukan perbuatan menghasut.</span><span style="font-size: small;"> </span></div></blockquote><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Berdasarkan alasan di atas, penulis mengganggap perlu penambahan satu syarat lagi yaitu syarat :</span><span style="font-size: small;"> </span></div><blockquote><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Keberadaan orang lain yang ada di situ tidak mempunyai niat yang sama dengan isi hasutan.</span></div></blockquote><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><b>Penutup/Simpulan</b></span><span style="font-size: small;"> </span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">Jadi, dengan demikian, syarat terjadinya perbuatan menghasut secara lisan dalam Pasal 160 KUHP adalah :</span></div><ol></ol><ol><li><span style="font-size: small;">Kata-kata berisi hasutan diucapkan di tempat umum dan ditujukan kepada orang lain yang ada di situ.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Keberadaan orang lain yang ada di situ tidak mempunyai niat yang sama dengan isi hasutan. </span></li>
<li><span style="font-size: small;">Kata-kata yang diucapkan tersebut berisi ajakan untuk melakukan perbuatan yang dapat dipidana.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Isi hasutan harus benar-benar dilakukan oleh orang yang terhasut. </span></li>
<li><span style="font-size: small;">Adanya unsur kesengajaan pada diri pelaku penghasutan.</span></li>
</ol><span style="font-size: small;"></span><br />
<span style="font-size: small;">*oleh : <b><a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/p/zain-al-ahmad.html">Zain Al Ahmad</a></b></span><br />
<span style="font-size: small;"><br />
</span><br />
<span style="font-size: small;"><b>Catatan Kaki : </b></span><br />
<ol style="text-align: justify;"><li><span style="font-size: small;">lihat : <a href="http://www.fransnadeak.com/2008/08/otokritik-mengkritik-diri.html%20">http://www.fransnadeak.com/2008/08/otokritik-mengkritik-diri.html </a></span></li>
<li><span style="font-size: small;">Sebagaimana dalam R. Soesilo, <i>Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal</i>, Penerbit Politeia, Bogor : 1976. Halaman 117.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Bandingkan dengan : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 7/PUU-VII/2009 halaman 69-71, yang menyatakan pada pokoknya bahwa Pasal 160 KUHP adalah delik materiil.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Lihat di : Zain Al Ahmad, </span><span style="font-size: small;">"<a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/2010/06/kerangka-pikir-pembuktian-unsur-tanpa.html">Kerangka Pikir Pembuktian Unsur "Tanpa Hak atau Melawan Hukum" dalam Rumusan Delik Kepemilikan Narkotika</a>", Blawg CsP (<a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/">http://catatansangpengadil.blogspot.com</a>), 2010.</span></li>
</ol>Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-25868663753389456032010-11-03T11:20:00.001+08:002010-11-03T11:24:08.629+08:00Pemberantasan Cyber Crime dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia [Bagian Kedua]<div style="text-align: justify;"><b>Pemberantasan <i>Cyber Crime</i> Sebelum Berlakunya Undang Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)*</b><br />
<br />
<i><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; font-size: x-large;">C</span>yber crime</i> sebagai fenomena hukum seiring dengan perkembangan teknologi informasi menjelma menjadi kejahatan yang mengkhawatirkan masyarakat dunia termasuk Indonesia. Kekhawatiran tindak pidana ini dirasakan di seluruh bidang kehidupan. <i>Information Association of Canada </i>(<i>ITAC</i>) pada <i>International Information Industry Congress </i>(<i>IIIC</i>) di Quebec tanggal 19 September 2000 menyatakan bahwa, "<i>Cyber crime is a real and growing threat to economic and social development around the world. Information technology touches every aspect of human life and so can electronically enable crime</i>." </div><div style="text-align: justify;"><br />
<a name='more'></a>Kenyataan tersebut makin diperparah dengan kondisi kehidupan bernegara di Indonesia yang pada saat ancaman <i>cyber crime</i> melanda kala itu belum mempunyai kerangka hukum yang signifikan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang mampu menjerat pelaku kejahatan di dunia <i>cyber</i>. Bandingkan dengan negara seperti Malaysia, Singapura atau Amerika Serikat yang telah mempunyai undang-undang yang mengatur kehidupan di dunia <i>cyber</i> tersebut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Apa lacur, pameo yang menyatakan, "hukum tertulis selalu terlambat mengikuti perkembangan zaman" menunjukkan buktinya. Korban berjatuhan, margin kerugian akibat kejahatan ini melebar, namun pelaku bebas melenggang kangkung karena sulitnya pembuktian. Tidak ada pilihan lain saat hukum berdiri berhadap-hadapan dengan <i>cyber crime </i>sebagai pengancam ketertiban di tengah masyarakat, tidak boleh terjadi kekosongan hukum, tidak ada rotan akar pun jadi, tidak ada undang-undang khusus Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) warisan zaman kolonial pun jadi, tentunya, dengan menggunakan metode interpretasi hukum yang sah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Adapun kebijakan sementara yang diambil sebagai hasil penafsiran ekstensif KUHP untuk menjerat pelaku <i>cyber crime </i>di Indonesia sebelum berlakunya UU ITE di tahun 2008 adalah sebagai berikut :</div><blockquote>Dalam Buku I KUHP (Ketentuan Umum) diperluas pengertiannya, yaitu, ketentuan mengenai :</blockquote><ul><li>Pengertian barang (Pasal 174), termasuk benda tidak berwujud berupa data dan program komputer, jasa telepon/telekomunikasi/jasa komputer.</li>
<li>Pengertian anak kunci (Pasal 178), termasuk kode rahasia, kunci masuk komputer, kartu magnetik, signal yang telah diprogram untuk membuka sesuatu.</li>
<li>Pengertian surat (Pasal 188), termasuk data yang tertulis atau tersimpan dalam disket, pita magnetik, media penyimpanan komputer atau penyimpanan data elektronik lainnya.</li>
<li>Pengertian ruang (Pasal 189), termasuk bentangan atau terminal komputer yang dapat diakses dengan cara-cara tertentu.</li>
<li>Pengertian 'masuk' (Pasal 190), termasuk mengakses komputer atau masuk ke dalam sistem komputer.</li>
<li>Pengertian jaringan telepon (Pasal 191), termasuk jaringan komputer atau sistem komunikasi komputer.</li>
</ul><ol style="text-align: justify;"></ol><blockquote><div style="text-align: justify;">Dalam Buku II KUHP (Ketentuan Pidana)</div></blockquote><ol style="text-align: justify;"><li>Delik tentang pencurian</li>
<li>Delik tentang perusakan, atau penghancuran barang</li>
<li>Delik tentang pornografi</li>
<li>Delik tentang penipuan</li>
<li>Delik tentang perbuatan memasuki atau melintasi wilayah orang lain</li>
<li>Delik tentang penggelapan</li>
<li>Delik tentan kejahatan terhadap ketertiban umum</li>
<li>Delik tentang penghinaan</li>
<li>Delik tentang pemalsuan surat</li>
<li>Delik tentang pembocoran rahasia</li>
<li>Delik tentang perjudian</li>
</ol><div style="text-align: justify;"><b>Ad. 1 Delik tentang pencurian</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pencurian di sini ditafsirkan secara ekstensif sehingga mencakup kasus pencurian di dunia <i>cyber</i> dan benda yang yang dicuri berupa data digital.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Adapun unsur delik dalam kejahatan ini adalah </div><ul style="text-align: justify;"><li>mengambil, </li>
<li>barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, </li>
<li>dengan maksud untuk dimiliki, </li>
<li>secara melawan hukum.</li>
</ul><div style="text-align: justify;">Pengertian mengambil dalam <i>cyber crime </i>dalam arti meng-copy atau merekam data atau program yang tersimpan di dalam disket dan sejenisnya ke disket lain dengan cara memberikan instruksi-instruksi tertentu pada komputer, sehingga data atau program yang asli tetap utuh dan tidak berubah dari posisi semula. Lebih lanjut, pengertian "mengambil" di sini adalah melepaskan kekuasaan atas benda itu dari pemiliknya yang dilakukan dengan cara-cara tertentu secara elektrik untuk kemudian dikuasai dan perbuatan itu dilakukan dengan sengaja dengan maksud untuk dimiliki sendiri.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Adapun pengertian "barang" merujuk pada pengertian benda dalam ketentuan umum sebagaimana telah disebutkan di atas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Ad. 2 Delik tentang perusakan, atau penghancuran barang</b></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Dalam konteks <i>cyber crime</i>, ketentuan ini berkaitan erat dengan kejahatan <i>hacking</i> dan <i>cracking. </i>Perbuatan perusakan dan penghancuran barang ini tidak saja ditujukan untuk merusak/menghancurkan media disket atau media penyimpanan sejenis lainnya melainkan dapat juga ditujukan terhadap suatu data, <i>website</i> ataupun <i>homepage</i>. Delik ini juga termasuk perbuatan merusak barang-barang milik publik (<i>crime againts public property</i>). Ketentuan mengenai perusakan,pengahncuran barang diatur dalam Pasal 406-412 KUHP. Apabila kejahatan tersebut ditujukan pada sarana dan prasarana penerbangan diatur dalam Pasal 479a-479h, 479m dan 479p KUHP.<br />
<br />
Adapun unsur delik perbuatan perusakan atau penghancuran barang dalam konteks<i> cyber crime </i>yaitu :<br />
<ul><li>dengan sengaja dan melawan hukum</li>
<li>menghancurkan, merusakkan, membuat tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan </li>
<li>barang sesuatu yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain.</li>
</ul>Yang dimaksud dengan "menghancurkan" di sini yaitu menghancurkan atau membinasakan dimaksudkan untuk merusak sama sekali, sehingga sesuatu barang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sedangkan yang dimaksud dengan "merusakkan" adalah memperlakukan barang sedemikian rupa, namun kurang dari membinasakan sehingga suatu barang tidak dapat berfungsi dengan baik. Adapun yang dimaksud dengan "membuat tidak dapat dipakai lagi" yaitu tindakan tersebut harus sedemikian rupa, sehingga barang itu tidak dapat diperbaiki lagi, dan yang dimaksud dengan "menghilangkan" berarti membuat sehingga barang itu tidak ada lagi.<br />
<br />
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa makna dan perbuatan tersebut terdapat kesesuaian yang pada intinya perbuatan tersebut menyebabkan fungsi dari data atau program dalam suatu jaringan menjadi berubah/berkurang.<br />
<br />
<b>Ad. 3 Delik tentang pornografi</b><br />
<br />
Perbuatan pidana yang berkaitan dengan pronografi diatur dalam Pasal 282 KUHP. Adapun unsur-unsur deliknya yaitu :<br />
<ul><li>menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan, atau membuat, memasukkan ke dalam negeri, meneruskan atau mengeluarkannya ke luar negeri, atau mempunyai dalam persediaan. </li>
</ul>atau,<br />
<ul><li>dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan.</li>
</ul>atau,<br />
<ul><li>secara terang-terangan atau mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan atau menunjukkan sebagai bisa didapat</li>
</ul><ul><li>di muka umum </li>
<li>tulisan, gambaran atau benda yang isinya melanggar kesusilaan atau pelakunya dapat menduga isi tulisan, gambaran atau benda tersebut melanggar kesusilaan</li>
</ul>Dalam konteks <i>cyber crime</i>, apabila perbuatan-perbuatan tersebut di atas dilakukan dengan memanfaatkan internet dengan segala fasilitasnya, maka unsur "di muka umum" telah terpenuhi.<br />
<br />
<b>Ad. 4 Delik tentang penipuan</b><br />
<br />
Perbuatan memanipulasi keterangan untuk mencari keuntungan melalui media internet dapat ditafsirkan sebagai perbuatan menyesatkan sebagaimana dalam delik penipuan seperti yang diatur dalam Pasal 378 KUHP dan Pasal 379a KUHP apabila hal tersebut berkaitan dengan jual beli barang.<br />
<br />
<b>Ad. 5 Delik tentang perbuatan memasuki atau melintasi wilayah orang lain</b><br />
<br />
Seorang <i>cracker </i>yang melakukan perbuatan mengakses atau meretas (<i>cracking</i>) suatu sistem jaringan teknologi informasi yang dilengkapi dengan sistem <i>security-</i>elektronik (<i>firewall</i>) tanpa izin dapat dikategorikan sebagai perbuatan tanpa wewenang masuk dengan memaksa ke dalam rumah atau ruangan tertutup, atau pekarangan, atau tanpa hak berjalan di atas tanah milik orang lain, sehingga pelaku dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 167 KUHP dan Pasal 551 KUHP.<br />
<br />
<b>Ad. 6 Delik tentang penggelapan</b><br />
<br />
Perbuatan penggelapan dalam konteks <i>cyber crime </i>berkaitan dengan perbuatan memanipulasi data atau program pada suatu sistem jaringan komputer. Istilah memanipulasi data ini dikenal dengan sebutan "<i>The Trojan Horse</i>" ; yaitu, suatu perbuatan yang bersifat mengubah data atau instruksi pada sebuah program, menghapus, menambah, membuat data, atau instruksi pada sebuah program menjadi tidak terjangkau dengan tujuan untuk kepentingan pribadi atau kelompok baik yang dilakukan secara <i>online </i>ataupun <i>offline. </i><br />
<br />
Hal<i> </i>tersebut memungkinkan seseorang untuk melakukan tindak pidana penggelapan dengan sasaran sistem data base perusahaan-perusahaan maupun perbankan yang menggunakan teknologi jaringan. Perbuatan seperti ini dapat dijerat dengan Pasal 372 KUHP atau Pasal 374 KUHP.<br />
<br />
Apabila perbuatan penggelapan dengan sarana inernet tersebut mendatangkan kerugian bagi keuangan atau perekonomian negara maka dapat diterapkan delik korupsi.<b> </b><br />
<br />
<b>Ad. 7 Delik tentang ketertiban umum</b><br />
<br />
Penyalahgunaan internet sebagai media publikasi informasi untuk kepentingan sendiri atau golongan, informasi mana mengandung hal-hal yang dapat menggangu ketertiban umum, seperti; penyebaran perasaan permusuhan, kebencian atau pengkhianatan terhadap Pemerintah Republik Indoensia atau penghinaan terhadap lambang-lambang negara atau terhadap golongan lain menyangkut SARA atau perbuatan menghasut agar melakukan perbuatan pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 154, Pasal 156-157, atau Pasal 160-161 KUHP.<b> </b><br />
<br />
<b>Ad. 8 Delik tetang penghinaan</b><br />
<br />
Ketentuan pidana mengenai penghinaan dalam KUHP yaitu menista (Pasal 310 ayat [1]), menista dengan surat (Pasal 310 ayat [2]), memfitnah (Pasal 311), penghinaan ringan (Pasal 315), mengadu secara memfitnah (Pasal 317) dan menuduh secara memfitnah (Pasal 318). Dalam konteks <i>cyber crime</i>, perbuatan-perbuatan tersebut dapat dijerat apabila dilakukan di <i>cyber space</i>.<b> </b><br />
<br />
<b>Ad. 9 Delik tentang pemalsuan surat</b><br />
<br />
Delik pemalsuan surat diatur dalam Pasal 263 KUHP. Surat menurut Pasal 263 KUHP adalah segala surat yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis dengan mesin tik dan lain lain. Pengertian dan lain-lain ini memungkinkan surat otentik yang dibuat dan ditulis melalui proses komputer sehingga data atau keterangan yang ada dalam <i>cyber space</i>, atau media penyimpanan data <i>offline</i> dapat dimasukan ke dalam pengaman surat, sehingga pelaku pemalsuan data dalam konteks <i>cyber crime </i>dapat dijerat dengan pasal ini.<b> </b><br />
<br />
<b>Ad. 10 Delik tentang pembocoran rahasia</b><br />
<br />
KUHP mengatur dan mengancam dengan pidana dua perbuatan terkait pembocoran rahasia, yaitu pembocoran rahasia negara dan rahasia perusahaan. Untuk pembocoran rahasia negara diatur dalam Pasal 112-114 KUHP. Sedangkan untuk pembocoran rahasia perusahaan diatur dalam Pasal 322-323 KUHP.<br />
<br />
Dalam konteks <i>cyber crime</i>, apabila pembocoran rahasia baik rahasia negara atau rahasia perusahaan dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi maka ketentuan dalam pasal-pasal tersebut di atas dapat diterapkan.<b> </b><br />
<br />
<b>Ad. 11 Delik tentang perjudian</b><br />
<br />
Cukup dengan bermodalkan sebuah web/<i>cyber space</i> dengan fasilitas perjudian yang menarik maka seseorang dapat mempunyai "rumah perjudian" sendiri di internet. Walaupun Pasal 303 dan 303bis KUHP hanya mengatur perjudian <i>offline</i> namun sejatinya dapat diterapkan juga dalam perjudian <i>online</i> dalam konteks <i>cyber crime</i>.<br />
<br />
Meskipun penafsiran ektensif terhadap ketentuan pidana dalam KUHP dapat dilakukan untuk menjerat pelaku cyber crime namun dirasakan masih kurang memadai dalam rangka memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi atau masyarakat pada umumnya, sehingga diperlukan undang-undang khusus yang mengatur tentang itu atau perubahan menyeluruh terhadap KUHP agar dapat mencakup fenomena <i>cyber crime </i>yang tengah melanda kehidupan <i>cyber</i> dunia secara global sehingga dapat diterapkan dalam penegakan hukum di Indonesia.<br />
<div style="text-align: right;"><b>Bersambung...</b></div><b>Baca juga :</b> <blink><b><a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/2010/10/pemberantasan-cybercrime-dalam-sistem.html">Bagian Pertama : Mengenal Cyber Crime [Gambaran Umum])</a></b></blink><br />
----------------------------------------------------<br />
*Disadur dari : M. Arsyad Sanusi,<i> Kejahatan Mayantara dan Upaya Antisipasinya Secara Yuridis : Part 1 dan Part 2</i><i>, </i>Majalah Hukum <i>Varia Peradilan</i>, Edisi Agustus dan September, 2007, Jakarta, Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi).<br />
<br />
**Oleh : <b><a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/p/zain-al-ahmad.html">Zain Al Ahmad</a></b> </div>Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-39483353933577062672010-11-01T13:53:00.003+08:002010-11-02T21:33:26.034+08:00Diri Setiap Warga Dharmmayukti Tergadai di Awal Bulan<div style="text-align: center;">Oleh : <b><a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/p/zain-al-ahmad.html">Zain Al Ahmad</a></b> </div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TM5UMX1jz-I/AAAAAAAABB0/gaURlf8_u1c/s1600/gaji+PNS.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="100" src="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TM5UMX1jz-I/AAAAAAAABB0/gaURlf8_u1c/s200/gaji+PNS.jpg" width="75" /></a><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; font-size: x-large;"><b>B</b></span>ukan rahasia lagi bagi sebahagian besar Pegawai Negeri Sipil (PNS) termasuk warga dharmmayukti (baca: PNS pada Mahkamah Agung RI dan seluruh lembaga di lingkungan Mahkamah Agung RI) tidak terkecuali penulis catatan ini, awal bulan merupakan hari yang ceria. Betapa tidak, kita menerima gaji di setiap awal bulan. Seperti hari ini (1/11) gaji setiap kita warga dharmmayukti dibayarkan.</div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
<a name='more'></a>Alhamdulillah. Puji syukur terucap dari hati pun terlafadzkan di bibir. Namun apakah cukup hanya dengan itu? Tidak! Kenapa? Karena setiap pembayaran gaji dari negara yang diterima oleh setiap kita warga dharmmayukti sejatinya adalah harga yang diterima sebagai hasil dari menggadaikan diri kepada negara.</div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;">Seperti yang diketahui, sistem pembayaran gaji bagi PNS dapat dijelaskan dengan bahasa sederhana yaitu "dibayar di muka" atau "terima bayaran lebih dahulu sebelum bekerja". Berarti, gaji yang kita terima pada awal bulan itu adalah bayaran untuk pekerjaan selama satu bulan ke depan. Berbeda dengan pembayaran tunjangan khusus, misalnya, tunjangan khusus kinerja atau remunerasi. Untuk tunjangan khusus tersebut berlaku sistem pembayaran: "kerja dulu baru dibayar sesuai dengan kinerja." Lebih lanjut tentang remunerasi, baca : <a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/2010/10/memaknai-remunerasi-dan-kinerja.html" style="color: black;">Orientasi "Carpe Diem" dalam Memaknai Remunerasi dan Kinerja Pengadilan</a></div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;">Terkait dengan sistem pembayaran gaji di atas maka seluruh kita warga dharmmayukti harus menyadari bahwa diri kita tergadai kepada negara yang harus ditebus dengan pengabdian tulus ikhlas.</div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;">Jika kesadaran ini terbangun di dalam diri setiap kita warga dharmmayukti maka mimpi untuk "mewujudkan supremasi hukum melalui kekuasaan kehakiman yang mandiri, efektif, dan efisien serta mendapatkan kepercayaan publik, dan profesionial dalam memberi layanan hukum yang berkualitas, etis, terjangkau dan berbiaya rendah bagi masyarakat serta mampu menjawab panggilan pelayanan publik" sebagaimana visi Mahkamah Agung sebagai lembaga payung segenap warga dharmmayukti tidak akan menjadi isapan jempol semata. Wallahua'lam.</div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;">*Gambar : muslimshare.wordpress.com</div>Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-72511102326812141102010-10-30T18:45:00.006+08:002010-11-02T21:32:53.215+08:00Keadilan Gratis Buat Si Miskin, MA Selangkah Lebih Maju<div style="font-family: inherit; text-align: center;"><span style="font-size: small;">Oleh : <a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/p/zain-al-ahmad.html"><b>Zain Al Ahmad, SH</b></a></span></div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><b><span style="font-size: small;"><br />
</span></b></div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-size: x-large;">M</span>enjadi miskin, tidak mampu, papa dan melarat, tentu bukan keinginan semua orang, bukan pula pilihan hidup yang menyenangkan, namun kenyataan pahit yang harus dihadapi oleh 31,5 juta jiwa rakyat Indonesia.<sup>[1]</sup></span><br />
<br />
Mereka - rakyat miskin itu - mempunyai hak konstitusional untuk mendapat bantuan dari negara. Berbagai program bantuan di berbagai bidang telah diselenggarakan oleh pemerintah antara lain di bidang kesehatan, bidang pendidikan dan lain lain, termasuk bantuan di bidang hukum.<br />
<span style="font-size: small;"></span></div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
<a name='more'></a>Hak konstitusional rakyat miskin untuk mendapat bantuan hukum tersebut bukan hanya diatur dalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, tetapi juga diatur dalam Undang Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan perundang-undangan bidang pengadilan. Sementara itu, Badan Legislasi DPR saat ini masih terus menggodok Rancangan Undang Undang (RUU) Bantuan Hukum. RUU ini akan menjadi payung hukum bagi sistim dan mekanisme bantuan hukum nasional demi memperluas akses keadilan kepada masyarakat. RUU ini merupakan salah satu prioritas legislasi tahun anggaran 2010.<sup>[2]</sup><br />
<br />
Mengenai sistem dan mekanisme bantuan hukum tersebut khususnya dalam berperkara di pengadilan bagi pencari keadilan yang tidak mampu secara gratis/cuma-cuma baik pada pengadilan di lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama ataupun pengadilan di lingkungan peradilan tata usaha negara, Mahkamah Agung (MA) justru selangkah maju karena telah menerbitkan menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum tanggal 30 Agustus 2010 dimana dalam Lampiran A dan B surat edaran itu memberikan pedoman dan standarisasi pelayanan dalam pemberian bantuan hukum.</div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;">Selengkapnya mengenai surat edaran tersebut berikut lampiran-lampirannya, silahkan didownload (PDF) pada link di bawah ini :</div><blockquote style="font-family: inherit;"><div style="text-align: justify;">SEMA No. 10 Tahun 2010, klik <b><a href="http://www.ziddu.com/download/12304756/sema_10-2010_pedoman_bantuan_hukum.pdf.html">di sini</a></b></div><div style="text-align: justify;"></div></blockquote><blockquote style="font-family: inherit;"><div style="text-align: justify;">Lampiran A, Pedoman Pemberian Bantuan Hukum di Lingkungan Peradilan Umum, klik <b><a href="http://www.ziddu.com/download/12304758/lampiran_a_sema10-2010.pdf.html">di sini</a></b></div></blockquote><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><blockquote>Lampiran B, Pedoman Pemberian Bantuan Hukum di Lingkungan Peradilan Agama, klik <b><a href="http://www.ziddu.com/download/12304757/lampiran_b_sema_10-2010.pdf.html">di sini</a></b></blockquote>Catatan : Pedoman pemberian bantuan hukum di lingkungan peradilan tata usaha negara menyesuaikan dengan pedoman pemberian bantuan hukum di lingkungan peradilan umum.<br />
<br />
Catatan Kaki :<br />
<ol><li><span style="font-size: small;">Menurut versi Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS per Maret 2010 sebagaimana dilansir dalam www.tempointeraktif.com pada hari Jum'at (30/7).</span></li>
<li>baca: www.hukumonline.com, <i>RUU Bantuan Hukum Jangan Sekadar Bicara Dana</i>, Jum'at, (29/10).</li>
</ol><span style="font-size: small;"> </span></div>Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-46752853245483511802010-10-29T22:19:00.010+08:002010-11-02T21:32:23.698+08:00Kisruh SKPP vs Deponeering, apa bedanya ya?<div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"></span></div><div style="text-align: center;"><span style="font-size: small;">Oleh : <a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/p/zain-al-ahmad.html"><b>Zain Al Ahmad, SH</b></a></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Beberapa bulan terakhir ini media massa dipenuhi dengan berita yang terkait tentang Anggodo, Bibit dan Chandra berikut persoalan hukum yang terkait diantara mereka. Termasuk masalah Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) dari pihak kejaksaan atas perkara Bibit-Chandra yang dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan saat mengabulkan permohonan praperadilan Anggodo (19/4).</span><br />
<br />
<a name='more'></a>Hakim Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menilai SKPP tidak dapat dikeluarkan dengan alasan sosiologis. Kejaksaan tidak tinggal diam, lembaga itu mengambil upaya hukum atas putusan tersebut, mulai dari upaya hukum biasa yaitu banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang hasilnya, oleh Majelis Hakim Banding, Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut dikuatkan (3/6). Kejaksaan Agung pun menempuh upaya hukum luar biasa dengan meminta Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) terhadap putusan pengadilan tinggi, namun MA menolak permohonan PK tersebut.<span style="font-size: small;"> </span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">Habis sudah upaya hukum yang dapat ditempuh. Putusan praperadilan tentang batalnya SKPP atas kasus Bibit-Chandra inkracht sudah. Hari ini, Jum'at (29/10) Jaksa Agung mengumumkan sikapnya, langkah deponeering diambil, perkara Bibit-Chandra dikesampingkan demi kepentingan umum.</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Catatan ini tidak akan mengomentari putusan hakim dan tidak dimaksudkan untuk menilai kebijakan deponeering Jaksa Agung. Di sini penulis akan mengetengahkan perbedaan SKPP dan Deponeering ditinjau dari aspek hukumnya.</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><b>Dasar Hukum Kewenangan Jaksa Agung Menghentikan Penuntutan dan/atau Mengesampingkan Perkara</b></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><b> </b></span> <span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Salah satu kewenangan umum Jaksa Agung/Jaksa di bidang pidana selaku Penuntut Umum berdasarkan Pasal 32 Undang Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia jo. Pasal 140 ayat (2) huruf a Undang Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana adalah membuat surat penetapan penghentian penuntutan dengan alasan :</span></div><ol style="text-align: justify;"><li><span style="font-size: small;">tidak terdapat cukup bukti;</span></li>
<li><span style="font-size: small;">peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana;</span></li>
<li><span style="font-size: small;">perkara ditutup demi hukum.</span></li>
</ol><div style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: small;">Ad. 1 Tidak terdapat cukup bukti</span></b></div><blockquote><span style="font-size: small;">Pembuktian dalam perkara pidana terikat dalam sistem pembuktian negatif, yaitu sistem pembuktian minimal 2 (dua) alat bukti yang sah ditambah dengan keyakinan. Dalam hal, Penuntut Umum mengganggap suatu perkara ternyata tidak memenuhi syarat pembuktian tersebut maka alasan ini yang digunakan untuk menerbitkan SKPP.</span></blockquote><div style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: small;">Ad. 2 Peristiwa tersebut bukan tindak pidana</span></b></div><div style="text-align: justify;"><blockquote><span style="font-size: small;">Apabila Penuntut Umum menilai suatu peristiwa yang terjadi ternyata tidak termasuk dalam ranah pidana, misalnya termasuk masalah dalam ranah keperdataan maka alasan ini yang diambil untuk menerbitkan SKPP.</span></blockquote></div><div style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: small;">Ad 3 Perkara ditutup demi hukum</span></b></div><blockquote><span style="font-size: small;">Perkara ditutup demi hukum antara lain berkaitan dengan gugurnya hak Penuntut Umum untuk menuntut, karena :</span><br />
<ul><li><span style="font-size: small;">Perkara ternyata ne bis in idem (Pasal 76 KUHP)</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Si tertuduh meninggal dunia (Pasal 77 KUHP)</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Perkara telah daluarsa (Pasal 78 KUHP)</span></li>
</ul></blockquote><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Dari tiga alasan yang dibenarkan oleh KUHAP untuk dijadikan dasar penerbitan (SKPP) oleh Jaksa Agung/Jaksa selaku Penuntut Umum di atas dapat kita pahami bahwa alasan sosiologis tidak termasuk di dalamnya.</span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">Adapun kewenangan khusus Jaksa Agung antara lain sebagaimana dalam Pasal 35 huruf c Undang Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yaitu Jaksa Agung berwenang mengesampingkan perkara demi kepentingan umum (deponeering). Selanjutnya silahkan baca catatan saya tentang kewenangan khusus Jaksa Agung untuk mendeponir perkara itu <b><a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/2010/10/depoonering-apa-pula-itu.html">di sini</a></b>.</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Semoga uraian di atas dapat memberikan sedikit pencerahan sehingga kita dapat membedakan dalam kewenangan Jaksa Agung/Jaksa sebagai Penuntut Umum di bidang pidana antara kewenangan menghentikan penuntutan (SKPP) dengan kewenangan khusus Jaksa Agung untuk mengenyampingkan perkara demi kepentingan umum (deponeering), yang memang, secara umum dari kaca mata awam, bila dikaitkan dengan kasus Bibit-Chandra, antara deponeering dan SKPP tidak jauh berbeda karena akhirnya kasus Bibit-Chandra sama-sama tidak dilanjutkan ke pengadilan.</span></div>Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-28766689572435365882010-10-29T19:19:00.010+08:002010-11-02T21:35:13.102+08:00Deponeering, Apa Pula Itu?<div style="font-family: inherit; text-align: center;"><span style="font-size: small;">Oleh : <a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/p/zain-al-ahmad.html"><b>Zain Al Ahmad, SH</b> </a></span></div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TM0JnO4R-fI/AAAAAAAABAM/_x7GGGfillY/s1600/bibit-chandra.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="101" src="http://2.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TM0JnO4R-fI/AAAAAAAABAM/_x7GGGfillY/s200/bibit-chandra.jpg" width="110" /></a></div><span style="font-size: small;"><b><span style="font-family: "Courier New",Courier,monospace; font-size: x-large;">S</span></b>ebentar lagi azan maghrib, saat saya sedang serius mengikuti berita di TV sore ini, <i>breaking news</i> tentang pihak kejaksaan agung yang sedang mengadakan konfrensi pers tentang sikap resmi lembaga itu yang mendeponir kasus Bibit-Chandra menyusul putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) atas perkara Praperadilan Surat Ketetapan Pemberhentian Penuntutan (SKPP) kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.</span></div><span style="font-size: small;"></span><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Saat asyik mansyuk di depan TV, eh, seorang anak tetangga yang kebetulan sedang main di rumah tiba-tiba nyeletuk, "Deponeering, apa pulak itu om?" dengan logat batak yang kental. Tentunya, menjawab pertanyaan itu untuk anak-anak tidak perlu dengan jawaban berbau teknis hukum yang kompleks bin ribet, cukup dijawab, "Deponeering itu nak saat pagi-pagi sebelum sekolah, papamu dilapori sama temanmu, katanya kau bolos kemarin dari sekolah. Papamu tidak langsung marah sama kau karena saat itu kau sudah bersiap pergi sekolah, terlambat pulak kau sampai di sekolah kalau pagi-pagi sudah dapat omelan. Nah, papamu saat itu sedang men-deponir kasus kau."</span></div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Jawaban itu memang tidak tepat tapi lumayanlah buat anak kecil untuk sekedar memuaskan rasa ingin tahunya. Lalu apa sebenarnya deponeering itu? Mari kita sama-sama memahaminya.</span></div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Deponeering dalam bahasa undang-undang adalah kewenangan Jaksa Agung untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum. Sedangkan yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas. Mengesampingkan perkara (deponeering) alias tidak menuntut perkara ke pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan pelaksanaan asas oportunitas, yang hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut. (lihat : </span><span style="font-size: small;">Pasal 35 huruf c Undang Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia beserta penjelasannya).</span></div><br />
<div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Lalu apa pula itu asas oportunitas? Sebelum menjelaskan apa itu asas oportunitas, saya ingin bercerita dulu. Di tahun 1998 silam saat saya menginjakkan kaki di Fakultas Hukum Unibersitas Tadulako, saya diperkenalkan dengan asas oportunitas dengan cara yang unik. Ya, unik, karena asas oportunitas diperkenalkan oleh Panitia Orientasi Akademik (Ormik) pada saat itu dengan mengadakan Upacara Bendera ala Oportunis. Apanya yang unik? Haha, yang unik dari upacara itu karena semua unsur upacara, mulai dari inspektur, bendera yang dinaikkan, sampai dengan peserta berperan sebagai banci. Apa, banci? Ya, banci. Para senior menyikapi asas oportunitas sebagai sisi feminim dari hukum karena dengan kacamata asas oportunitas, maxim "tegakkan hukum hari ini walau esok langit akan runtuh" menjadi kabur dan kehilangan pegangan tergantung kepentingan besar pada saat itu dengan dalih kepentingan umum.</span></div><br />
<div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Ditinjau dari bahasa kamus (Kamus Besar Bahasa Indonesia), yang dimaksud dengan oportunitas adalah kesempatan yang baik untuk berbuat sesuatu; waktu yang tepat; peluang. Asas Oportunitas mengakar pada mazhab oportunisme yaitu, paham yang semata-mata hendak mengambil keuntungan untuk diri sendiri dari kesempatan yang ada tanpa berpegang pada prinsip tertentu. Dari pengertian oportunitas dan oportunisme tersebut sepintas kita dalam melihat keterkaitannya dengan ajaran <i>utility </i>hukum atau asas manfaat dari hukum. Bicara tentang manfaat tentu berhubungan dengan mudharat. Tegasnya, jika asas oportunitas dihubungkan dengan diskresi Jaksa Agung untuk mendeponir perkara maka dapat dipahami kebijakan itu diambil tergantung pada mana yang lebih besar manfaatnya dalam logika kepentingan umum yang menguat pada saat itu atau manakah yang lebih besar manfaatnya antara menuntut atau tidak menuntut suatu perkara terhadap kepentingan bangsa pada saat itu.</span></div><br />
<div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Jadi, menurut saya, bagaimana pun juga keberadaan asas oportunitas ini penting jika kita lihat dari kacamata kehidupan bernegara Persoalan bangsa begitu kompleks seiring dengan dinamika dalam kehidupan masyarakat. Apa jadinya jika hukum di negara ini berubah menjadi batu, kaku dan kasar. Sudah seharusnya setiap aturan hukum itu mempunyai pengecualian berdasarkan kondisi kekinian yang berkembang dan harus disikapi pada saat itu juga. Karena hukum untuk manusia bukan untuk hukum an sich.</span></div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Namun patut disadari, penggunaan asas oportunitas dalam suatu perkara harus dilakukan dengan hati-hati dan dengan penuh pertimbangan karena taruhannya adalah luka pada rasa keadilan di masyarakat. Terkait dengan deponeering perkara Bibit-Chandra, saya percaya, Jaksa Agung sudah mempertimbangkannya dengan matang. Bukan Bibit-Chandra yang menang, bukan pula Anggodo yang kalah. Tapi ini adalah kemenangan rakyat Indonesia.</span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">*Gambar : </span><span class="rg_ctlv"><span id="rg_hr">news.id.msn.com</span></span><span style="font-size: small;"> </span></div>Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-24130478975222438402010-10-27T12:51:00.005+08:002010-11-02T21:28:54.570+08:00Mengendus Mazhab Pemikiran Hukum dari Definisi Para Pakar [Part : 1]<div style="text-align: center;">Oleh : Zain Al Ahmad, SH</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>Pengantar </b></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Apa hukum itu? Pertanyaan klasik yang sampai saat ini menjadi diskursus yang tidak kunjung usai. Masing-masing pakar memberikan definisi tentang hukum dari berbagai sudut pandang. Diakui, mendefinisikan sesuatu yang tidak berbatas bukan perkerjaan mudah. Ada kalangan yang skeptis, "tidak mungkin mendefinisikan hukum sampai kapan pun," kata mereka. Ada pula yang optimis, yakin hukum suatu saat nanti akan dapat di definisikan secara konprehensif, pun keduanya mempunyai alasan masing-masing.</div><div style="text-align: justify;"><br />
<a name='more'></a>Namun demikian, hukum sebagai ilmu harus diberikan definisi agar dapat dipahami oleh pelajar hukum. Begitu banyak definisi hukum yang tersebar dalam berbagai lieratur sejak zaman baheula. Achmad Ali<sup>[1]</sup> dalam bukunya<sup>[2]</sup> : "<i>Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Vol. 1 Pemahaman Awal</i>", hlm. 418, menerangkan bahwa metode untuk memahami hukum dengan menggunakan definisi, dapat dibedakan ke dalam :</div><ol style="text-align: justify;"><li>Definisi yang langsung merumuskan suatu pengertian hukum tertentu.</li>
<li>Definisi yang masih membedakan beberapa jenis hukum</li>
</ol><div style="text-align: justify;">Achmad Ali melanjutkan, </div><div style="text-align: justify;"><blockquote>"Dengan membaca dan merenungkan masing-masing definisi, pembaca yang telah memahami konsep-konsep dasar dari teori-teori hukum atau mazhab-mazhab pemikiran hukum, segera dapat menentukan pakar pembuat definisi tersebut menganut atau terpengaruh mazhab apa."</blockquote></div><div style="text-align: justify;">Berikut ini penulis akan mengutip tidak kurang dari 80 (delapan puluh) definisi hukum yang telah disusun dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Achmad Ali dalam buku tersebut pada hal. 418 - 439. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selamat menebak mazhab pemikiran hukum apa yang dianut oleh para pakar di bawah ini :<br />
<br />
<b>Berbagai Definisi Hukum</b> </div><ol style="text-align: justify;"><li><b>Aristoteles</b> (384-322 SM) : Hukum adalah sesuatu yang berbeda ketimbang sekedar mengatur dan mengekspresikan bentuk dari konstitusi; hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan putusannya di pengadilan dan untuk menjatuhkan hukuman kepada pelanggar.</li>
<li><b>Thomas Aquinas</b> (1225-1274, abad ke-13) : Hukum adalah suatu aturan atau ukuran dari tindakan-tindakan, dalam hal mana manusia dirangsang untuk bertindak (sesuai aturan atau ukuran itu), atau dikekang untuk tidak bertindak (yang tidak sesuai dengan aturan atau ukuran itu). Sebagaimana diketahui, perkataan <i>lex</i> (<i>law</i>, hukum) adalah berasal dari kata <i>ligare</i> (mengikat), sebab ia mengikat seseorang untuk bertindak (menurut aturan atau ukuran tertentu). Hukum tidak lain, merupakan perintah rasional tentang sesuatu, yang memerhatikan hal-hal umum yang baik, disebarluaskan melalui perintah yang diperhatikan oleh masyarakat.</li>
<li><b>Thomas Hobbes</b> (1588-1679, abad ke 17) : <i>Civil law</i> adalah perintah-perintah hukum yang didukung oleh kekuasaan tertinggi di negara itu, mengenai tindakan-tindakan di masa datang yang akan dilakukan oleh subjeknya.</li>
<li><b>Jhon Locke</b> (1632-1704, abad ke-17) : Hukum adalah sesuatu yang ditentukan oleh warga masyarakat pada umumnya, tentang tindakan-tindakan mereka, untuk menilai/mengadili, mana yang merupakan perbuatan yang jujur dan mana yang merupakan perbuatan yang curang. Dalam pandangan saya (baca : <b>Locke</b>), hukum itu terdiri dari tiga jenis : a) hukum agama, b) hukum negara, c) hukum opini atau reputasi. Hukum agama menilai, mana tindakan yang berdosa dan mana tindakan yang wajib dilaksanakan. Hukum negara menilai mana tindakan kriminal dan mana yang bukan tindakan kriminal. Hukum opini atau reputasi menilai mana tindakan yang luhur dan mana tindakan yang buruk (secara kesusilaan).</li>
<li><b>Emmanuel Kant</b> (1724-1804, abad ke-18) : Hukum adalah keseluruhan kondisi-kondisi, di mana terjadi kombinasi antara keinginan-keinginan pribadi seseorang dengan keinginan-keinginan pribadi orang lain, sesuai dengan hukum tentang kemerdekaan.</li>
<li><b>Hooker</b> (abad ke-16) : hukum yang benar ada di dalam akal sehat yang memuat alasan-alasan yang pasti tentang keharusan untuk menjadi baik dan apa yang harus dilakukan untuk menjadi baik. (terjemahan bebas penulis catatan ini.).</li>
<li><b>Hugo Grotius</b> (1583-1645) : Hukum adalah suatu tindakan moral yang sesuai dengan apa yang benar.</li>
<li><b>Marcus Tullius Cicero</b> (106-43 SM) : Hukum adalah alasan tertinggi yang ditanamkan di alam, yang memerintahkan apa yang seharusnya dilarang dan melarang apa kebalikannya.</li>
<li><b>Demosthenes</b> : Setiap hukum adalah suatu ciptaan dan hadiah (anugerah : penulis blawg ini) Tuhan.</li>
<li> <b>Amos</b> : Suatu perintah yang dikeluarkan oleh penguasa politik tertinggi dari suatu negara, dan ditujukan terhadap person yang menjadi subjek kekuasaannya.</li>
<li><b>Gareis</b> : Hukum secara objektif adalah suatu tata damai dari hubungan eksternal manusia, dalam hubungan mereka satu sama lain.</li>
<li><b>Tolstoi</b> : Aturan-aturan yang ditetapkan oleh orang-orang yang mempunyai pengendalian berdasarkan kekuasaan yang terorganisasi dan dipaksakan berlakunya terhadap pembangkangan, dengan menggunakan pemidanaan fisik, pemenjaraan bahkan pidana mati.</li>
<li><b>William Blackstone</b> (1723-1780, abad ke-18) : Hukum adalah suatu aturan tindakan-tindakan yang ditentukan oleh orang-orang yang berkuasa, bagi orang-orang yang dikuasai, untuk ditaati.</li>
<li><b>Wortley</b> : Hukum adalah istilah kolektif bagi aturan-aturan tingkah laku manusia yang berbeda di dalam suatu tertib hukum. Dan suatu sistem hukum yang efektif adalah jika aturan-aturannya di taati.</li>
<li><b>Goodhart</b> : Hukum adalah aturan-aturan tingkah laku, di mana di atasnyalah eksistensi masyarakat itu didasarkan, dan pemerkosaan atau pelanggaran terhadap aturan-aturan tingkah laku itu, pada dasarnya menghapuskan eksistensi itu.</li>
<li><b>Hans Kelsen</b> (1881-1973) : Hukum adalah suatu perintah memaksa terhadap perilaku manusia. Hukum adalah norma primer yang menetapkan sanksi-sanksi.</li>
<li><b>Shebanov</b> : Hukum adalah alat legislatif, yaitu alat kekuasaan tertinggi dari negara, yang digunakan di dalam suatu cara yang menentukan dan memiliki kekuasaan yang tinggi di bidang hukum, dalam hubungannya dengan alat-alat pejabat negara lainnya dan organisasi sosial.</li>
<li><b>P. Borst</b> : Hukum adalah aturan atau norma, yaitu petunjuk atau pedoman hidup yang wajib ditaati oleh manusia.</li>
<li><b>Ronald M. Dworkin</b> (1931) : Hukum dari suatu masyarakat, adalah seperangkat aturan-aturan khusus yang digunakan oleh masyarakat tersebut, baik langsung ataupun tidak langsung, untuk tujuan-tujuan yang menentukan perilaku mana yang dapat dihukum atau perilaku mana yang dapat diidentifikasi dan dibedakan dengan menggunakan kriteria yang spesifik, dengan tidak menguji pada isinya, melainkan pada asal usul atau dengan cara apa ia dipakai atau dikembangkan.</li>
<li><b>Pasal 590 KUHP Rusia</b> : Hukum adalah suatu sistem dari hubungan-hubungan kemasyarakatan, yang melayani kepentingan-kepentingan <i>the rulling classes</i> (kelas penguasa : terjemahan bebas penulis blawg ini) dan karena itu didukung oleh kekuasaan terorganisasi, yaitu negara.</li>
<li><b>Roscoe Pound</b> (1870-1864) : Hukum adalah bermakna sebagai tertib hukum, yang mempunyai subjek, hubungan individual antar manusia satu sama lain dan perilaku individual yang mempengaruhi individu lain atau mempengaruhi tata sosial, atau tata ekonomi. Sedangkan hukum dalam makna kumpulan dasar-dasar kewenangan dari putusan-putusan pengadilan dan tindakan administratif, mempunyai subjek berupa harapan-harapan atau tuntutan-tuntutan oleh manusia sebagai individu ataupun kelompok-kelompok manusia yang mempengaruhi mereka atau menentukan perilaku mereka.</li>
<li><b>Eugen Erlich</b> (1862-1922) : Pusat kegiatan dari perkembangan-perkembangan hukum, tidak terletak pada undang-undang, tidak pada ilmu hukum, dan juga tidak pada putusan pengadilan, melainkan di dalam masyarakat sendiri.</li>
<li><b>Philippe Nonet</b> : Hukum bukan apa yang oleh para pengacara dianggap sebagai konsep-konsep yang mengikat, tetapi hukum lebih merupakan disposisi-disposisi yang dapat diamati tentang para hakim, para polisi, para penuntut umum, dan pejabat administrasi.</li>
<li><b>Rudolf von Jhering</b> (1818-1892) : Hukum adalah sejumlah kondisi sosial dalam makna luas, yang dijamin oleh kekuasaan negara, melalui cara paksaan yang bersifat eksternal.</li>
<li><b>H. J. Hamaker</b> : Hukum bukan suatu perangkat norma, hukum tidak merupakan perangkat aturan yang memaksa orang berperilaku menurut tata tertib masyarakat, melainkan hukum merupakan seperangkat aturan yang menunjuk kebiasaan orang dalam pergaulannya dengan pihak lain di dalam masyarakatnya.</li>
<li><b>J. H. A. Logeman</b> : Telah diterima oleh pandangan umum bahwa bagaimanapun, hukum itu sangat berkaitan dengan masyarakat. Hukum adalah semata-mata suatu peristiwa yang bersifat psikososial.</li>
<li><b>R. M. Maciver</b> : Suatu sistem yang menertibkan hubungan merupakan kondisi utama dari kehidupan sosial pada setiap level, lebih dari apa pun yang lain yang ada dalam masyarakat. Bahkan kelompok-kelompok pelanggar hukum pun, seperti bajak laut, geng perampok, gerombolan penyamun, mempunyai hukum mereka sendiri, di mana tanpa itu, kelompok mereka tak dapat bertahan. <i>The picture of the lawless savage</i> (potret kehidupan hukum rimba : terjemahan bebas penulis blawg ini). Perbedaan terbesar antara hukum yang ditetapkan oleh negara dengan aturan-aturan yang dirumuskan oleh kekuasaan yang lain, terletak pada sanksinya.</li>
</ol><div style="text-align: right;"><b>bersambung</b> ... </div><div style="text-align: left;"><span style="font-size: x-small;">C<span style="font-family: inherit;">atatan Kaki :</span></span></div><ol style="font-size: x-small;"><li><span style="font-size: x-small;">Prof. Dr. Achmad Ali, SH. MH, Guru Besar ilmu hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar</span></li>
<li><span style="font-size: x-small;">Achmad Ali, <i>Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialpridence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence) - Volume 1 : Pemahaman Awal</i>, Penerbit : Kencana, Jakarta, 2009.</span></li>
</ol>Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-82220546985177816062010-10-26T23:52:00.013+08:002010-11-02T21:27:30.732+08:00Tersangka atau Terdakwa Penganiayaan Anak dapat Ditahan<span style="font-family: inherit; font-size: small;"></span><br />
<div style="text-align: center;"><b>Kerangka Pikir tentang Dasar Hukum Tindakan Penahanan atas Diri Tersangka atau Terdakwa yang Disangka atau Didakwa Melakukan Tindak Pidana Kekejaman, Kekerasan atau Ancaman Kekerasan, atau Penganiayaan terhadap Anak</b> <b>Sebagaimana Diatur dan Diancam Pidana dalam Pasal 80 ayat (1) Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak</b></div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: inherit; text-align: center;"><span style="font-size: small;"> Oleh : <a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/p/zain-al-ahmad.html">Zain Al Ahmad, SH</a></span></div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><b><span style="font-size: small;"></span></b><br />
<a name='more'></a><b><span style="font-size: small;">Pendahuluan </span></b></div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><a href="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TMb4L5O5EBI/AAAAAAAAA-Y/sl__4eQXRwg/s1600/tahanan+RUTAN.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TMb4L5O5EBI/AAAAAAAAA-Y/sl__4eQXRwg/s1600/tahanan+RUTAN.jpg" /></a><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; font-size: x-large;">S</span>istem peradilan pidana terpadu (<i>integrated criminal justice sistem</i>) di Indonesia dijalankan di dalam koridor hukum acara yaitu salah satunya bersumber dari Undang Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dikenal sebagai karya agung anak bangsa di bidang hukum dimana penerapan hukum pidana materil harus dilakukan dengan cara-cara yang diatur di dalam KUHAP tersebut disamping sumber hukum acara pidana lain yang berlaku.</span><br />
<br />
Hukum acara pidana berlaku dan harus diperlakukan sebagai rel oleh aparat penegak hukum dalam menjalankan kewenangannya, sebagai benteng pelindung hak asasi manusia untuk menghindari <i>abuse of power</i> dalam penegakan hukum. Maxim "<i>tegakkan hukum dengan tanpa melanggar hukum</i>" kiranya tepat jika disandingkan dengan keberadaan hukum formil ini. Berbagai ketentuan mengenai tata cara/protokol penegakan hukum mulai dari tingkat penyidikan sampai pada persidangan di pengadilan tidak luput dari pengaturan hukum acara, termasuk tentang tata cara dan syarat-syarat penahanan bagi pelaku kejahatan.<br />
<br />
Sementara itu, ketentuan pidana yang terkait dengan kejahatan tersebar di dalam beberapa undang-undang yang berbeda namun pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu: tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. Tindak pidana umum ialah perbuatan pidana yang diatur dan diancam pidana dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Adapun yang dimaksud dengan tindak pidana khusus ditinjau dari tempat pengaturannya yaitu tindak pidana yang diatur dan diancam pidana di dalam undang-undang di luar KUHP yaitu, misalnya; tindak pidana korupsi di dalam Undang Undang No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang diatur dan diancam pidana dalam Undang Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga termasuk pula ketentuan pidana yang terdapat di dalam Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan lain lain, tegasnya meliputi semua ketentuan pidana yang diatur di dalam undang-undang di luar KUHP.<span style="font-size: small;"> </span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">Berkaitan dengan penahanan, Pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP menggariskan penahanan hanya dapat dilakukan terhadap tersangka/terdakwa yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun atau lebih. Selanjutnya pada huruf b pasal tersebut disebutkan tindak pidana lainnya yang pelakunya dapat dilakukan penahanan sebagai pengecualian dari Pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP yaitu antara lain Pasal 351 ayat (1) KUHP</span><span style="font-size: small;">. </span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">Di sisi lain, Pasal 80 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 72.000.000,- (tujuh puluh dua juta rupiah) sehingga jika ditinjau dari ancaman pidananya, Pasal 80 ayat (1) tersebut tidak memenuhi persyaratan dalam Pasal 21 ayat (4) huruf a dan tidak disebutkan secara eksplisit dalam Pasal 21 ayat (4) huruf b.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;">Terkaitan dengan penerapan hukum Pasal 80 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tersebut dalam hubungannya dengan penahanan menimbulkan diskursus tentang dapat atau tidaknya dilakukan penahanan terhadap tersangka atau terdakwa yang diduga kuat melakukan perbuatan yang diatur dan diancam pidana dalam pasal tersebut; yaitu: kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak. Ada yang mengatakan tidak bisa karena tidak memenuhi syarat dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP sebagaimana diuraikan di atas, namun ada pula yang berpendapat atas diri pelaku tersebut dapat dilakukan penahanan dengan alasan sebaliknya.<br />
<br />
Berkaitan dengan perbedaan pendapat di atas muncul dilema dalam penegakan hukum antara lain:<br />
<blockquote>Bagaimana jika tersangka atau terdakwa yang diduga kuat melakukan tindak pidana yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 80 ayat (1) Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mempunyai indikasi kuat untuk melarikan diri, dan/atau merusak atau menghilangkan barang bukti, dan/atau mengulangi tindak pidana selama dalam proses pemeriksaan, apakah tersangka atau terdakwa yang demikian itu dapat ditahan oleh pejabat penegak hukum berdasarkan tingkat pemeriksaan yang bersangkutan demi kepentingan pemeriksaan perkara tersebut? </blockquote></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Dalam praktek peradilan pidana diketemukan solusi praktis untuk menyelesaikan masalah tersebut yaitu dengan menggunakan pasal berlapis di dalam surat dakwaan, yaitu dengan mengikutsertakan Pasal 351 ayat (1) KUHP bersama-sama dengan Pasal 80 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak baik dalam dakwaan berbentuk alternatif atau berbentuk subsidiaritas, sehingga menurut hukum formil dakwaan yang demikian terhadap tersangkanya/terdakwanya dapat dilakukan penahanan.</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Namun solusi praktis tersebut tidak sunyi dari kritik, yaitu, antara lain: praktek penggabungan Pasal 80 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 dengan Pasal 351 ayat (1) KUHP dalam satu surat dakwaan tersebut mengandung sedikitnya 2 (dua) kerancuan hukum sebagai berikut :<br />
<ol><li>Menerjang asas hukum universal yang telah diterima luas yaitu <i>lex spesialis derogate lex generale </i>(aturan khusus mengalahkan aturan umum), dimana telah menjadi konsekuensi logis keberadaan asas ini jika dihubungkan dengan solusi praktis di atas, yaitu: jika Pasal 80 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah didakwakan kepada terdakwa maka Pasal 351 ayat (1) KUHP tidak perlu didakwakan lagi karena ketentuan pidana dalam Undang Undang Perlindungan Anak termasuk di dalam kelompok.tindak pidana khusus sedangkan ketentuan pidana dalam KUHP termasuk kelompok tindak pidana umum.</li>
<li>Unsur delik yang dirumuskan dalam pasal-pasal dakwaan berlapis menurut ajaran ilmu hukum baik dalam bentuk alternatif maupun subsidiaritas atau bentuk dakwaan lain selain dakwaan tunggal harus mengandung perbedaan yang mendasar, sementara antara Pasal 351 ayat (1) KUHP dan Pasal 80 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sejatinya tidak mengandung perbedaan yang bersifat prinsip.</li>
</ol>Dari uraian di atas, dengan maksud untuk membatasi fokus pembahasan dalam catatan ini, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :</div><div style="text-align: justify;"></div><ol style="text-align: justify;"><li>Apakah terhadap tersangka/terdakwa yang diduga melakukan perbuatan yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 80 ayat (1) Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dapat dilakukan penahanan?</li>
<li>Dasar hukum apa yang dapat digunakan untuk melakukan penahanan terhadap tersangka/terdakwa yang diduga melakukan perbuatan yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 80 ayat (1) Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak?</li>
</ol><div style="text-align: justify;">Dua pokok permasalahan di atas akan dibahas di bawah satu sub judul dalam catatan ini yaitu: "<i>Kerangka Pikir tentang Dasar Hukum Tindakan Penahanan atas Diri Tersangka atau Terdakwa yang Disangka atau Didakwa Melakukan Tindak Pidana Kekejaman, Kekerasan atau Ancaman Kekerasan, atau Penganiayaan terhadap Anak Sebagaimana Diatur dan Diancam Pidana dalam Pasal 80 ayat (1) Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak</i>".<br />
<br />
Sebelumnya perlu penulis kemukakan bahwa pembahasan dan simpulan yang akan terkemuka di bawah ini adalah pendapat pribadi penulis sebagai sarjana hukum, pendapat mana tidak dapat dijadikan landasan hukum dalam menilai perkara di pengadilan dan tidak dimaksudkan untuk melakukan monopoli kebenaran. Sesungguhnya kebenaran sejati hanya milik Allah SWT.</div><br />
<div style="text-align: left;"><b>Kerangka Pikir tentang Dasar Hukum Tindakan Penahanan atas Diri Tersangka atau Terdakwa yang Disangka atau Didakwa Melakukan Tindak Pidana Kekejaman, Kekerasan atau Ancaman Kekerasan, atau Penganiayaan terhadap Anak</b> <b>Sebagaimana Diatur dan Diancam Pidana dalam Pasal 80 ayat (1) Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak</b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum dengan surat perintah penahanan, atau Hakim dengan surat penetapan penahanan dalam hal serta cara-cara yang diatur dalam KUHAP termasuk di dalamnya berupa kewenangan untuk memerintahkan penahanan lanjutan (perpanjangan penahanan) yang berada di tangan penuntut umum, hakim/ketua pengadilan dalam setiap tingkatan peradilan [vide: Pasal 1 ayat (21) jo. Pasal 20 jis. Pasal 24, s/d Pasal 29 KUHAP].<br />
<br />
Adapun jenis penahanan yang dikenal dalam hukum acara yaitu berupa; 1) penahanan rumah tahanan negara; 2) penahanan rumah; dan 3) penahanan kota, dimana kewenangan untuk memberikan perintah penahanan dalam setiap tingkat pemeriksaan disertai dengan kewenangan mengalihkan jenis tahanan yang harus dijalani oleh tersangka/terdangka. [vide: <span style="font-size: small;">Pasal 22 ayat (1) jo. </span><span style="font-size: small;">Pasal 23 ayat (1) KUHAP].</span><br />
<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
<span style="font-size: small;">Dalam hal terdakwa tidak ditahan mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan dan persidangan hingga saat tiba waktu sidang pembacaan putusan, maka menurut Pasal 193 ayat (2) huruf a KUHAP, hakim yang memeriksa dan mengadili perkara yang bersangkutan dapat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan apabila penahanan tersebut memenuhi Pasal 21 KUHAP dan terdapat alasan untuk itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Kewenangan melakukan penahanan atau penahanan lanjutan (perpanjangan penahanan) atau penahanan pada saat menjatuhkan putusan oleh hakim sebagaimana diuraikan di atas harus memenuhi syarat sahnya penahanan dalam Pasal 21 KUHAP antara lain sebagai berikut :</span><br />
<ol><li><span style="font-size: small;">Adanya dugaan keras sebagai pelaku tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup dan terdapat keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana (vide: Pasal 21 ayat (1) KUHAP).</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Penahanan dilakukan secara tertulis kepada terdakwa berupa surat perintah penahanan untuk penyidik dan penuntut umum, atau surat penetapan penahanan untuk hakim, surat mana harus mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan. Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim tersebut harus diberikan kepada keluarga terdakwa (vide: Pasal 21 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP)</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Penahanan hanya dapat dilakukan terhadap tindak pidana yang disebutkan dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP </span></li>
</ol></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Terkait dengan 3 (tiga) syarat sahnya penahanan dalam Pasal 21 KUHAP di atas dalam hubungannya dengan pokok permasalahan dalam catatan ini yaitu untuk menjawab pertanyaan: apakah tersangka/terdakwa yang diduga melakukan perbuatan yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 80 ayat (1) Undang Undang No. 23 Tahun 2002 dapat dilakukan penahanan?, akan diuraikan dalam pembahasan di bawah ini dengan terlebih dahulu dikemukakan pokok-pokok pikiran sebagai berikut :</span><br />
<ol><li><span style="font-size: small;">Pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP menggariskan penahanan hanya dapat dilakukan terhadap terdakwa yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Selanjutnya pada huruf b pasal tersebut disebutkan tindak pidana lainnya yang pelakunya dapat dilakukan penahanan sebagai pengecualian dari Pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP tersebut yaitu antara lain Pasal 351 ayat (1) KUHP.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Pasal 351 ayat (1) KUHP </span><span style="font-size: small;">diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500 (empat ribu lima ratus rupiah) sedangkan </span><span style="font-size: small;">Pasal 80 ayat (1) Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 72.000.000,- (tujuh puluh dua juta rupiah).</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Ditinjau dari unsur perbuatan yang dapat dipidana, antara Pasal 351 ayat (1) KUHP dengan Pasal 80 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terdapat kesamaan yang bersifat prinsip yaitu, unsur penganiayaan. </span></li>
<li><span style="font-size: small;">Ditinjau dari sisi historis, pengundangan Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak oleh pembuat undang-undang dimaksudkan untuk mengatur secara khusus keseluruhan aspek yang berkaitan dengan perlindungan anak karena berbagai undang-undang yang telah ada hanya mengatur hal-hal tertentu mengenai anak (vide: konsiderans huruf f Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan dalam paragraf dua penjelasan umum undang undang tersebut), </span></li>
<li><span style="font-size: small;">Bila tinjauan dari sisi historis di atas dihubungkan dengan tinjauan mengenai sifat pengaturan tindak pidananya maka perbuatan yang diatur dan diancam pidana dalam Undang Undang Perlindungan Anak tersebut merupakan pengkhususan dari tindak pidana yang diatur di KUHP sebagai tindak pidana umum. </span></li>
<li><span style="font-size: small;">Lalu jika tinjauan mengenai sifat khusus Undang Undang Perlindungan anak terhadap KUHP tersebut dihubungkan dengan keberadaan Pasal 351 ayat (1) KUHP dan <span style="font-size: small;">Pasal 80 ayat (1) Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang mempunyai persamaan prinsip dalam hal unsur perbuatan yang dapat dipidana pada kedua ketentuan pidana tersebut, </span>maka dapat disimpulkan, Pasal 80 ayat (1) Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah pengkhususan dari Pasal 351 ayat (1) KUHP, pengkhususan mana terletak pada siapa korban dari tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku penganiayaan tersebut, yaitu: anak.</span></li>
</ol><span style="font-size: small;">Dari pokok-pokok pikiran yang telah dikemukakan di atas dalam hubungannya satu dengan yang lain, diperoleh hipotesa (kesimpulan awal) bahwa :</span></div><blockquote><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Pasal 80 ayat 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah ketentuan pidana khusus dari Pasal 351 ayat (1) KUHP. (Selanjutnya disebut Hipotesa I)</span></div></blockquote><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"></span><span style="font-size: small;"></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Berikutnya, penulis akan mengemukakan pokok-pokok pikiran sebagai berikut :</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><ol><li><span style="font-size: small;">Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang Undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak atau peraturan perundang-undangan lainnya kecuali Undang Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP tidak mengatur secara khusus mengenai acara penahanan terhadap tersangka atau terdakwa pelaku tindak pidana yang diatur dan diancam pidana dalam Undang Undang Perlindungan Anak tersebut dalam hal pelaku yang bersangkutan sudah berumur 18 tahun dan/atau berumur lebih dari 18 tahun.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">KUHAP berlaku menjadi dasar bagi pelaksanaan hukum acara pidana dalam lingkungan peradilan umum sepanjang tidak diatur lain oleh undang undang yang lebih khusus, </span><span style="font-size: small;">hal ini sejalan dengan doktrin yang telah diterima luas oleh para sarjana dimana doktrin hukum tersebut mengajarkan bahwa dalam hal suatu peraturan tidak diatur dalam aturan khusus maka aturan umum yang berkaitan berlaku terhadap peraturan tersebut. </span><br />
<span style="font-size: small;"></span></li>
</ol></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Dari pokok-pokok pikiran angka 1 dan angka 2 di atas dalam hubungannya satu sama lain lalu dihubungkan dengan ketentuan mengenai penahanan maka dapat diperoleh hipotesa :</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"></span></div><blockquote><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-size: small;"></span>Ketentuan hukum acara mengenai penahanan dalam Pasal 21 KUHAP juga berlaku dalam penegakan ketentuan pidana yang diatur dalam Undang Undang Perlindungan Anak (Selanjutnya disebut hipotesa II) </span></div></blockquote><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Lalu bila doktrin hukum dalam pokok pikiran angka 2 di atas dihubungkan dengan Hipotesa I dan Hipotesa II maka dapat diperoleh hipotesa baru yaitu Hipotesa III sebagai berikut :</span></div><blockquote><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Ketentuan hukum acara mengenai penahanan yang berlaku untuk Pasal 351 ayat (1) KUHP (ketentuan pidana umum) juga berlaku pada Pasal 80 ayat (1) Undang Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak (ketentuan pidana khusus).</span></div></blockquote><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Dari uraian di atas, bila Hipotesa I, Hipotesa II dan Hipotesa III dalam hubungannya satu dengan yang lain lalu dikaitkan dengan syarat sah penahanan dalam Pasal 21 ayat (4) huruf b maka diperoleh tesis (kesimpulan akhir) :</span></div><blockquote><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Pasal 80 ayat (1) Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak termasuk dalam tindak pidana yang atas diri pelakunya dapat dilakukan penahanan sebagaimana maksud Pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP.</span></div></blockquote><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"></span><b><span style="font-size: small;">Penutup/Simpulan</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
<span style="font-size: small;">Pada bagian ini penulis akan menarik kesimpulan berdasarkan uraian pembahasan di atas yaitu sebagai berikut :</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><ol style="text-align: justify;"><li>Apabila berdasarkan bukti yang cukup seorang tersangka atau terdakwa diduga melakukan perbuatan yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 80 ayat (1) Undang Undang No. 23 Tahun 2002 dimana terdapat keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa tersbeut akan melarikan diri, atau akan merusak atau menghilangkan barang bukti, atau akan mengulangi tindak pidana maka atas diri tersangka atau terdakwa tersebut dapat dilakukan penahanan.</li>
<li>Dasar hukum yang digunakan sebagai dasar penahanan yang sah terhadap tersangka atau terdakwa yang diduga melakukan perbuatan yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 80 ayat (1) Undang Undang No. 23 Tahun 2002 adalah Pasal 21 KUHAP.</li>
</ol></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">*gambar: http://t3.gstatic.comimages?q=tbn:ANd9GcQIT8qbfXGZ5ehvZnV2xikgzuY3g0qu7bXiMcyPulWWT7mS8WA&t=1&usg=__lmBDIZSAGsdYvc9aP9JyxFMdKD0= </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;">(blog.telematika.co.id / <span id="rg_hr">primaironline.com)</span></span></div></div>Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-35437352603886242972010-10-24T10:03:00.010+08:002010-11-03T11:27:59.315+08:00Pemberantasan Cyber Crime dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia [Bagian Pertama]<div style="text-align: justify;"><b>Mengenal <i>Cyber Crime</i> (Gambaran Umum)</b><br />
<br />
<span class="Apple-style-span" style="font-size: x-large;">P</span>esatnya perkembangan teknologi informasi pada era informasi digital dewasa ini dirasakan semakin memegang peranan penting dalam peradaban manusia karena telah dimanfaatkan secara meluas di hampir semua sendi kehidupan. Berbagai kegiatan dan interaksi sehari-hari yang dahulu hanya bisa dilakukan di dunia nyata (<i>real world</i>) kini telah dapat dijalankan di depan layar komputer yang tentunya komputer tersebut terhubung dalam suatu jaringan sistem komputer yang menggunakan infrastuktur sistem komunikasi atau populer dikenal dengan nama internet (<i>the network of networks / </i><i>network of computers network</i>).<br />
<br />
<a name='more'></a>Internet, dikatakan sebagai <i>the network of network </i>atau <i>network of computers network</i> karena sesungguhnya ia merupakan suatu jaringan besar yang terdiri dari sejumlah besar jaringan komputer dari seluruh dunia yang saling terhubung antara satu dengan yang lainnya dengan menggunakan protokol TCP/IP. Masyarakat penggunanya kemudian dikenal dengan istilah <i>internet global community</i> dan mereka seakan-akan mendapati suatu dunia baru yang dinamakan <i>cyber space</i>.<sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: x-small;">[1]</span></sup></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">M. Arsyad Sanusi<sup><sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: x-small;">[2]</span></sup></sup> menjelaskan, makna teknologi informasi adalah mencakup keseluruhan metode teknis yang dapat digunakan untuk mencari, menciptakan, memproses, menyimpan, mentransmisikan, dan atau menyebarluaskan data-data, teks, gambar-gambar, suara-suara, kode-kode, program-program komputer, software, data base, dan sejenisnya. Adapun untuk pengertian <i>cyber space, </i>penulis merujuk pada penjelasan Edmon Makarim<sup><sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: x-small;">[3]</span></sup></sup> yang mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan <i>cyber space</i> adalah sistem informasi/komunikasi elektronik berbasiskan komputer yang merupakan perwujudan konkrit dari konvergensi teknologi informasi, media dan telekomunikasi (telematika).</div><div style="text-align: justify;">Pemanfaatan teknologi informasi di <i>cyber space</i> melalui jaringan internet tersebut memberikan kontribusi positif di berbagai bidang kehidupan, sebut saja antara lain; <i>e-education, e-banking, e-travel, e-government, e-commerce</i>, dan lain-lain. Namun seiring dengan perkembangan teknologi informasi tersebut, kejahatan berbasis tekhnologi informasi juga semakin marak terjadi, misalnya; <i>cyber pornography, cyber gambling, cyber terrorism, cyber fraud, cyber laundering</i>, dan lain-lain sebagai sisi gelap (negatif) dari penyalahgunaan teknologi informasi, kejahatan-kejahatan mana secara umum disebut dengan <i>cyber crime</i>.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Golose (2008)<sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: x-small;">[4]</span></sup> mengemukakan,<i> cyber crime </i>dapat diartikan sebagai perbuatan melawan hukum dan/atau tanpa hak berbasis teknologi informasi atau dengan memakai komputer dan/atau jaringan komputer sebagai sarana atau alat sehingga menjadikan komputer dan/atau jaringannya sebagai obyek maupun subyek tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja. Selanjutnya dalam catatan ini penulis memaknai <i>cyber crime</i> sebagai tindak pidana teknologi informasi dalam kaitannya dengan tindak pidana khusus yang diatur di luar KUHP.</div><div class="MsoNormal"><div style="text-align: justify;"></div></div><div class="MsoNormal"><div style="text-align: justify;"><br />
Perbedaan prinsip antara <i>cyber crime</i> (kejahatan <i>online</i>) dengan tindak pidana konvensional (kejahatan <i>offline</i>) terletak pada basis teknologi informasi yang digunakan pelaku dalam melakukan kejahatannya. Berikut penulis akan memaparkan perbedaan antara <i>cybercrime</i> dengan kejahatan konvensional dalam tabel di bawah ini :<sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: x-small;">[5]</span></sup></div></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TMLA9_590AI/AAAAAAAAA90/Au7dzuj51ws/s1600/Tabel+1.gif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="300" src="http://2.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TMLA9_590AI/AAAAAAAAA90/Au7dzuj51ws/s400/Tabel+1.gif" width="450" /></a></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal">Selanjutnya karakterisktik dari <i>cyber crime</i> sebagai berikut :<sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: x-small;">[6]</span></sup><br />
<div class="MsoNormal"></div><ul><li>Tidak mudah terdeteksi (<i>anonymity</i>).</li>
<li>Mudah diakses (i<i>nternet cafes, wireless LAN, mobile internet services</i>)</li>
<li>Murah dan banyak referensi.</li>
<li><i>Uncensored.</i></li>
<li>Berjaringan luas.</li>
<li>Banyak fitur (<i>blogs, web sites, mailing list, jejaring sosial, interactive online interaction; web forums, instant messaging; google maps; google earth</i>; dll).</li>
<li>Mudahnya memperoleh <i>software encryption</i> dan <i>security.</i></li>
<li>Lintas batas, lintas waktu dan lintas tujuan, melampaui hukum nasional.</li>
<li>Perkembangan <i>bandwidth</i> dan <i>software</i>.</li>
<li>Dapat mengubah internet <i>address</i> secara cepat.</li>
<li>Dapat memperoleh <i>hosting services</i> dari berbagai negara di seluruh dunia.</li>
</ul><div style="text-align: justify;"></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><span style="color: black;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Sementara itu, konsep sistem peradilan pidana (<i>integrated criminal justice system</i>) yang dikenal di Indonesia ialah suatu keadaan dimana terjalinnya hubungan yang bersifat fungsional dan instansional yaitu koordinasi di antara sub sistem satu dengan lainnya menurut fungsi dan kewenangannya masing-masing sebagaimana fungsi dan kewenangan yang diatur dalam hukum acara pidana dalam rangka menegakkan hukum pidana yang berlaku. Berarti, sistem peradilan pidana (<i>integrated criminal justice system</i>) meliputi proses penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di persidangan hingga pada pelaksanaan putusan pengadilan. <st1:city w:st="on">Ada</st1:city> pun sub sistem yang terkait ialah penyidik, jaksa/penuntut umum, badan peradilan di lingkungan peradilan umum, penasihat hukum, dan lembaga pemasyarakatan.<o:p></o:p></span></span><sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: x-small;">[7]</span></sup></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><span style="color: black;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Hubungan koordinasi fungsional dan instansional di antara sub sistem dalam sistem peradilan pidana sesuai dengan fungsi dan kewenangannya masing-masing sebagaimana dimaksud di atas, meliputi antara lain;<o:p></o:p></span></span><sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: x-small;">[8]</span></sup></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><blockquote>Hubungan koordinasi fungsional dan instansional antara:</blockquote></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-list: l0 level1 lfo1; tab-stops: list 18.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;"></div><ol><li><span style="color: black;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Penyidik dengan penuntut umum;</span></span></li>
<li><span style="color: black;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Penyidik dengan pengadilan;</span></span></li>
<li><span style="color: black;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Penyidik dengan pejabat pegawai negeri sipil;</span></span></li>
<li><span style="color: black;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Penyidik dengan penasihat hukum;</span></span></li>
<li><span style="color: black;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Penuntut umum dengan pengadilan;</span></span></li>
<li><span style="color: black;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Jaksa, lembaga pemasyarakatan dan pengadilan;</span></span></li>
<li><span style="color: black;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Penasihat hukum dengan pengadilan.</span></span></li>
</ol><div style="text-align: justify;">Sistem Peradilan Pidana sebagaimana telah disebut di atas berjalan atas pengaturan hukum acara yang berlaku, sistem mana apabila dihubungkan dengan karakteristik <i>cybercrime</i> maka dapat dipahami dalam penegakan hukum dan perumusan perbuatan yang dapat dipidana terkait usaha pemberantasan kejahatan <i>online</i> dibutuhkan hukum pidana formil maupun materiil yang lebih khusus dari pada sistem peradilan yang berjalan dalam penegakan hukum terhadap kejahatan <i>offline </i>dengan tujuan untuk memberikan rasa aman, keadilan dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi informasi.</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><span style="color: black;"><o:p><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></o:p></span></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;"><span style="color: black;"><o:p><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Lebih lanjut tentang sistem peradilan pidana dan bagaimana pengaturan tentang perbuatan yang dapat dipidana tekait <i>cyber crime</i> akan dibahas pada bagian lain catatan ini.</span></o:p></span></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: right;"><b>Bersambung...</b></div><div style="margin: 0cm; text-align: justify;"><b>Go to : <a href="http://www.blogger.com/goog_1856019227">Bagian Kedua :</a></b><a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/2010/11/pemberantasan-cyber-crime-dalam-sistem.html"><b>Pemberantasan <i>Cyber Crime</i> Sebelum Berlakunya Undang Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)</b></a></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br />
<b>----------------------------------------------- </b><br />
<b>Bahan Bacaan :</b></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br />
</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><b>Buku</b></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"></div><ul><li>M. Arsyad Sanusi, <i>Hukum dan Teknologi Informasi</i>, Cetakan ke-3 Tahun 2005, ISBN No. 979-3306-07-6</li>
<li>Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik <st1:country-region w:st="on">Indonesia</st1:country-region>, <i>101 Tanya Jawab Seputar UU ITE</i>, Cetakan Kedua, 2010.</li>
</ul><br />
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><b>Makalah</b></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"></div><ul><li>Edmon Makarim, <i>Konsep Pengaturan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik</i>, disampaikan dalam Kegiatan Bimbingan Teknis UU ITE di Palu, 21 April 2010.</li>
<li>Ratno Kuncoro, <i>Perkembangan Kasus Cyber Crime di Indonesia</i>, disampaikan dalam Kegiatan Bimbingan Teknis UU ITE di Palu, 21 April 2010.</li>
</ul><br />
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><b>Internet</b></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"></div><ul><li>Zain Al Ahmad, Memahami <i>Sistem Peradilan Pidana di Indonesia</i>, Blawg Catatan Sang Pengadil, <a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/">http://catatansangpengadil.blogspot.com/</a> , 2010.</li>
</ul><br />
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="color: black;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><b>Catatan Kaki :</b><o:p></o:p></span></span></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="color: black;"><o:p><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"> </span></o:p></span><sup><span style="color: black;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">1</span></sup></span></span></sup><span style="color: black;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">M. Arsyad Sanusi, Hukum dan Teknologi Informasi, Cetakan ke-3 Tahun 2005, ISBN No. 979-3306-07-6, hlm 93.</span></span></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="color: black;"><o:p><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"> </span></o:p></span><sup><span style="color: black;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">2</span></sup></span></span></sup><span style="color: black;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Ibid, hlm 7.</span></span></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="color: black;"><o:p><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"> </span></o:p></span><sup><span style="color: black;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">3</span></sup></span></span></sup><span style="color: black;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Edmon Makarim, Konsep Pengaturan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, makalah, disampaikan dalam Kegiatan Bimbingan Teknis UU ITE di Palu, 21 April 2010.</span></span></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="color: black;"><o:p><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"> </span></o:p></span><sup><span style="color: black;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">4</span></sup></span></span></sup><span style="color: black;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Sebagaimana dikutip oleh Ratno Kuncoro dalam makalahnya berjudul Perkembangan Kasus Cyber Crime di Indonesia, makalah mana disampaikan dalam Kegiatan Bimbingan Teknis UU ITE di Palu, 21 April 2010.</span></span></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="color: black;"><o:p><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"> </span></o:p></span><sup><span style="color: black;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">5</span></sup></span></span></sup><span style="color: black;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik <st1:country-region w:st="on">Indonesia</st1:country-region>, 101 Tanya Jawab Seputar UU ITE, Cetakan Kedua, 2010, hlm. 30.</span></span></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="color: black;"><o:p><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"> </span></o:p></span><sup><span style="color: black;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">6</span></sup></span></span></sup><span style="color: black;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Kuncoro, Loc.Cit.</span></span></div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="color: black;"><o:p><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"> </span></o:p></span><sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">7</span></sup>Zain Al Ahmad, Memahami Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Blawg Catatan Sang Pengadil, <a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/">http://catatansangpengadil.blogspot.com/</a> Oktober 2010.</div><div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="color: black;"><o:p><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"> </span></o:p></span><sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">8</span></sup>Ibid.</div></div>Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-196019493566958622010-10-24T09:10:00.006+08:002010-11-02T21:37:27.059+08:00Memahami Sistem Peradilan Pidana (Integrated Criminal Justice System) di Indonesia<div style="text-align: center;"><span class="Apple-style-span"><b><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Oleh : <a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/p/zain-al-ahmad.html">Zain Al Ahmad</a></span></b></span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br />
</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Konsep sistem peradilan pidana (integrated criminal justice system) yang dikenal di Indonesia ialah suatu keadaan dimana terjalinnya hubungan yang bersifat fungsional dan instansional yaitu koordinasi di antara sub sistem satu dengan lainnya menurut fungsi dan kewenangannya masing-masing sebagaimana fungsi dan kewenangan yang diatur dalam hukum acara pidana dalam rangka menegakkan hukum pidana yang berlaku. Berarti, sistem peradilan pidana (integrated criminal justice system) meliputi proses penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di persidangan hingga pada pelaksanaan putusan hakim. Ada pun sub sistem yang terkait ialah penyidik, jaksa/penuntut umum, badan peradilan di lingkungan peradilan umum, penasihat hukum, dan lembaga pemasyarakatan.</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"></span><br />
<a name='more'></a><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Hubungan koordinasi fungsional dan instansional di antara sub sistem dalam sistem peradilan pidana sesuai dengan fungsi dan kewenangannya masing-masing sebagaimana dimaksud di atas, meliputi antara lain; </span></div><blockquote><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">hubungan koordinasi fungsional dan instansional antara:</span></div></blockquote><div style="text-align: justify;"></div><ol><li><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Penyidik dengan penuntut umum;</span></li>
<li><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Penyidik dengan pengadilan;</span></li>
<li><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Penyidik dengan pejabat pegawai negeri sipil;</span></li>
<li><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Penyidik dengan penasihat hukum;</span></li>
<li><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Penuntut umum dengan pengadilan;</span></li>
<li><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Penuntut umum dengan pengadilan;</span></li>
<li><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Jaksa, lembaga pemasyarakatan dan pengadilan;</span></li>
<li><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Penasihat hukum dengan pengadilan.</span></li>
</ol><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Berikut ini penulis akan menguraikan hubungan koordinasi antara sub sistem tersebut berdasarkan pengaturan dalam Undang Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.</span><br />
<div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Ad. 1 Hubungan Koordinasi Fungsional dan Instansional antara Penyidik dengan Penuntut Umum</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TMOGdDEgOzI/AAAAAAAAA98/_LPsBDuOHDc/s1600/Penyidik+-+PU.gif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><img border="0" height="245" src="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TMOGdDEgOzI/AAAAAAAAA98/_LPsBDuOHDc/s400/Penyidik+-+PU.gif" width="400" /></span></a></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Ad. 2 Hubungan Koordinasi Fungsional dan Instansional antara Penyidik dengan Pengadilan</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TMOGSjcOMlI/AAAAAAAAA94/4P20Yc7pAxo/s1600/Penyidik+-+Pengadilan.gif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><img border="0" height="215" src="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TMOGSjcOMlI/AAAAAAAAA94/4P20Yc7pAxo/s400/Penyidik+-+Pengadilan.gif" width="400" /></span></a></div><div class="MsoNormal"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Ad. 3 Hubungan Koordinasi Fungsional dan Instansional antara Penyidik dengan Pejabat Pegawai Negeri Sipil</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TMOGmt9xB1I/AAAAAAAAA-A/IdI_nDkduFk/s1600/Penyidik+-+PPNS.gif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><img border="0" height="88" src="http://1.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TMOGmt9xB1I/AAAAAAAAA-A/IdI_nDkduFk/s400/Penyidik+-+PPNS.gif" width="400" /></span></a></div><div class="MsoNormal"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Ad. 4 Hubungan Koordinasi Fungsional dan Instansional antara Penyidik dengan Penasihat Hukum</span></div><div class="MsoNormal"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TMOGtnVPraI/AAAAAAAAA-E/KNzYG-Y8eYM/s1600/Penyidik+-+PH.gif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><img border="0" height="206" src="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TMOGtnVPraI/AAAAAAAAA-E/KNzYG-Y8eYM/s400/Penyidik+-+PH.gif" width="400" /></span></a></div><div class="MsoNormal"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Ad. 5 Hubungan Koordinasi Fungsional dan Instansional antara Penuntut Umum dengan Pengadilan</span></div><div class="MsoNormal"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TMOG1KtfXmI/AAAAAAAAA-I/yVYPaWxuclw/s1600/PU+-+Pengadilan.gif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><img border="0" height="113" src="http://2.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TMOG1KtfXmI/AAAAAAAAA-I/yVYPaWxuclw/s400/PU+-+Pengadilan.gif" width="400" /></span></a></div><div class="MsoNormal"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Ad. 6 Hubungan Koordinasi Fungsional dan Instansional antara Jaksa, Lembaga Pemasyarakatan dengan Pengadilan</span></div><div class="MsoNormal"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TMOG9Z860qI/AAAAAAAAA-M/NTd4SNy1O18/s1600/Jaksa,+Pengadilan+dan+LP.gif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><img border="0" height="88" src="http://1.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TMOG9Z860qI/AAAAAAAAA-M/NTd4SNy1O18/s400/Jaksa,+Pengadilan+dan+LP.gif" width="400" /></span></a></div><div class="MsoNormal"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Ad. 7 Hubungan Koordinasi Fungsional dan Instansional antara Penasihat Hukum dengan Pengadilan</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TMOHGMt3WsI/AAAAAAAAA-Q/F5Rt6Jp90R4/s1600/Pengadilan+-+PH.gif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><img border="0" height="116" src="http://1.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TMOHGMt3WsI/AAAAAAAAA-Q/F5Rt6Jp90R4/s400/Pengadilan+-+PH.gif" width="400" /></span></a></div><div class="MsoNormal"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></div>Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-4940307165224513242010-10-21T20:52:00.007+08:002010-11-02T21:22:11.934+08:00Pembagian Beban Pembuktian dalam Praktek Peradilan Perdata<div style="text-align: justify;"><div style="text-align: center;">Oleh : <b><a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/p/zain-al-ahmad.html">Zain Al Ahmad, SH</a></b></div><br />
<a href="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TMA6Rup0IqI/AAAAAAAAA9w/f_X-NX-b4Qw/s1600/fair+trial.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="100" src="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TMA6Rup0IqI/AAAAAAAAA9w/f_X-NX-b4Qw/s200/fair+trial.jpg" width="100" /></a><span class="Apple-style-span" style="font-size: x-large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia,'Times New Roman',serif;">H</span></span>akim yang memeriksa perkara perdata berwenang membagi beban pembuktian di antara para pihak yang bersengketa. Pembagian beban pembuktian tersebut dilaksanakan dengan mengingat asas <i>fair trial</i> dalam persidangan sehingga harus dilakukan dengan adil dan tidak berat sebelah karena suatu pembagian beban pembuktian yang berat sebelah berarti a priori menjerumuskan pihak yang menerima beban yang terlampau berat dalam jurang kekalahan.<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span><br />
<a name='more'></a><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Hukum pembuktian mengajarkan bahwa pembagian beban pembuktian dilaksanakan berdasarkan atas prinsip berikut ini : </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><blockquote>Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah hak orang lain, menunjukkan pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.<sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: x-small;">[1]</span></sup></blockquote></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Perlu dicatat bahwa beban pembuktian yang diletakkan kepada pihak yang harus membuktikan sesuatu yang negatif adalah lebih berat dari pada beban pembuktian pihak yang harus membuktikan sesuatu yang positif, yang tersebut terakhir ini dibebankan kepada pihak yang lebih mampu untuk membuktikannya.<sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: x-small;">[2]</span></sup></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
Sehubungan dengan itu, Prof. R. Subeki, SH<sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: x-small;">[3]</span></sup> mengemukakan pada pokoknya agar Hakim jangan sampai memerintahkan untuk membuktikan hal yang negatif yaitu janganlah membebankan kepada si penjual bahwa ia belum menerima pembayaran karena akan lebih mudah bagi si pembeli untuk membuktikan bahwa ia sudah membayar.<sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: x-small;">[4]</span></sup></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
Dapat dijelaskan lebih lanjut tentang membuktikan sesuatu yang negatif atau positif dengan contoh kasus di berikut ini :</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><blockquote>A menggugat C melakukan perbuatan melawan hukum karena C menguasai tanah milik A dan saudara-saudaranya tanpa alas hak yang sah, tanah mana merupakan harta warisan dari Almarhum B. Sementara C mendalilkan tanah tersebut telah dijual oleh Almarhum B kepadanya pada saat Almarhum B masih hidup dan Almarhum B telah menerima pembayaran sesuai dengan harga yang disepakati.</blockquote></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Bersandar pada pendapat Prof. R. Subeki, SH di atas maka pembagian beban pembuktian dapat dilakukan sebagai berikut :</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><ol><li>Pembuktian tentang adanya alas hak atas tanah obyek sengketa dan tentang adanya hubungan hukum antara A dengan Almarhum B dibebankan kepada pihak A.</li>
<li>Pembuktian tentang adanya transaksi jual beli atas tanah obyek sengketa antara C dengan Almarhum B dan tentang harga tanah obyek sengketa telah dibayar lunas serta tentang Almarhum B telah menerima uang pembayaran tersebut, dibebankan kepada pihak C.</li>
</ol></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Dari contoh kasus di atas dapat dipahami bahwa beban pembuktian angka 1 (satu) akan lebih mudah dibuktikan oleh pihak A, demikian pula dengan beban pembuktian angka 2 (dua) akan lebih mudah dibuktikan oleh pihak C karena baik beban pembuktian pada angka 1 (satu) maupun pada angka 2 (dua) adalah pembuktian sesuatu yang positif. </span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
Namun jika posisi beban pembuktian tersebut dibalik; angka 1 (satu) kepada C dan angka 2 (dua) kepada A, maka pembagian beban yang seperti itu berarti mewajibkan A atau C untuk membuktikan sesuatu yang negatif.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">_____________________________________<br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">Catatan Kaki</span></b><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"> :</span></span><br />
<sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">1</span></sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">Periksa Pasal 163 HIR, Pasal 203 RbG jo. Pasal 1865 KUHPerdata</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">2</span></sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">Beliau adalah mantan Ketua Mahkamah Agung R.I / Guru besar Hukum Perdata.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">3</span></sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">Baca : Prof. R. Subekti, SH, “Hukum Pembuktian”. Cetakan ke 16, Penerbit : Pradnya Paramita, Tahun 2007, halaman 15 – 17. </span></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">4</span></sup><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">Lihat : Putusan Mahkamah Agung RI No. 547 K/Sip/1972, tanggal 5 Maret 1972.</span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"><br />
</span> </span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">*sumber gambar : </span></span><span class="Apple-style-span" style="color: green; font-family: arial,sans-serif; line-height: 15px; white-space: nowrap;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">childtherapytechniques.com</span></span></div>Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-64324461159182858162010-10-21T16:08:00.007+08:002010-11-02T21:20:45.113+08:00Mengenal Prinsip-Prinsip Pemeriksaan Gugatan Voluntair dan Gugatan Contentiosa*<div style="text-align: center;"><div style="text-align: center;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Oleh : </span><b><a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/p/zain-al-ahmad.html"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Zain Al Ahmad, SH</span></a></b></div></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TL_0pB-TdoI/AAAAAAAAA9s/-JPMb3P4vEc/s1600/images.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="195" src="http://1.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TL_0pB-TdoI/AAAAAAAAA9s/-JPMb3P4vEc/s200/images.jpg" width="200" /></a></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: x-large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia,'Times New Roman',serif;">H</span></span>ukum Acara Perdata mengenal ada dua jenis gugatan yang dapat diperiksa dan diadili di pengadilan yaitu gugatan </span><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">voluntair</span></i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"> dan gugatan </span><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">contentiosa<sup><span class="Apple-style-span" style="font-style: normal;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: x-small;">[1]</span></span></sup></span></i><span class="Apple-style-span">.</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Gugatan <i>voluntair</i> sering juga disebut gugatan permohonan adalah permasalahan perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan yang ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan, permohonan mana merupakan kepentingan sepihak dari pemohon yang tidak mengandung sengketa dengan pihak lain. </span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"></span><br />
<a name='more'></a><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Sedangkan yang dimaksud dengan gugatan </span><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">contentiosa </span></i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">atau yang lebih dikenal dengan nama gugatan atau gugatan perdata ialah gugatan perdata yang mengandung sengketa diantara pihak yang berperkara yang pemeriksaan penyelesaiannya diberikan dan diajukan kepada pengadilan dimana pihak yang mengajukan gugatan disebut dan bertindak sebagai Penggugat dan pihak yang ditarik dalam guagatan disebut dan bertindak sebagai Tergugat, gugatan mana berdasarkan dalil/alasan hukum yang mengandung sengketa.</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Dari pengertian di atas maka dapat kita ketahui ciri-ciri gugatan voluntair dan gugatan </span><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">contentiosa</span></i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"> adalah sebagai berikut :</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">ciri gugatan </span><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">voluntair</span></i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"> :</span></div><ol><li style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Masalah yang diajukan berisi kepengtingan sepihak semata.</span></li>
<li style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Permasalahan yang dimohon penyesuaian oleh pengadilan, pada prinsipnya tidak mengandung sengketa.</span></li>
<li style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Tidak ada pihak lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan.</span></li>
</ol><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">ciri gugatan contentiosa :</span></div><div><ol><li style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Ada pihak yang bertindak sebagai penggugat dan ada pula pihak yang bertindak sebagai tergugat.</span></li>
<li style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Pokok permasalahan hukum yang diajukan mengandung sengketa di antara para pihak.</span></li>
</ol><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Berbeda dengan gugatan </span><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">contentiosa</span></i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">, proses pemeriksaan di persidangan dalam perkara </span><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">voluntair</span></i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"> tidak memerlukan penegakan asas </span><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">audi alteram partem</span></i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"> dan asas memberi kesempatan yang sama karena sesuai dengan sifat gugatan </span><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">voluntair</span></i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"> hanya diajukan oleh satu pihak saja namun di lain sisi, asas kebebasan peradilan dan asas peradilan yang adil harus tetap ditegakkan.</span></div></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Terdapat pula perbedaan dalam hal bentuk putusan pengadilan. Dalam gugatan </span><i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">voluntair</span></i><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"> putusannya berbentuk penetapan yang hanya berisi diktum yang bersifat deklarator sedangkan dalam gugatan contetiosa berbentuk putusan yang diktumnya lebih komplek karena dapat berisi diktum yang bersifat konstitutif, deklaratif dan kondemnator sekaligus.</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Dari sekian banyak perbedaan yang telah diuraikan di atas, terdapat pula persamaan diantara keduanya yaitu sama-sama tunduk pada prinsip pembuktian di persidangan sebagai berikut :</span></div><div style="text-align: justify;"><ol><li><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Pembuktian harus berdasarkan alat bukti yang ditentukan undang-undang yaitu pada Pasal 164 HIR/Pasal 284 RbG/Pasal 1866 KUHPerdata dimana ditegaskan tentang alat bukti yang sah terdiri atas a) tulisan; b) keterangan saksi; c) persangkaan; d) pengakuan; dan 5) sumpah.</span></li>
<li><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Ajaran pembebanan pembuktian berdasarkan Pasal 163 HIR/Pasal 203 RbG/Pasal 1865 KUHPerdata.</span></li>
<li><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Nilai kekuatan pembuktian yang sah harus mencapai batas minimal pembuktian.</span></li>
<li><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Yang sah sebagai alat bukti hanya terbatas pada alat bukti yang memenuhi syarat formil dan materil.</span></li>
</ol><div>________________________________</div><div><span class="Apple-style-span" style="font-size: x-small; line-height: 14px;">*disarikan dari : M. Yahya Harahap, S.H., Hukum Acara Perdata (Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan). Penerbit: Sinar Grafika, Jakarta. 2005.</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-size: x-small; line-height: 14px;">**sumber gambar : andukot.wordpress.com</span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-size: x-small; line-height: 14px;"><sup>1</sup>sususan acara pemeriksaan dalam gugatan contentiosa mulai sidang pertama sampai dengan putusan dapat dilihat dalam skema. <a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/2010/10/skema-proses-pengambilan-putusan-dalam.html">klik di sini.</a></span></div></div>Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-76241517018593717452010-10-20T16:36:00.003+08:002010-11-02T21:23:02.470+08:00Berbagai Tipe Saksi dalam Sidang Perkara Pidana<div style="text-align: center;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia,'Times New Roman',serif;">Oleh : <a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/p/zain-al-ahmad.html"><blink><b>Zain Al Ahmad</b></blink></a></span></div><div style="text-align: justify;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TL6o1HWlWfI/AAAAAAAAA9o/OcWt26rfy3o/s1600/mata.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="149" src="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TL6o1HWlWfI/AAAAAAAAA9o/OcWt26rfy3o/s200/mata.jpg" width="200" /></a><span class="Apple-style-span" style="font-size: x-large;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Georgia,'Times New Roman',serif;">K</span></span>eterangan saksi merupakan salah satu alat bukti yang sah dalam persidangan perkara pidana, alat bukti mana menjadi penting dalam rangka membuktikan ada atau tidak adanya suatu peristiwa hukum. </div><br />
<div style="text-align: justify;">Ketentuan yang berkaitan dengan saksi dan kesaksiannya di muka sidang dapat kita temukan di dalam Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana Pasal 159 sampai dengan Pasal 188. Pada prinsipnya setiap saksi yang memberikan keterangan di muka sidang wajib mengucapkan sumpah/janji akan memberikan keterangan dengan sebenarnya tiada lain dari pada yang sebenarnya sesuai dengan cara agamanya masing-masing kecuali bagi mereka yang dibolehkan untuk memberikan keterangan tanpa sumpah sebagaimana telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan.</div><br />
<a name='more'></a>Sehubungan dengan kewajiban sumpah bagi saksi tersebut secara khusus diatur konsekuensi hukum apabila dilanggar oleh saksi dalam pengertian saksi tersebut tidak memberikan keterangan dengan sebenarnya sebagaimana lafadz sumpah yang telah ia ucapkan maka saksi yang demikian itu dapat disangka melakukan kejahatan sumpah palsu atau keterangan palsu yang diancam dengan pidana dalam Pasal 242 KUHP.<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">Dalam hal seorang keterangan seorang saksi disangka palsu maka menurut Pasal 174 ayat (1) KUHAP, Hakim Ketua Sidang mempertingatkan dengan sungguh-sungguh kepada saksi yang bersangkutan dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila saksi tersebut tetap memberikan keterangan palsu.</div><br />
<div style="text-align: justify;">Pasal 184 ayat (6) memberikan petunjuk kepada Majelis Hakim dalam menilai keterangan saksi harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan persesuaian antara keterangan saksi satu dengan lainnya, persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain, alasan yang mungkin dipergunakan untuk memberikan keterangan yang tertentu serta cara hidup dan kesusilaan serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.</div><br />
<div style="text-align: justify;">Sampai di sini, jika dikaitkan dengan alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi dalam memberikan suatu keterangan tertentu maka dapat kita bedakan tipe saksi berdasarkan tingkat kepentingannya dalam persidangan pidana yakni antara lain :</div><br />
<ol><li>Tipe saksi yang takut</li>
<li>Tipe saksi yang melebihkan fakta</li>
<li>Tipe saksi yang mengurangkan fakta</li>
<li>Tipe saksi yang objektif</li>
</ol><div>ad. 1 Tipe Saksi yang takut</div><div><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perlu diketahui sebagian besar penduduk di negara ini belum melek hukum. Mereka bahkan menganggap persidangan adalah suatu momok yang menakutkan apalagi ditambah dengan informasi keliru yang mereka dapatkan di luar sidang tentang menjadi saksi dalam persidangan. Ketakukan ini dapat membuat saksi gugup dan tidak dapat memberikan keterangan dengan baik di muka sidang. Selain rasa takut yang timbul dari kurangnya informasi tentang persidangan ada pula rasa takut jenis lain seperti takut pada terdakwa atau keluarga terdakwa atau pihak lain yang berkepentingan dengan terdakwa secara langsung maupun tidak langsung. Ketakukan jenis ini akan menjadikan seorang saksi menjadi saksi tipe yang melebihkan atau dapat juga mengurangkan fakta.</div><div><br />
</div><div>ad. 2. Tipe Saksi yang Melebihkan/Mengurangkan Fakta</div><div><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selain yang telah disebutkan dalam saksi tipe takut di atas, tipe saksi jenis ini biasanya sudah sedikit lebih paham tentang acara di persidangan dibanding dengan tipe saksi jenis yang pertama. Ia karena suatu kepentingan melebihkan fakta bisa untuk kepentingan memberatkan terdakwa atau sebaliknya untuk menringankan terdakwa.</div><div><br />
</div><div>ad. 3. Tipe Saksi Objektif</div><div><br />
</div><div style="text-align: justify;">Saksi jenis ini adalah saksi ideal yang kehadirannya akan sangat membantu kelancaran jalannya persidangan. Saksi ini akan sungguh-sungguh menerangkan dengan sebenarnya apa yang dia ketahui sesuai dengan pertanyaan yang diajukan kepadanya dan dengan tegas akan menerangkan dari mana sumber pengetahuannya tersebut.</div><div><br />
</div><div>sumber gambar : <span class="Apple-style-span" style="color: green; font-family: arial,sans-serif; font-size: small; line-height: 15px; white-space: nowrap;">blog.pnyet.web.id</span></div>Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-53044556076751801922010-10-19T11:39:00.003+08:002010-11-02T21:17:13.909+08:00Suatu Tinjauan Yuridis Terhadap Hubungan Hukum Para Pihak Dalam Pelaksanaan Putusan Tanggung Renteng Berupa Pembayaran Sejumlah Uang<div style="font-family: inherit; text-align: center;"> Oleh : <b><a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/p/zain-al-ahmad.html"><blink>Zain Al Ahmad, SH</blink></a></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><b>Pendahuluan</b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: x-large;">I</span>lmu hukum mengajarkan sedikitnya terdapat 3 (tiga) jenis putusan hakim perdata apabila ditinjau dari sifatnya, yaitu bersifat deklarator, konstitutif, dan kondemnator. Jenis putusan yang disebutkan terakhir memerlukan tindakan hukum lanjutan berupa pelaksanaan yang melibatkan partisipasi aktif dari pihak yang kalah, artinya pihak yang bersangkutan harus dengan sukarela melaksanakan putusan pengadilan, atau dengan kata lain berarti bersedia memenuhi kewajibannya untuk berprestasi yang dibebankan pengadilan melalui putusannya.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;">Dalam hal pihak yang kalah (Tergugat) tidak mau atau lalai melaksanakan putusan pengadilan maka terhadap pihak yang kalah tersebut dapat diambil tindakan paksa berupa eksekusi. Dengan demikian, eksekusi secara sempit dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh negara melalui pejabat pengadilan atas permohonan pihak yang menang, tindakan mana bermaksud agar pihak yang kalah tersebut memenuhi isi putusan pengadilan yang bersifat kondemnator. </div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
<a name='more'></a>Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa eksekusi pada hakikatnya merupakan proses terakhir penyelesaian suatu perkara yang telah diajukan ke muka sidang. Kedudukan lembaga eksekusi ini menjadi penting untuk menjamin hak-hak perseorangan atau badan hukum yang telah ditentukan oleh negara melalui putusan pengadilan. Terutama bagi pihak yang menang, eksekusi merupakan bagian yang penting bagi seluruh rangkaian perjuangannya dalam rangka mendapatkan hak-haknya melalui proses sidang perdata di pengadilan karena semua proses itu baginya akan menjadi sia-sia jika tujuan ia berperkara yaitu untuk mendapatkan haknya tidak terealisasi secara nyata. </div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;">Secara garis besar eksekusi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu eksekusi riil dan eksekusi pembayaran sejumlah uang. Sehubungan dengan eksekusi yang disebutkan terakhir memerlukan tindakan penyitaan (sita eksekusi). Hukum Acara Perdata yang berlaku (HIR/RBg) telah mengatur bahwa Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara perdata dalam rangka melaksanakan putusan itu dapat melakukan penyitaan lalu melakukan pelelangan terbuka atas barang bergerak atau bila tidak ada atau tidak mencukupi dapat juga menyita dan melelang barang tidak bergerak milik pihak yang kalah sebanyak harga yang wajib dibayar ditambah biaya pelaksanaan putusan pengadilan.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><b>Permasalahan</b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;">Telah tersebut di atas bahwa eksekusi merupakan upaya paksa terhadap pihak yang tidak dengan sukarela melaksanakan perintah putusan yang dibebankan kepadanya. Keadaan pihak yang kalah tidak dengan sukarela melaksanakan putusan pengadilan dalam praktek berhukum di negeri ini dapat berbentuk tindakan menghalang-halangi eksekusi dan di titik ekstrim berbentuk perlawanan fisik terhadap petugas eksekusi dengan tujuan agar eksekusi tidak dilaksanakan. </div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;">Tentunya keadaan-keadaan itu merupakan masalah tersendiri dan di samping keadaan ekstrim tersebut juga terdapat beberapa permasalahan menyangkut persoalan-persoalan teknis peradilan yang lain sehingga mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan eksekusi. Misalnya secara khusus penulis sebutkan yaitu masalah objek penyitaan yang tidak jelas atau berbenturan dengan peraturan perundang-undangan lain mengenai penyitaan harta pihak yang kalah dalam rangka pelaksanaan eksekusi. </div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;">Catatan ini tidak akan membahas secara keseluruhan masalah-masalah tersebut namun akan membatasi diri pada hubungan hukum antara pihak yang menang (pemohon eksekusi) dengan pihak yang kalah (termohon eksekusi). Untuk memperjelas dan mempersempit ruang lingkup pembahasan dalam catatan ini, maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut :</div><div style="text-align: justify;"><blockquote><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit;">Bagaimanakah hubungan hukum antara Penggugat dengan Para Tergugat dan antara sesama Para Tergugat sebagai akibat hukum dari putusan tanggung renteng mengenai pembayaran sejumlah uang sehubungan dengan pelaksanaan putusan tersebut?</div></blockquote></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><b>Pembahasan</b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-right: -0.45pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-right: -0.45pt; text-align: justify;">Suatu putusan (kondemnator) yang memuat perintah tanggung renteng berupa pembayaran sejumlah uang mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa serta sekaligus menjadi landasan perikatan antara para pihak. Amar putusan tersebut biasanya berbunyi : </div><div style="text-align: justify;"><blockquote><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-right: 30.6pt;"><i>Menghukum kepada Tergugat I, II … dst untuk membayar ganti rugi secara tanggung renteng kepada Penggugat sebesar Rp. ………………. </i></div></blockquote></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-right: -0.45pt; text-align: justify;">Penegasan hubungan hukum baik antara penggugat dengan para tergugat maupun hubungan hukum antara sesama tergugat terdapat dalam kalimat <i>“secara tanggung renteng”</i> dalam amar putusan di atas, sekaligus menjadi pintu masuk berlakunya Pasal 1282 KUH Perdata sehingga harus dianggap sama dengan pengertian perikatan tanggung renteng atau biasa juga disebut perikatan tanggung menanggung yang dikenal dalam KUHPerdata. Hal ini juga berarti bahwa seluruh ketentuan tentang perikatan tanggung renteng yang diatur dalam Pasal 1278 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1295 KUH Perdata sepanjang berkaitan dengan perkara a quo berlaku dalam pelaksanaan putusan ini.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;">Berikut ini penulis akan menelaah satu per satu ketentuan-ketentuan mengenai perikatan tanggung renteng yang termuat dalam pasal-pasal KUHPerdata khususnya pasal-pasal yang menurut Penulis berhubungan erat dengan pokok permasalahan dalam catatan ini :</div><div style="text-align: justify;"><blockquote><div class="MsoNormal">Pasal 1282 : Tiada perikatan yang dianggap sebagai perikatan tanggung-menanggung kecuali jika dinyatakan dengan tegas. Ketentuan ini hanya dikecualikan dalam hal mutu perikatan dianggap sebagai perikatan tanggung-menanggung karena kekuatan penetapan undang-undang.</div></blockquote></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Telaah : Kekuatan mengikat dan memaksa suatu putusan pengadilan dalam perkara perdata haruslah dimaknai sama dengan penetapan undang-undang sebagaimana yang dimaksud dalam pasal ini. Dengan demikian maka hubungan hukum baik antara para penggugat dengan para tergugat maupun antara sesama tergugat tunduk pada ketentuan-ketentuan tentang perikatan tanggung renteng dalam undang-undang ini.</div><div></div><blockquote><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pasal 1278 : Suatu perikatan tanggung-menanggung atau perikatan tanggung renteng terjadi antara beberapa kreditur, jika dalam bukti persetujuan secara tegas kepada masing-masing diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh utang, sedangkan pembayaran yang dilakukan kepada salah seorang di antara mereka, membebaskan debitur, meskipun perikatan itu menurut sifatnya dapat dipecah dan dibagi antara para kreditur tadi.</div><div style="text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pasal 1280 : Di pihak para debitur terjadi suatu perikatan tanggung-menanggung, manakala mereka semua wajib melaksanakan satu hal yang sama, sedemikian rupa sehingga salah satu dapat dituntut untuk seluruhnya, dan pelunasan oleh salah satu dapat membebaskan debitur lainnya terhadap kreditur.</div></blockquote><div style="text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Telaah : Penggugat berkedudukan sebagai kreditur sementara Tergugat I, dan Tergugat II masing-masing berkedudukan sebagai debitur. Dalam perikatan tanggung menanggung dapat terjadi seorang debitur berhadapan dengan beberapa orang kreditur atau seorang kreditur berhadapan dengan beberapa orang debitur. Sementara itu, dokrin hukum mengajarkan bahwa apabila kreditur terdiri dari beberapa orang, disebut tanggung menanggung aktif – berarti setiap kreditur (Penggugat) berhak atas pemenuhan keseluruhan prestasi yaitu pelaksanaan putusan berupa pembayaran sejumlah uang, dan jika prestasi tersebut sudah dipenuhi maka debitur terlepas dari seluruh kewajibannya dan perikatan berakhir. Selanjutnya, apabila pihak debitur terdiri dari beberapa orang, ini disebut tanggung menanggung pasif – berarti setiap debitur (Tergugat I dan Tergugat II) wajib memenuhi prestasi seluruh jumlah yang harus dibayar kepada kreditur (Penggugat) dan jika sudah dipenuhi oleh seorang debitur saja, membebaskan debitur-debitur lainnya dari tuntutan kreditur.</div><div style="text-align: justify;"></div><blockquote><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pasal 1283 : Kreditur dalam suatu perikatan tanggung-menanggung dapat menagih piutangnya dari salah satu debitur yang dipilihnya, dan debitur ini tidak dapat meminta agar utangnya dipecah.</div><div style="text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pasal 1284 : Penuntutan yang ditujukan kepada salah seorang debitur tidak menjadi halangan bagi kreditur itu untuk melaksanakan haknya terhadap debitur lainnya.</div></blockquote><div style="text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Telaah : Ketentuan ini memberikan hak kepada Penggugat untuk menagih pemenuhan prestasi secara sempurna/utuh (lunas) dari salah satu antara Tergugat I atau Tergugat II yang dipilih secara bebas oleh Penggugat tanpa menghapus hak Penggugat untuk mengajukan tuntutan yang sama kepada debitur yang lainnya apabila debitur terpilih tersebut ternyata tidak dapat memenuhi tuntutannya.</div><div style="text-align: justify;"></div><blockquote><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pasal 1289: Kreditur yang telah menyetujui pembagian piutangnya terhadap salah satu debitur, tetap memiliki piutang terhadap para debitur yang lain, tetapi dikurangi bagian debitur yang telah dibebaskan dari perikatan tanggung-menanggung.</div><div style="text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pasal 1290 : Kreditur yang menerima bagian salah satu debitur tanpa melepaskan haknya berdasarkan utang tanggung renteng sendiri atau hak-haknya pada umumnya, tidak menghapuskan haknya secara tanggung renteng, melainkan hanya terhadap debitur tadi. Kreditur tidak dianggap membebaskan debitur dari perikatan tanggung-menanggung, jika dia rnenerima suatu jumlah sebesar bagian debitur itu dalam seluruh utang, sedangkan surat bukti pembayaran tidak secara tegas menyatakan bahwa apa yang diterimanya adalah untuk bagian orang tersebut. Hal yang sama berlaku terhadap tuntutan yang ditujukan kepada salah satu debitur, selama orang ini belum membenarkan tuntutan tersebut, atau selama perkara belum diputus oleh Hakim.</div></blockquote><div style="text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Telaah : Ketentuan ini menunjukkan bahwa walaupun Penggugat telah menerima sejumlah uang sebagai pembayaran sebagian dari prestasi dari Tergugat I tidak dapat dianggap telah membebaskan Tergugat II dari perikatan tanggung renteng kecuali jumlah uang yang dibayak oleh Tergugat I tersebut mencukupi seluruh prestasi yang harus dibayar (lunas).</div><div style="text-align: justify;"></div><blockquote><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pasal 1293 : Seorang debitur yang telah melunasi utangnya dalam suatu perikatan tanggung-menanggung, tidak dapat menuntut kembali dari para debitur lainnya lebih daripada bagian mereka masing-masing. Jika salah satu di antara mereka tidak mampu untuk membayar, maka kerugian yang disebabkan oleh ketidakmampuan itu harus dipikul bersama-sama oleh para debitur lainnya dan debitur yang telah melunasi utangnya, menurut besarnya bagian masing-masing.</div></blockquote><div style="text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Telaah : Menurut ketentuan ini bagian prestasi yang seharusnya ditanggung oleh Tergugat II namun saat tiba waktunya ditagih oleh Penggugat padahal Tergugat II tidak dapat membayarnya, maka prestasi tersebut harus ditanggung secara bersama-sama dengan Tergugat I walaupun Tergugat I telah membayar bagian prestasinya.</div><div style="text-align: justify;"></div><blockquote><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pasal 1294 : Jika kreditur telah membebaskan salah satu debitur dari perikatan tanggung-menanggung, dan seorang atau lebih debitur lainnya menjadi tak mampu, maka bagian dari yang tak mampu itu harus dipikul bersama-sama oleh debitur lainnya, juga oleh mereka yang telah dibebaskan dari perikatan tanggung-menanggung.</div></blockquote><div style="text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Telaah : Ketentuan ini semakin mempertegas tentang perlindungan hak-hak kreditur untuk menerima prestasi dari para debitur.</div><div style="text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
<b>Penutup</b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-right: -0.45pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-right: -0.45pt; text-align: justify;">Dari uraian pembahasan di atas menjadi terang dan jelaslah bagaimana hubungan hukum antara Penggugat dengan Para Tergugat dan antara sesama Para Tergugat sebagai akibat hukum amar putusan tanggung renteng berupa pembayaran sejumlah uang sehubungan dengan pelaksanaan putusan tersebut yakni terikat dalam perikatan tanggung renteng/tanggung menanggung untuk melaksanakan pemenuhan prestasi tersebut secara sempurna.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-right: -0.45pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-right: -0.45pt; text-align: justify;">Akhirnya, penulis dapat menarik beberapa simpulan sebagai berikut :</div><ol style="text-align: justify;"><li>Hubungan hukum antara para pihak sebagai akibat dari adanya putusan tanggung renteng tentang pembayaran sejumlah uang adalah sebagaimana hubungan hukum antara kreditur dan debitur dalam perikatan tanggung renteng/tanggung menanggung yang dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.</li>
<li>Penggugat berhak menagih pemenuhan prestasi secara sempurna/utuh (lunas) dari salah satu pihak diantara Para Tergugat yang dipilih secara bebas oleh Penggugat tanpa menghapus hak Penggugat untuk mengajukan tuntutan yang sama kepada debitur (Tergugat) yang lainnya apabila debitur (Tergugat) terpilih tersebut ternyata tidak dapat memenuhi tuntutannya.</li>
<li>Pemenuhan sebagian prestasi tanggung renteng yang timbul dari putusan kondemnator pengadilan yang dilakukan salah satu Tergugat, tidak serta merta membebaskan kewajiban hukum mereka (Para Tergugat) untuk melaksanakan pemenuhan prestasi tersebut secara sempurna.</li>
</ol><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin: 0cm -0.45pt 0.0001pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin: 0cm -0.45pt 0.0001pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b>Daftar Bacaan</b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin: 0cm -0.45pt 0.0001pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-left: 63pt; text-align: justify; text-indent: -63pt;"><span style="font-size: x-small;">Abdul Kadir Muhammad, Prof.S.H., Hukum Perdata Indonesia. Penerbit: PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. 2000.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-left: 63pt; text-align: justify; text-indent: -63pt;"><span style="font-size: x-small;"><u> </u>, Hukum Acara Perdata Indonesia. Penerbit: PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. 2000.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-left: 63pt; text-align: justify; text-indent: -63pt;"><span style="font-size: x-small;">Ali Boediarto, S.H., (ed), Kompilasi Peraturan Hukum Acara Perdata. Penerbit: Varia Peradilan Ikatan Hakim Indonesia, Jakarta. 2003.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-left: 63pt; text-align: justify; text-indent: -63pt;"><span style="font-size: x-small;">M. Yahya Harahap, S.H., Hukum Acara Perdata (Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan). Penerbit: Sinar Grafika, Jakarta. 2005.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-left: 63pt; text-align: justify; text-indent: -63pt;"><span style="font-size: x-small;">Ropaun Rambe (ed), Hukum Acara Perdata Lengkap. Penerbit: Sinar Grafika, Jakarta. 2006.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-left: 63pt; text-align: justify; text-indent: -63pt;"><span style="font-size: x-small;">Salim HS, S.H.,M.S., Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Penerbit: Sinar Grafika, Jakarta. 2008.</span></div>Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-88595075252797135612010-10-18T20:07:00.004+08:002010-11-02T21:13:54.961+08:00Tentang Delik Pembantuan dalam Tindak Pidana Korupsi (Pasal 15 UU PTPK jo. Pasal 56 KUHP)<div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><div style="text-align: center;">Oleh : <blink><b><a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/p/zain-al-ahmad.html">Zain Al Ahmad, SH</a><span style="font-size: x-small;"> </span></b></blink></div><blockquote><span style="font-size: x-small;">Dalam catatan kali ini penulis akan mengetengahkan tentang kedudukan Pasal 15 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 (selanjutnya disebut UU PTPK) terhadap Pasal 56 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam kaitannya dengan penuntutan tindak pidana pembantuan terhadap delik korupsi.</span></blockquote><br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img border="0" height="150" src="http://2.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLw0gj2tQII/AAAAAAAAA9g/WOA_rUW2IWs/s200/palu+sidang.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;" width="150" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">pic: matanews.com</td></tr>
</tbody></table><span style="font-size: x-large;">U</span>ndang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU PTPK) memuat hukum pidana formil dan materiil yang bersifat khusus sementara ketentuan pidana yang termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan hukum pidana materil yang bersifat umum.</div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
<br />
<a name='more'></a>Dalam ilmu hukum dikenal suatu doktrin yang telah diterima luas yakni asas “<span id="main" style="visibility: visible;"><span id="search" style="visibility: visible;"><i>Lex specialis</i> derogat <i>legi generali</i></span></span>, yaitu asas yang pada pokoknya menegaskan aturan khusus mengenyampingkan aturan umum dimana jika asas tersebut dikaitkan dengan topik artikel ini maka hukum pidana materil yang termuat dalam UU PTPK mengenyampingkan hukum pidana materil dalam KUHP.</div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;"><br />
Sehubungan dengan itu, Pasal 15 UU PTPK mengatur :<br />
<blockquote>Setiap orang yang melakukan percobaan (Pasal 53 ayat 1 KUHP), pembantuan (Pasal 56 KUHP) atau permufakatan jahat (Pasal 88 KUHP) untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.</blockquote>Lalu dalam penjelasan pasal tersebut dikemukakan :<br />
<blockquote>Ketentuan dalam Pasal 15 merupakan aturan khusus karena ancaman pidana pada percobaan dan pembantuan tindak pidana pada umumnya dikurangi 1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidananya.</blockquote></div><div style="font-family: inherit; text-align: justify;">Pasal ini menegaskan, seseorang yang didakwa melakukan tindak pidana pembantuan terhadap Delik Korupsi baik dalam Pasal 2, Pasal 3, maupun Pasal 5 sampai dengan Pasal 14 UU PTPK harus dituntut dengan Pasal 15 UU PTPK bukan dengan Pasal 56 KUHP seperti yang telah dikemukakan di atas. Adapun mengenai pemberatan ancaman pidana - dalam delik pembantuan tersebut - menurut penulis - merupakan konsekuensi logis dari sifat tindak pidana korupsi yang telah disepakati yaitu bersifat<i> extra ordinary crime </i>(kejahatan luar biasa : terjemahan bebas penulis) sehingga tindak pidana ikutan yang terkait dengan tindak pidana korupsi diancam dengan pidana yang lebih berat dari ancaman dalam KUHP.<br />
<br />
Namun demikian - di sisi formil - dalam hal jika terjadi kekeliruan penuntutan terhadap pelaku yang diduga melakukan tindak pidana pembantuan terkait dengan delik korupsi dimana dalam surat dakwaan pelaku tersebut didakwa dengan Pasal 56 KUHP bukan dengan Pasal 15 UU PTPK, maka penulis memandang kekeliruan tersebut tidak merugikan kepentingan terdakwa dalam rangka membela dirinya karena unsur inti dari Pasal 56 KUHP termasuk salah satu unsur inti dari Pasal 15 UU PTPK yaitu unsur pembantuan, sehingga demi kepentingan keadilan subtantif dengan tanpa mengorbankan hak-hak terdakwa di salah satu sisi dan dengan tanpa pula mengkebiri rasa keadilan masyarakat di sisi lain, surat dakwaan yang demikian itu seyogyanya tidak serta merta dinyatakan tidak dapat diterima atau batal demi hukum. </div>Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-71839453971271782662010-10-18T13:18:00.007+08:002010-11-02T21:12:44.411+08:00Orientasi "Carpe Diem" dalam Memaknai Remunerasi dan Kinerja Pengadilan<div style="text-align: center;"><b>Oleh : <a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/p/zain-al-ahmad.html"><blink>Zain Al Ahmad</blink></a></b></div><div style="text-align: center;"><br />
Horatius<sup><a href="http://draft.blogger.com/post-edit.g?blogID=4948084598431518512&postID=7183945397127178266#1">[1]</a></sup> : "<i>Carpe diem, quam minimum credula postero</i>"<sup><a href="http://draft.blogger.com/post-edit.g?blogID=4948084598431518512&postID=7183945397127178266#2">[2]</a></sup><br />
<br />
<div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLvYQ2jtLZI/AAAAAAAAA9c/19AKsCfvIf4/s1600/kantor+MA.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="167" src="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLvYQ2jtLZI/AAAAAAAAA9c/19AKsCfvIf4/s200/kantor+MA.jpg" width="200" /></a></div><span style="font-size: x-large;">S</span>ejak dua tahun terakhir ini warga dharmmayukti (baca : Hakim, pejabat struktural dan fungsional, karyawan dan karyawati di Mahkamah Agung dan badan peradilan di empat lingkungan peradilan serta badan lain yang bernaung di bawah Mahkamah Agung) patut bersyukur dengan diberikannya tunjangan kinerja yang jumlahnya lebih tinggi dari penghasilan pegawai negeri pada umumnya. Tunjangan tersebut sering juga disebut dengan remunerasi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Adapun yang dimaksud dengan remunerasi adalah pemberian hadiah (penghargaan atas jasa, dsb); imbalan: Pemerintah menetapkan peraturan khusus mengenai -- kepada pegawai negeri.<sup><a href="http://draft.blogger.com/post-edit.g?blogID=4948084598431518512&postID=7183945397127178266#3">[3]</a></sup></div><div style="text-align: justify;"><br />
<a name='more'></a>Ditinjau dari pengertiannya maka pemerintah memberikan remunerasi atau hadiah tersebut sebagai penghargaan atas kinerja warga dharmmayukti mengingat badan peradilan adalah sendi penting dalam suatu negara hukum. Kinerja warga dharmmayukti tersebut mengarah kepada satu tujuan yaitu sebagaimana visi Mahkamah Agung RI sebagai lembaga payung keempat lingkungan peradilan yaitu : </div><div style="text-align: justify;"><blockquote>Mewujudkan Supremasi Hukum melalui Kekuasaan Kehakiman yang mandiri,efektif, dan efisien serta mendapatkan kepercayaan publik. Profesionial dalam memberi layanan hukum yang berkualitas, etis, terjangkau dan berbiaya rendah bagi masyarakat serta mampu menjawab panggilan pelayanan publik.</blockquote></div><div style="text-align: justify;">Namun untuk menuju ke sana (baca : perwujudan visi) tidaklah mudah - serupa meniti jalan yang terjal nan berliku. Masih banyak keluhan bahkan makian di sana sini yang ditujukan kepada lembaga penyelenggara kekuasaan kehakiman ini baik dari luar (baca: pencari keadilan) maupun dari dalam (baca: warga dharmmayukti sendiri).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Salah satu keluhan yang masih nyaring terdengar adalah keterlambatan penanganan suatu perkara baik dalam masa persidangan sampai dengan dapat diaksesnya putusan oleh pihak yang berkepentingan. Keluhan ini menjadi prioritas utama yang telah dan sedang diperbaiki oleh Mahkamah Agung RI yang dengan gencar mengadakan berbagai kegiatan dengan maksud untuk meningkatkan performa lembaga peradilan tersebut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kata terlambat selalu terkait dengan waktu, dimana manusia pada dasarnya senantiasa berpacu dengan waktu. Begitu pentingnya waktu hingga Allah SWT bersumpah atas nama waktu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam persoalan waktu, tidak ada jalan lain bagi warga dharmmayukti kecuali menghargai setiap detiknya dengan sebuah pengabdian untuk menyelesaikan kewajiban sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya (baca : tupoksi-nya) masing-masing sebagai bukti syukur segenap warga terkait dengan adanya remunerasi. Bukankah Allah SWT telah berjanji bahwa akan ditambahkan rezki bagi meraka yang bersyukur dari arah yang tidak disangka-sangka?</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sungguh jika saja segenap warga dharmmayukti dapat menghayati dan mengamalkan pameo yang penulis kutip di awal tulisan ini dengan baik sebagai pemaknaan terhadap remunerasi dan kaitannya dengan kinerja pengadilan maka keluhan mengenai keterlambatan penanganan suatu perkara baik secara teknis maupun administratif dengan sendirinya akan sirna dan terganti dengan kecintaan para pencari keadilan kepada <i>rumah keadilannya</i> tanpa harus tampil di media massa dalam bentuk perang opini dan pencitraan semu.</div><br />
<div style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><b>Catatan kaki :</b></span> </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><a href="" name="1">[1]</a> Quintus Horatius Flaccus (8 Desember 65 SM - 27 November 8 SM), atau lebih dikenal sebagai Horatius adalah seorang penyair terkenal di Kekaisaran Romawi</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><a href="" name="2">[2]</a> Yang berarti: "petiklah hari dan percayalah sedikit mungkin akan hari esok." Kalimat ini terkenal dengan adagium "Carpe Diem". Maksud kalimat ini adalah orang dianjurkan untuk hidup memanfaatkan hari ini secara lebih optimal tidak menunda sesuatu untuk hari esok, dengan begitu kita lebih dapat memanfaatkan waktu yang diberikan secara optimal. Kalimat ini sering disalahartikan sebagai "makan dan minumlah, karena esok kita mati"</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: x-small;"><a href="" name="3">[3]</a> Sumber : <a href="http://kamusbahasaindonesia.org/remunerasi">http://kamusbahasaindonesia.org/remunerasi</a></span></div></div>Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-81246433357417921282010-10-17T13:37:00.013+08:002010-11-02T21:11:24.642+08:00Sekelumit Tentang Verzet dan Verstek serta Permasalahannya<div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: center;"><span style="font-size: small;">Oleh : <a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/p/marwan-wahdin.html" style="font-weight: bold;">Marwan Wahdin, S.HI</a><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TM0M-ESOGII/AAAAAAAABAQ/B27gNBIXtKE/s1600/verzet-verstek.png" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TM0M-ESOGII/AAAAAAAABAQ/B27gNBIXtKE/s200/verzet-verstek.png" width="171" /></a><span style="font-size: small;"><span style="font-weight: bold;">GAMBARAN UMUM<sup><a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=4948084598431518512&postID=8124643335741792128#1">[1]</a></sup></span></span></div><ol style="font-family: inherit;"><li><span style="font-size: small;"><span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"></span>Verzet adalah Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Tergugat terhadap putusan verstek.</span></li>
<li><span style="font-size: small;"><span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"></span>Verzet diajukan dalam waktu 14 hari setelah putusan verstek itu diberitahukan kepada Tergugat. </span></li>
<li><span style="font-size: small;"><span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"></span>Jika putusan verstek itu tidak diberitahukan kepada Tergugat sendiri, perlawanan boleh diterima hingga hari kedelapan sesudah mendapat teguran (aan maning) untuk melaksanakan putusan atau delapan hari setelah permulaan eksekusi (Pasal 129 ayat (3) HIR dan Pasal 153 ayat (2) R.Bg.) </span></li>
<li><span style="font-size: small;">Dengan adanya verzet, maka kedudukan Tergugat adalah sebagai <u>pelawan</u> dan Penggugat sebagai <u>terlawan</u>. </span></li>
<li><span style="font-size: small;">Dalam pemeriksaan verzet, yang diperiksa adalah gugatan Penggugat, maka Penggugat mempunyai kewajiban untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya (lihat S.E.M.A.R.I. Nomor 9 Tahun 1964 tentang putusan verstek).<a name='more'></a> </span></li>
<li><span style="font-size: small;">Verzet diajukan pada Pengadilan Agama yang memutus perkara verstek.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Apabila dalam sidang verzet Penggugat tidak hadir, maka pemeriksaan tetap dilanjutkan dengan cara kontradiktoir. </span></li>
<li><span style="font-size: small;">Jika Tergugat/ Pelawan yang tidak hadir dalam sidang verzet, maka menurut Pasal 129 ayat (5) HIR dan Pasal 153 ayat (6) R.Bg., Majelis Hakim untuk kedua kalinya dapat menjatuhkan putusan verstek, dan tuntutan pelawan (verzet) dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard). Upaya hukum terhadap putusan ini adalah banding. </span></li>
<li><span style="font-size: small;">Upaya hukum bagi Penggugat yang dikalahkan dalam putusan VERSTEK adalah banding, dan bagi Tergugat dapat melakukan bantahannya dalam tingkat banding, tanpa menggunakan lembaga perlawanan (verzet) dalam tingkat pertama (lihat Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947 jo. Pasal 189 HIR dan Pasal 200 R.Bg.).</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Jika Majelis Hakim menerima verzet yang diajukan oleh Tergugat, maka amar putusannya “menyatakan pelawan sebagai pelawan yang baik (good opposant)”, dengan ketentuan membatalkan putusan verstek dan menolak gugatan Penggugat / terlawan. </span></li>
<li><span style="font-size: small;">Jika Majelis Hakim tidak dapat menerima gugatan Tergugat / pelawan, maka amarnya “menyatakan pelawan / Tergugat sebagai pelawan yang tidak baik dan sekaligus menguatkan putusan verstek yang terdahulu.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Perlu juga diketahui bahwa pengajuan verzet dilakukan melalui Kepaniteraan pengadilan yang memutus perkara dalam tenggang waktu sebagaimana telah disebutkan di atas dengan tanpa biaya sebab verzet itu bukan perkara baru, verzet merupakan kesatuan dengan perkara yang diputus verstek, panjar biaya perkara tetap menjadi tanggungan Penggugat / terlawan. </span></li>
</ol><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span style="font-weight: bold;">BENTUK PUTUSAN VERZET<sup><a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=4948084598431518512&postID=8124643335741792128#2">[2]</a></sup></span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-size: small;">a.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Putusan Verzet Mempertahankan Putusan Verstek.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-left: 18pt; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">amarnya berbunyi :</span></div><ul style="font-family: inherit;"><li><span style="font-size: small;">Menyatakan perlawanan yang diajukan oleh Pelawan/ Tergugat asal dapat diterima.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Menyatakan bahwa perlawanan terhadap putusan verstek tanggal ………. …………….. Nomor: ……………………….. tersebut adalah tidak tepat dan tidak beralasan.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Menyatakan oleh karena itu perlawanan yang diajukan Pelawan adalah perlawanan yang tidak benar.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Menyatakan mempertahankan putusan verstek.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Menghukum Pelawan membayar semua biaya perkara ini berjumlah Rp……………………… (………………………………………………..)</span></li>
</ul><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-size: small;">b.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Putusan Verzet Membatalkan Putusan Verstek, Mengabulkan Gugatan Pelawan Sebagian.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-left: 18pt; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">amarnya berbunyi:</span></div><ul style="font-family: inherit;"><li><span style="font-size: small;"><span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Menyatakan perlawanan yang diajukan oleh Pelawan/ Tergugat asal dapat diterima.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Menyatakan bahwa perlawanan terhadap putusan verstek tanggal ……….. …………………. Nomor ……………………………… tersebut adalah tepat dan beralasan.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Menyatakan oleh karena itu perlawanan yang diajukan Pelawan adalah perlawanan yang benar.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Menyatakan membatalkan putusan verstek dengan mengabulkan perlawanan Pelawan untuk sebagian.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Menyatakan : ……………………...………… (yang dikabulkan sebagian)</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Menghukum Pelawan membayar semua biaya perkara ini.</span></li>
</ul><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-size: small;">c.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Putusan Verzet Membatalkan Putusan Verstek Menyatakan Gugatan Pelawan Tidak Dapat Diterima.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-left: 18pt; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">amarnya berbunyi:</span></div><ul style="font-family: inherit;"><li><span style="font-size: small;">Menyatakan perlawanan yang diajukan oleh Pelawan/ Tergugat asal dapat diterima.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Menyatakan oleh karena itu perlawanan yang diajukan Pelawan adalah perlawanan yang benar.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Membatalkan putusan verstek tanggal …………….. Nomor …………….. </span></li>
<li><span style="font-size: small;">Menyatakan bahwa gugatan Pelawan tidak dapat diterima.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Menghukum Pelawan membayar semua biaya perkara ini berjumlah Rp……………… (………………………………………….……………..)</span></li>
</ul><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-size: small;">d.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Putusan Verzet Membatalkan Putusan Verstek, Menolak Gugatan Terlawan.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-left: 18pt; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">amarnya berbunyi:</span></div><ul style="font-family: inherit;"><li><span style="font-size: small;">Menyatakan, perlawanan yang diajukan oleh Pelawan/ Tergugat asal dapat diterima.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Menyatakan, oleh karena itu perlawanan yang diajukan oleh Pelawan adalah perlawanan yang benar.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Membatalkan putusan verstek tanggal …………….. Nomor ……………..</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Menolak gugatan Terlawan.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Menghukum Pelawan membayar semua biaya perkara ini berjumlah Rp……………… (………………………………………….……………..)</span></li>
</ul><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-size: small;">e.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Putusan Verstek Yang Kedua (Pasal 129 (5) HIR, 153 (6) R.Bg.).</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-left: 18pt; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Jika kepada Tergugat (Pelawan) dijatuhkan putusan tanpa kehadiran untuk kedua kalinya, maka perlawanannya itu tidak dapat diterima. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-left: 88.35pt; text-align: justify; text-indent: -70.35pt;"><span style="font-size: small;">Pasal 89 Rv: “<i>seorang Pelawan yang untuk kedua kalinnya membiarkan ia diputus verstek, tidak dapat diterima untuk mengadakan perlawanan baru.”</i></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin: 6pt 0cm 0.0001pt 88.15pt; text-align: justify; text-indent: -70.3pt;"><span style="font-size: small;">amarnya berbunyi:</span></div><ul style="font-family: inherit;"><li><span style="font-size: small;"><span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"></span>Menyatakan, perlawanan yang diajukan Pelawan/ Tergugat asal tidak dapat diterima.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Menjatuhkan putusan verstek atas putusan verstek Nomor ………… Tanggal ………………… </span></li>
<li><span style="font-size: small;">Menguatkan putusan verstek nomor ……………… tanggal ……………...</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Menghukum Pelawan membayar semua biaya perkara ini berjumlah Rp……………… (……………………………………………………)</span></li>
</ul><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; font-weight: bold;"><span style="font-size: small;">UPAYA HUKUM</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-size: small;">1.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Upaya Hukum Putusan VERZET</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-left: 18pt; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Terhadap Putusan Verzet, kedua belah pihak berhak mengajukan banding. Dalam hal diajukan banding, maka berkas perkara Verstek dan Verzet disatukan dalam satu berkas dan dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama dan hanya menggunakan satu nomor perkara.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-size: small;">2.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Upaya Hukum Putusan VERSTEK</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: inherit; margin-left: 18pt; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Dalam hal Penggugat mengajukan permohonan banding atas putusan VERSTEK dan Tergugat mengajukan VERZET, maka permohonan verzet Tergugat harus dianggap banding. Jika diperlukan pemeriksaan tambahan, Pengadilan Tingkat Banding dengan putusan sela dapat memerintahkan pengadilan tingkat pertama untuk melakukan pemeriksaan tambahan yang berita acaranya dikirim ke pengadilan tingkat banding.</span> </div><br />
<div class="footnote">Catatan Kaki : <br />
<br />
<a href="http://draft.blogger.com/post-edit.g?blogID=4948084598431518512&postID=8124643335741792128" name="1">[1]</a> Dikutip dari Drs. H. Abd. Manan, SH. S.IP. M.Hum: <i>Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan agama</i>, Cet. I, Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 2000: hal 118-119 <br />
<br />
<a href="http://draft.blogger.com/post-edit.g?blogID=4948084598431518512&postID=8124643335741792128" name="2">[2]</a>Buku II M.A.R.I. edisi revisi tahun 2009 halaman 76 dan seterusnya.</div>Marwan Wahdin, S.HIhttp://www.blogger.com/profile/11663603020619772876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-15118359815186846772010-10-17T13:30:00.004+08:002010-11-02T21:10:03.866+08:00Teknis Penanganan Eksepsi dalam Sidang Perkara Perdata<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: center; text-indent: -18pt;">Oleh : <b><a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/p/marwan-wahdin.html">Marwan Wahdin, S.HI<br />
</a></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span>Apabila Tergugat mengajukan <i><u>eksepsi mengenai kompetensi</u></i> (baik kompetensi absolut maupun kompetensi relatif), maka:</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span>Eksepsi tersebut harus diperiksa dan diputus terlebih dahulu sebelum memeriksa pokok perkara. (<i>Tidak boleh diperiksa dan diputus bersama-sama dengan pokok perkara</i>)<i>.</i> (Pasal 136 HIR / Pasal 162 R.Bg.)</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span>Apabila <b><u>eksepsi ditolak</u></b>, maka harus dijatuhkan putusan sela (interlucotory) dengan amar:</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: Wingdings;">Ø<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span>Menolak eksepsi Tergugat.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: Wingdings;">Ø<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span>Menyatakan Pengadilan Agama berwenang untuk mengadili perkara ini</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: Wingdings;">Ø<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span>Memerintahkan kepada para pihak yang berperkara untuk melanjutkan perkara ini.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span>Apabila <b><u>eksepsi dikabulkan</u></b>, maka harus dijatuhkan putusan akhir dengan amar:</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: Wingdings;">Ø<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span>Mengabulkan eksepsi Tergugat</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: Wingdings;">Ø<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span>Menyatakan Pengadilan ………...……. tidak berwenang mengadili perkara ini.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"></div><a name='more'></a>2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span>Apabila Tergugat mengajukan <i><u>eksepsi selain mengenai kompetensi</u></i>, maka:<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span>Eksepsi tersebut harus diperiksa dan diputus bersama-sama dengan pokok perkara, yaitu pada putusan akhir (tidak boleh diputus dengan putusan sela) (Pasal 136 HIR / Pasal 162 R.Bg.)</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span>Apabila <b><u>eksepsi dikabulkan</u></b>, maka harus dijatuhkan putusan akhir dengan amar:</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: Wingdings;">Ø<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span>Mengabulkan eksepsi Tergugat</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: Wingdings;">Ø<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span>Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard/ N.O)</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">-<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span>Apabila <b><u>eksepsi ditolak</u></b>, maka dalam putusan akhir memuat amar :</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: Wingdings;">Ø<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span>Dalam Eksepsi :</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: Wingdings;">§<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span>Menolak Eksepsi Tergugat</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: Wingdings;">Ø<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span>Dalam Pokok Perkara :</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: Wingdings;">§<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span>……………………………….. dan seterusnya </div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"> (<i>titik-titik berisi amar mengenai pokok perkara</i>)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"></span> Semua putusan mengenai eksepsi (eksepsi dikabulkan atau eksepsi ditolak) dapat diajukan banding.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span>Upaya banding terhadap putusan mengenai eksepsi yang diputus dalam putusan sela:</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: Wingdings;">Ø<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span>Tidak dapat diajukan secara tersendiri dan berdiri sendiri.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: Wingdings;">Ø<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span>Hanya dapat dilakukan bersama-sama dengan putusan akhir.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: Wingdings;">Ø<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span>Harus menunggu sampai Pengadilan menjatuhkan putusan akhir.</div>Marwan Wahdin, S.HIhttp://www.blogger.com/profile/11663603020619772876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-28720953008385596092010-10-14T23:24:00.014+08:002010-11-02T21:08:15.255+08:00Istri Menggugat Cerai, Tidak Perlu Izin Suami<div style="text-align: center;"><b><a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/p/zain-al-ahmad.html">Oleh : <blink>Zain Al Ahmad, SH</blink></a></b></div><div style="text-align: justify;"><blockquote><span style="font-size: small;">Artikel ini adalah jawaban penulis atas pertanyaan member Blawg Catatan Sang Pengadil dalam forum <span style="font-size: small;"><b><a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/p/admins-answer.html#/">Admin Menjawab</a></b></span>. Pertanyaan tersebut pada pokoknya sebagai berikut : "Apakah Istri (PNS) yang ingin menggugat cerai harus mendapat izin dari suami?"</span></blockquote></div><div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TM0GAPZTR-I/AAAAAAAABAE/z8zkCUCSBCY/s1600/cerai.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TM0GAPZTR-I/AAAAAAAABAE/z8zkCUCSBCY/s1600/cerai.jpg" /></a></div><span style="font-size: x-large;">S</span><span style="font-size: small;">etiap warga negara Indonesia tunduk pada UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Mengenai perceraian diatur dalam Pasal 39 UU tersebut yaitu </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">ayat (1) : Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak, dan </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">ayat (2) : Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"></span><br />
<a name='more'></a><span style="font-size: small;">Sementara itu, berdasarkan ayat (3) pasal tersebut di atas mengenai tata cara perceraian diatur melalui peraturan pemerintah (PP). Selanjutnya, </span><span style="font-size: small;">mengenai alasan perceraian sebagaimana tersebut di atas diatur dalam Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 : "Jika antara Penggugat dan Tergugat terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga."</span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">Oleh karena Sang Istri berstatus Pegawai Negeri Sipil maka ia tunduk pada PP No. 10 Tahun 1983 sebagaimana telah dirubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil. Dalam Pasal 3 PP tersebut diatur sebagai berikut :</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">ayat (1) : Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari Pejabat;</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">ayat (2) : Bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai Penggugat atau bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai Tergugat untuk memperoleh izin atau surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mengajukan permintaan secara tertulis;</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">ayat (3) : Dalam surat permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian untuk mendapatkan surat keterangan harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasarinya".</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Pegawai Negeri Sipil yang dimaksud di atas jelas bisa berstatus istri atau bisa juga berstatus suami. Dalam hal si istri beragama Islam, ia dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama, sedangkan jika non muslim diajukan ke Pengadilan Negeri.</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Adapun akibat hukum bagi PNS yang tidak mengindahkan aturan tentang izin perceraian tersebut dan tidak melaporkan perceraiannya dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu bulan terhitung mulai terjadinya perceraian, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan PP No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PNS (PP ini sudah dirubah dengan <a href="http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_perundangan&id=2512&task=detail&catid=3&Itemid=42&tahun=2010">PP No. 53 Tahun 2010</a> tentang Disiplin PNS) [vide: Pasal 15 ayat (1) PP No. 45 Tahun 1990 tersebut di atas].</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan terhadap seorang Pegawai Negeri Sipil karena melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Adapun tingkat hukuman disiplin adalah sebagai berikut:</span></div><ol><li><span style="font-size: small;">Hukuman disiplin ringan,</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Hukuman disiplin sedang, dan</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Hukuman disiplin berat.</span></li>
</ol><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Adapun hukuman disiplin berat, terdiri atas :</span><br />
<ol><li><span style="font-size: small;">Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Pembebasan dari jabatan;</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. </span></li>
</ol></div><ol></ol><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Sehubungan dengan itu, perlu dikemukakan di sini bahwa Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia (vide: Pasal 1 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman).</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Dengan demikian kewajiban bagi PNS untuk mendapat izin cerai dari atasannya tidak menghalangi pemeriksaan perkara perceraian di Pengadilan dan bukan menjadi alasan untuk tidak menerima (NO) apalagi menolak gugatan cerai yang didaftarkan tersebut melainkan dikembalikan kepada PNS/Penggugat yang bersangkutan apakah ia mau mengambil risiko akibat hukum tindakan indisipliner tersebut atau tidak.</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Dalam praktek, penggugat diingatkan akan risiko hukuman disiplin berat tersebut dan diberi waktu untuk mengurus perizinan yang dimaksud. Dalam hal Penggugat menyatakan dengan tegas akan menerima segala akibat hukumnya maka persidangan dilanjutkan. (baca artikel terkait dalam bLAWg ini : <a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/2010/10/pembuktian-dalam-perkara-perceraian.html">Pembuktian Dalam Perkara Perceraian Dengan Alasan Sebagaimana Dalam Pasal 19 Huruf (f) PP No. 9 Tahun 1975</a> oleh <a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/p/marwan-wahdin.html">Marwan Wahdin, S.HI</a>)</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas maka :</span></div><ol><li><span style="font-size: small;">Bahwa menggugat cerai tidak butuh izin dari suami.</span></li>
<li><span style="font-size: small;">Sudah tidak tinggal bersama lagi karena tidak rukun dan tidak dapat dirukunkan lagi dalam suatu rumah tangga adalah salah satu alasan cerai.</span></li>
</ol><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Jadi, si istri dapat mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama bagi yang muslim/Pengadilan Negeri bagi non muslim) walaupun suami tidak mengizinkan. </span><br />
<br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; font-size: x-small;">*Gambar : </span><span style="font-size: x-small;"><span class="rg_ctlv" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><span id="rg_hr">serujadiguru.blogdetik.com</span></span></span><span style="font-size: small;"> </span></div>Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-35984132931160112002010-10-14T09:57:00.005+08:002010-10-14T10:01:58.217+08:00Arti Lambang Mahkamah Agung RI<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLZiK0DkCkI/AAAAAAAAA80/TDdZTigfAn0/s1600/logoMA.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLZiK0DkCkI/AAAAAAAAA80/TDdZTigfAn0/s200/logoMA.jpg" width="161" /></a></div><br />
<a name='more'></a>I. BENTUK :<br />
Perisai ( Jawa : Tameng ) / bulat telur <br />
<br />
II. I S I :<br />
<br />
GARIS TEPI<br />
5 (lima) garis yang melingkar pada sisi luar lambang menggambarkan 5 (lima sila dari pancasila)<br />
<br />
TULISAN<br />
Tulisan " MAHKAMAH AGUNG" yang melingkar diatas sebatas garis lengkung perisai bagian atas menunjukkan Badan, Lembaga pengguna lambang tersebut.<br />
<br />
LUKISAN CAKRA<br />
Dalam cerita wayang (pewayangan), cakra adalah senjata Kresna berupa panah beroda yang digunakan sebagai senjata " Pamungkas " (terakhir). Cakra digunakan untuk memberantas ketidak adilan.<br />
<br />
Pada lambang Mahkamah Agung, cakra tidak terlukis sebagai cakra yang sering/banyak dijumpai misalnya cakra pada lambang Kostrad, lambang Hakim, lambang Ikahi dan lain-lainnya yakni berupa bentuknya cakra. Jadi dalam keadaan "diam" (statis)<br />
<br />
Tidak demikian halnya dengan cakra yang terdapat pada Lambang Mahkamah Agung. Cakra pada lambang Mahkamah Agung terlukis sebagai cakra yang (sudah) dilepas dari busurnya. Kala cakra dilepas dari busurnya roda panah (cakra) berputar dan tiap ujung (ada delapan) yang terdapat pada roda panah (cakra) mengeluarkan api.Pada lambang Mahkamah Agung cakra dilukis sedang berputar dan mengeluarkan lidah api (Belanda : vlam ).<br />
<br />
Cakra yang rodanya berputar dan mengeluarkan lidah api menandakan cakra sudah dilepas dari busurnya untuk menjalankan fungsinya memberantas ketidakadilan dan menegakkan kebenaran.<br />
<br />
Jadi pada lambang Mahkamah Agung, cakra digambarkan sebagai cakra yang " aktif ", bukan cakra yang " statis "<br />
<br />
PERISAI PANCASILA<br />
Perisai Pancasila terletak ditengah-tengah cakra yang sedang menjalankan fungsinya memberantas ketidak adilan dan menegakkan kebenaran. Hal itu merupakan cerminan dari pasal 1 UU Nomor 14 tahun 1970 yang rumusnya.<br />
<br />
" Kekuasaan Kehakiman adalah Kekasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia."<br />
<br />
Catatan : Rumusan pasal 1 UU Nomor 4 tahun 2004 sama dengan <br />
Dengan rumusan pasal 1 UU Nomor 14 tahun 1970.<br />
<br />
UNTAIAN BUNGA MELATI<br />
Terdapat 2 (dua) untaian bunga melati masing-masing terdiri dari atas 8 (delapan) bunga melati, melingkar sebatas garis lengkung perisai bagian bawah, 8 (delapan ) sifat keteladanan dalam kepemimpinan (hastabrata).<br />
<br />
SELOKA " DHARMMAYUKTI"<br />
Pada tulisan "dharmmayukti" terdapat 2 (dua) huruf M yang berjajar. Hal itu disesuaikan dengan bentuk tulisan " dharmmayukti " yang ditulis dengan huruf Jawa.<br />
<br />
Dengan menggunakan double M.huruf "A" yang terdapat pada akhir kata "dharma" akan dilafal sebagai "A" seperti pada ucapan kata "ACARA ", "DUA" "LUPA" dan sebagainya.<br />
<br />
Apabila menggunakan 1 (satu) huruf "M", huruf "A" yang terdapat pada akhir kata "dharmma" memungkinkan dilafal sebagai huruf "O" seperti lafal "O" pada kata "MOTOR", "BOHONG" dan lain-lainnya.<br />
<br />
Kata "DHARMMA" mengandung arti BAGUS, UTAMA, KEBAIKAN. Sedangkan kata "YUKTI" mengandung arti SESUNGGUHNYA, NYATA. Jadi kata "DHARMMAYUKTI" mengandung arti KEBAIKAN/KEUTAMAAN YANG NYATA/ YANG SESUNGGUHNYA yakni yang berujud sebagai KEJUJURAN, KEBENARAN DAN KEADILAN.<br />
<br />
sumber : <a href="http://www.mahkamahagung.go.id/">http://www.mahkamahagung.go.id/</a>Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-88716241281430233682010-10-13T15:19:00.005+08:002010-11-02T21:07:06.965+08:00Pola Bindalmin<div style="text-align: justify;"><div style="text-align: center;"><b>BEBERAPA CONTOH BLANGKO FORMULIR PERSIDANGAN DAN BLANGKO INSTRUMEN PERKARA PADA PERADILAN PERDATA DI</b> <b>TINGKAT PERTAMA [PENGADILAN NEGERI (PN) DAN PENGADILAN AGAMA (PA)] </b><b>DAN TATA CARA PENYELENGGARAANNYA</b> <b><br />
</b></div><div style="text-align: center;"><br />
<div style="text-align: left;"> <b>*</b>dari Laman <a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/p/pola-bindalmin.html">Pola Bindalmin</a></div><div style="text-align: left;"> dikumpulkan oleh Admin Blawg <a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/">Catatan Sang Pengadil</a></div><br />
<a name='more'></a><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><b>I.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Formulir Persidangan:</b></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Blangko formulir persidangan yang disediakan terdiri dari 3 formulir yang dibuat seperti contoh di bawah ini:</div><div style="text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRgVKkBcHI/AAAAAAAAA7Q/BwS1dN1XTYw/s1600/form+1.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="214" src="http://2.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRgVKkBcHI/AAAAAAAAA7Q/BwS1dN1XTYw/s400/form+1.PNG" width="400" /></a></div><div style="text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRgV2ecdVI/AAAAAAAAA7U/JhP7o1t0aXQ/s1600/form+2.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="173" src="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRgV2ecdVI/AAAAAAAAA7U/JhP7o1t0aXQ/s400/form+2.PNG" width="400" /></a></div><div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <a href="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRgUaHl_HI/AAAAAAAAA7M/gWaVgFtfBzI/s1600/form+3.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="130" src="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRgUaHl_HI/AAAAAAAAA7M/gWaVgFtfBzI/s400/form+3.PNG" width="400" /> </a></div></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">Tata cara pelaksanaannya : </div><ul><li>Ketiga formulir tersebut disiapkan pada setiap berkas perkara oleh Meja II : </li>
<li>Setelah berkas perkara yang baru terdaftar diterima oleh Ketua Pengadilan, kemudian Ketua Pengadilan tersebut mengisi dan menandatangani formulir I. </li>
<li>Selanjutnya berkas perkara diteruskan kepada Panitera lalu Panitera tersebut mengisi dan menandatangani Formulir III. </li>
<li>Kemudian berkas perkara disampaikan kepada Ketua Majelis yang ditunjuk dalam formulir I. </li>
<li>Setelah menerima berkas dari Panitera, Ketua Majelis yang bersangkutan memusyawarahkan dengan anggota majelisnya tentang penentuan hari sidang pertama yang hasilnya dituangkan ke dalam formulir II.</li>
<li>Kemudian ketiga formulir tersebut bersama dengan satu rangkap salinan surat gugatan, oleh Ketua Majelis, diserahkan kepada Panitera Pengganti yang ditunjuk dalam formulir III untuk dicatat pada agenda sidang Panitera Pengganti yang bersangkutan dan selanjtnya membuat/mengetik PMH, PHS, dan PPS sebagaimana formulir terebut </li>
<li>Kemudian ketiga formulir tadi, oleh Panitera Pengganti diserahkan kepada Operator SIADPA, formulir mana setelah dimuat ke dalam SIADPA lalu formulir-formulir tersebut diserahkan kepada petugas Meja III sebagai bahan pembuatan laporan, dan selanjutnya Meja III menyerahkan formulir ini kepada Meja II untuk dicatat ke dalam register.</li>
</ul><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>II.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Instrumen Panggilan Sidang</b></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Blangko Instrumen panggilan dibuat seperti contoh di bawah ini:</div><div style="text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRhgEDlj0I/AAAAAAAAA7Y/Gh6WLZlqOOg/s1600/PGL.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="182" src="http://1.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRhgEDlj0I/AAAAAAAAA7Y/Gh6WLZlqOOg/s400/PGL.PNG" width="400" /></a></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Tatacara Pelaksanaannya:</div><ul><li>Instrumen ini disiapkan pada setiap berkas perkara oleh Meja I </li>
<li>Instrumen ini juga disiapkan di ruang sidang</li>
<li>Setelah berkas perkara telah siap untuk diteruskan kepada Meja II, maka terlebih dahulu, berkas perkara dilengkapi dengan instrumen ini sebanyak pihak yang akan dipanggil (satu lembar instrumen untuk satu orang yang dipanggil).</li>
<li>Instrumen ini diisi dan ditandatangani oleh Ketua Majelis setelah menentukan hari sidang kemudian menyerahkannya kepada Jurusita yang bersangkutan bersama satu rangkap salinan surat gugatan.</li>
<li>Oleh Jurusita yang bersangkutan menyerahkan instrumen ini kepada Kasir sebagai dasar bagi Kasir untuk mengeluarkan biaya panggilan dari jurnal.</li>
<li>Kasir tidak boleh mengeluarkan uang panggilan tanpa instrumen ini.</li>
<li>Demikian pula jika dalam penundaan sidang disertai dengan perintah kepada Jurusita untuk memanggil pihak atau saksi, maka sesaat setelah mengumumkan penundaan, Ketua Majelis mengisi dan mendanda tangani instrumen ini yang tersedia di ruang sidang. Selanjutnya instrumen ini diserahkan kepada Panitera Pengganti yang bersangkutan untuk diteruskan kepada Jurusita Pengganti yang ditunjuk.</li>
</ul><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>III.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Instrumen Penundaan Sidang</b></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Blangko Instrumen Penundaan Sidang dibuat seperti contoh di bawah ini:</div><div style="text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRhsD9TQxI/AAAAAAAAA7c/X_wWDCmsyZs/s1600/penundaan+sidang.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="278" src="http://2.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRhsD9TQxI/AAAAAAAAA7c/X_wWDCmsyZs/s400/penundaan+sidang.PNG" width="400" /></a></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Tatacara Pelaksanaannya</div><ul><li>Instrumen ini disiapkan di ruang sidang.</li>
<li>Instrumen ini diisi permajelis yang bersidang dalam hari itu (apabila dalam satu hari terdapat dua majelis yang bersidang, maka pada hari itu ada dua instrumen penundaan sidang) karena masing-masing Ketua Majelis bertangung jawab atas kebenaran isinya.</li>
<li>Instrumen ini ini diisi oleh Ketua Majelis sesaat setelah mengumumkan penundaan.</li>
<li>Setelah seluruh persidangan pada hari itu telah selesai, maka Panitera Pengganti yang bersidang terakhir kali dalam hari itu menyerahkan instrumen ini kepada operator SIADPA, kemudian setelah dimuat ke dalam SIADPA, maka pada hari itu juga instrumen ini diteruskan kepada petugas Meja II untuk dituangkan ke dalam register.</li>
</ul><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>IV.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Instrumen Amar Putusan (AMP)</b></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Blangko Instrumen Amar Putusan dibuat seperti contoh di bawah ini :</div><div style="text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRh11W0Y7I/AAAAAAAAA7g/-dW44Q5kYJM/s1600/amar+putusan.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRh11W0Y7I/AAAAAAAAA7g/-dW44Q5kYJM/s400/amar+putusan.PNG" width="396" /></a></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Tatacara Pelaksanaannya :</div><ul><li>Instrumen ini disiapkan pada setiap berkas perkara oleh Meja I</li>
<li>Setelah Majelis Hakim bermusyawarah, maka amar putusan yang akan diucapkan terlebih dahulu dituangkan ke dalam instrumen ini dan masih bersifat rahasia sampai putusan tersebut diucapkan.</li>
<li>Bila pada saat putusan diucapkan ada perintah penyampaian isi putusan, maka Ketua Majelis mengisi titik-titik pada kotak di sudut kiri bawah, bila tidak, maka tulisan pada kotak tersebut direnvoi dan diparaf.</li>
<li>Selanjutnya instrumen ini diserahkan kepada Panitera Pengganti yang bersangkutan untuk dicatat ke dalam agenda sidang Panitera Pengganti yang bersangkutan sebagai bahan pembuatan Berita Acara Persidangan, setelah itu, instrumen ini disampaikan kepada Meja III untuk dicatat sebagai bahan pembuatan laporan, kemudian Meja III menyerahkan instrumen ini kepada Meja II untuk dicatat ke dalam register.</li>
<li>Bila terdapat perintah pemberitahuan amar putusan, maka sebelum instrumen ini diserahkan kepada Meja III, Panitera Pengganti yang bersangkutan setelah mencatat ke dalam agenda sidangnya, terlebih dahulu menyerahkan instrumen ini kepada Jurusita sebagai dasar pembuatan relaas PBT, dan setelah Jurusita Pengganti membuat/ mengetik relas PBT, selanjutnya Jurusita Pengganti menyerahkan instrumen ini kepada Meja III sebagai dasar bagi Meja III untuk mengeluarkan instrumen PBT.</li>
<li>Selanjutnya, instrumen ini diserahkan oleh Meja III kepada Meja II untuk dicatat ke dalam register.</li>
</ul><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>V.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Instrumen Redaksi Meterai (RMT)</b></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Blangko Instrumen RMT dibuat seperti contoh di bawah ini :</div><div style="text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRiHuWKddI/AAAAAAAAA7k/_KXqi-Q2wM0/s1600/RMT.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="232" src="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRiHuWKddI/AAAAAAAAA7k/_KXqi-Q2wM0/s400/RMT.PNG" width="400" /></a></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Tatacara Pelaksanaannya :</div><ul><li>Instrumen ini disiapkan pada setiap berkas perkara oleh Meja I</li>
<li>Sesaat setelah pengucapan putusan, Ketua Majelis mengisi dan mendandatangani instrumen ini untuk diserahkan kepada Kasir melalui Panitera Pengganti yang bersangkutan pada hari itu juga (hari pada saat putusan diucapkan) sebagai dasar bagi kasir untuk mengeluarkan biaya redaksi dan meterai dari jurnal pada hari itu.</li>
</ul><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>VI.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Instrumen perincian biaya perkara yang telah putus</b>.</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Blangko Instrumen ini dibuat seperti contoh di bawah ini :</div><div style="text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRiSZjVsPI/AAAAAAAAA7o/XW5v2v7hj44/s1600/perincian+biaya+perkara+yg+telah+putus.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRiSZjVsPI/AAAAAAAAA7o/XW5v2v7hj44/s400/perincian+biaya+perkara+yg+telah+putus.PNG" width="273" /></a></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Tatacara Pelaksanaannya :</div><ul><li>Instrumen ini disiapkan pada setiap berkas perkara oleh Meja I</li>
<li>Ketua Majelis merinci biaya perkara ke dalam instrumen ini untuk dituangkan ke dalam amar putusan.</li>
<li>Setelah instrumen ini diisi dan ditandatangani oleh Ketua Majelis, maka selanjutnya diserahkan kepada kasir untuk dicocokkan dengan buku jurnal.</li>
<li>Setelah dicocokkan dengan buku jurnal, kasir menyerahkan kembali instrumen ini kepada Ketua Majelis yang bersangkutan sebagai dasar perincian biaya perkara yang akan dicantumkan pada kaki putusan.</li>
</ul><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>VII.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Instrumen Pemberitahuan Isi Putusan (PBT) Tingkat Pertama</b></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Blangko Instrumen ini dibuat seperti contoh di bawah ini :</div><div style="text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRitE_raSI/AAAAAAAAA7s/VM1ciDB3sU8/s1600/PBT+Tk+1.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="182" src="http://2.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRitE_raSI/AAAAAAAAA7s/VM1ciDB3sU8/s400/PBT+Tk+1.PNG" width="400" /></a></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Keterangan Kode:<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span></div>A1 : Pemberitahuan Putusan Gugur<br />
A2 : Pemberitahuan Putusan Verstek (upaya hukum: Verzet)<br />
A3 : Pemberitahuan Putusan Diluar Hadir (upaya hukum: Banding)<br />
<div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Tatacara pelaksanaannya :</div><ul><li>Instrumen ini disiapkan oleh Meja III.</li>
<li>Pada saat Jurusita / Jurusita Pengganti menyampaikan instrumen Amar Putusan kepada Meja III, maka meja III terlebih dahulu memeriksa apakah Instrumen tersebut terdapat perintah pemberitahuan isi putusan dengan melihat kotak di sudut kiri bawah.</li>
<li>Bila ternyata ada, maka Meja III mengisi dan menandatangani instrumen PBT ini dan menyerahkannya kepada Jurusita Pengganti untuk diteruskan kepada kasir sebagai dasar untuk mengeluarkan biaya pemberitahuan dari jurnal.</li>
<li>Selanjutnya, instrumen amar putusan yang telah diserahkan Jurusita Pengganti tadi, oleh Meja III diteruskan kepada Meja II untuk dicatat ke dalam register</li>
<li>Kasir tidak boleh mengeluarkan biaya pemberitahuan tanpa instrumen PBT ini.</li>
<li>Setelah Jurusita Pengganti melaksanakan pemberitahuan, maka relaas PBTnya terlebih dahulu dilaporkan kepada Meja III sebagai dasar untuk menghitung waktu BHT perkara tersebut. Selanjutnya Jurusita Pengganti menyerahkan relaas tersebut kepada Panitera Pengganti atau Ketua Majelis dalam perkara yang bersangkutan.</li>
</ul><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>VIII.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Instrumen PBT Perkara Banding</b></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Blangko instrumen ini dibuat seperti contoh di bawah ini:</div><div style="text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRjEElJgtI/AAAAAAAAA7w/3oprIzQUdy4/s1600/PBT+banding.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="183" src="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRjEElJgtI/AAAAAAAAA7w/3oprIzQUdy4/s400/PBT+banding.PNG" width="400" /></a></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Keterangan Kode:</div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span></div>B1 : Pemberitahuan Pernyataan Banding<br />
B2 : Pemberitahuan Memori Banding<br />
B3 : Pemberitahuan Kontra Memori Banding<br />
B4 : Pemberitahuan untuk Inzage<br />
B5 : Pemberitahuan Putusan Banding<br />
<div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Tatacara Pelaksanaannya:</div><ul><li>Instrumen ini disediakan di Meja III</li>
<li>Petugas Meja III mengisi instrumen ini sesuai kegiatannya, dan menyerahkan kepada Jurusita Pengganti sebagai dasar untuk membuat relaas dan melaksanakan pemberitahuan.</li>
<li>Jurusita Pengganti yang bersangkutan menyerahkan instrumen ini kepada Kasir sebagai dasar untuk mengeluarkan biaya pemberitahuan dari jurnal perkara banding.</li>
<li>Kasir tidak mengeluarkan biaya pemberitahuan dari jurnal banding tanpa instrumen ini.</li>
<li>Setelah Jurusita Pengganti melaksanakan pemberitahuan, selanjutnya relaas pemberitahuan tersebut diserahkan kepada petugas Meja II untuk dituangkan ke dalam register pada hari itu juga. Selanjutnya pada hari itu juga petugas Meja II menyampaikan relaas tersebut kepada Petugas Meja III.</li>
</ul><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>IX.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Instrumen PBT Perkara kasasi</b></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Blangko instrumen ini dibuat seperti contoh di bawah ini:</div><div style="text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRjPMgJLVI/AAAAAAAAA70/bZwFqEDvH04/s1600/PBT+Kasasi.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="178" src="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRjPMgJLVI/AAAAAAAAA70/bZwFqEDvH04/s400/PBT+Kasasi.PNG" width="400" /></a></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Keterangan Kode :<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span></div><div style="text-align: justify;"><span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span></div>C1 : Pemberitahuan Pernyataan Kasasi<br />
C2 : Pemberitahuan Memori Kasasi<br />
C3 : Pemberitahuan Kontra Memori Kasasi<br />
C4 : Pemberitahuan untuk Inzage<br />
C5 : Pemberitahuan Putusan Kasasi<br />
<div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Tatacara pelaksanaannya:</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">sama dengan tata cara pelaksanaan Instrumen Perkara Banding</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>X.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Instrumen PBT Perkara Peninjauan Kembali:</b></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Blangko instrumen ini dibuat seperti contoh di bawah ini:</div><div style="text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRjdnqq_BI/AAAAAAAAA74/2td2oGIKmFU/s1600/PBT+PK.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="187" src="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRjdnqq_BI/AAAAAAAAA74/2td2oGIKmFU/s400/PBT+PK.PNG" width="400" /></a></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Keterangan Kode :<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span></div>D1 : Pemberitahuan Pernyataan PK dan Penjelasan PK<br />
D2 : Pemberitahuan Jawaban atas Permohonan PK <br />
D3 : Penyampaian Salinan Putusan<br />
D4 : Pemberitahuan Bunyi Putusan<br />
<div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Tatacara pelaksanaannya: </div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">sama dengan tata cara pelaksanaan Instrumen Perkara Banding</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>XI.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Instrumen PHS Ikrar Talak [khusus PA]</b></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Blangko Instrumen ini dibuat seperti contoh di bawah ini :</div><div style="text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRjrgXcdII/AAAAAAAAA78/Gk8y1j7YS8o/s1600/PHS+Ikrar+Talak.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="125" src="http://2.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRjrgXcdII/AAAAAAAAA78/Gk8y1j7YS8o/s400/PHS+Ikrar+Talak.PNG" width="400" /></a></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Tatacara pelaksanaannya:</div><ul><li>Blangko Instrumen ini disediakan di ruang Hakim</li>
<li>Setelah putusan cerai talak yang dikabulkan telah berkekuatan hukum tetap, maka Meja III melaporkan hal tersebut kepada Ketua Majelis melalui Panitera Pengganti yang bersangkutan.</li>
<li>Bentuk laporan Meja III tersebut adalah membuat catatan kecil seperti contoh di bawah ini :</li>
</ul><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRkPWxYZDI/AAAAAAAAA8E/ILNLXUqnyj4/s1600/catatan+Meja+III.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="172" src="http://2.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRkPWxYZDI/AAAAAAAAA8E/ILNLXUqnyj4/s400/catatan+Meja+III.PNG" width="400" /></a></div><br />
<ul><li>Berdasarkan laporan tersebut, Ketua Majelis memusyawarahkan dengan hakim anggota tentang penentuan hari sidang ikrar yang hasilnya dituangkan ke dalam blangko instrumen ini untuk selanjutnya disampaikan kepada Panitera Pengganti yang bersangkutan untuk dicatat ke dalam agenda sidangnya.</li>
<li>Selanjutnya Panitera Pengganti yang bersangkutan menyampaikan instrumen ini kepada operator SIADPA dan setelah dimuat ke dalam SIADPA, maka instrumen ini diteruskan kepada Meja III untuk diketahui, kemudian diteruskan kepada Meja II untuk dicatat ke dalam register pada hari itu juga.</li>
<li>Keluarnya instrumen ini bukan sebagai dasar untuk mengeluarkan akta cerai karena hari sidang ikrar talak yang dimaksud dalam instrumen ini belum tentu sama dengan hari pelaksanaan ikrar talak senyatanya (pen. eks Pasal. 71).</li>
</ul><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>XII.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Instrumen Pengucapan Ikrar Talak (pen. eks Pasal 71) [khusus PA]</b></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Blangko instrumen ini dibuat seperti contoh di bawah ini:</div><div style="text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRkAp_g2FI/AAAAAAAAA8A/NkLqE21Zklc/s1600/pengucapan+ikrar.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="182" src="http://2.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRkAp_g2FI/AAAAAAAAA8A/NkLqE21Zklc/s400/pengucapan+ikrar.PNG" width="400" /></a></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Tatacara pelaksanaannya :</div><ul><li>Blangko Instrumen ini disediakan di ruang sidang</li>
<li>Setelah sidang pengucapan sidang ikrar dimana Pemohon hadir dan mengucapkan ikrar talak, maka pada hari itu juga Ketua Majelis mengisi dan menandatangani instrumen ini yang selanjutnya oleh Panitera Pengganti diserahkan kepada Meja III pada hari itu juga untuk dicatat sebagai bahan pembuatan laporan dan dasar pembuatan akta cerai.</li>
<li>Kemudian Meja III membubuhkan nomor dan tanggal akta cerai pada instrumen ini dan diparaf, kemudian menyerahkannya kepada Meja II.</li>
<li>Kemudian berdasrkan instrumen ini, Meja II mengisi register pada kolom [Tanggal Pen Eks Pasal 71] dan kolom [nomor dan tanggal akta cerai]. </li>
</ul><blockquote><i><b>Catatan admin</b></i>: dalam hal perkara cerai gugat dikabulkan, maka pada hari pertama setelah putusan tersebut berkekuatan hukum tetap, petugas Meja III cukup membuat catatan kecil berisi tanggal dan nomor akta cerai, dibubuhi paraf, kemudian diserahkan kepada Meja II, untuk digunakan sebagai dasar mengisi kolom [tanggal dan nomor akta cerai] pada buku register.</blockquote><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>XIII.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Instrumen Pra Mediasi</b></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Blangko Instrumen ini dibuat seperti contoh di bawah ini :</div><div style="text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRlJysCDpI/AAAAAAAAA8I/yeLjUVL1m1g/s1600/pra+mediasi.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="165" src="http://3.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRlJysCDpI/AAAAAAAAA8I/yeLjUVL1m1g/s400/pra+mediasi.PNG" width="400" /></a></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Tatacara pelaksanaannya :</div><ul><li>Instrumen ini disiapkan pada setiap berkas perkara oleh Meja I</li>
<li>Instrumen ini diisi dan ditandatangani oleh Ketua Majelis setelah menetapkan Mediator</li>
<li>Setelah Instrumen ini diisi dan ditandatangani oleh Ketua Majelis, maka instrumen ini diserahkan kepada Panitera Pengganti untuk dicatat sebagai bahan pembuatan Berita Acara Persidangan.</li>
<li>Selanjutnya Panitera Pengganti yang bersangkutan menyerahkan instrumen tersebut kepada petugas Meja II untuk dituangkan ke dalam register.</li>
</ul><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>XIV.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Instrumen Panggilan Mediasi.</b></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Blangko Instrumen Panggilan Mediasi dibuat seperti contoh di bawah ini :</div><div style="text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRlT2OzBDI/AAAAAAAAA8M/Ft7XRAUu0WY/s1600/panggilan+mediasi.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="202" src="http://1.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRlT2OzBDI/AAAAAAAAA8M/Ft7XRAUu0WY/s400/panggilan+mediasi.PNG" width="400" /></a></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Tatacara pelaksanaannya:</div><ul><li>Instrumen ini disediakan di ruang hakim.</li>
<li>Oleh karena mediator tidak berwenang memberikan perintah kepada Jurusita Pengganti, maka jika mediator hendak memanggil pihak-pihak dalam mediasi melalui bantuan pengadilan, maka mediator meminta kepada Ketua Majelis agar memerintahkan Jurusita Pengganti memanggil.</li>
<li>Atas permintaan mediator tersebut, Ketua Majelis mengisi instrumen ini dan menyampaikannya kepada Jurusita Pengganti, dan proses selanjutnya sebagaimana Tata cara Panggilan Sidang di muka.</li>
<li>Panggilan mediasi terbatas hanya satu kali panggilan, kecuali ada penambahan biaya.</li>
</ul><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>XV.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Instrumen Pasca Mediasi</b></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Blangko Instrumen ini dibuat seperti contoh di bawah ini :</div><div style="text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRleG0-bDI/AAAAAAAAA8Q/8yXrFFgNJFA/s1600/pasca+mediasi.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="178" src="http://1.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TLRleG0-bDI/AAAAAAAAA8Q/8yXrFFgNJFA/s400/pasca+mediasi.PNG" width="400" /></a></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Tatacara pelaksanaannya :</div><ul><li>Instrumen ini disiapkan pada setiap berkas perkara oleh Meja I</li>
<li>Setelah Mediator yang ditunjuk melaporkan hasil mediasinya kepada Ketua Majelis, maka berdasarkan surat laporan itu, Ketua Majelis mengisi instrumen ini pada poin 1 dan 2.</li>
<li>Kemudian Ketua Majelis memusyawarahkan dengan Hakim Anggota tentang penentuan hari sidang yang selanjutnya hasilnya dituangkan ke dalam poin 3 dan 4 instrumen ini.</li>
<li>Setelah Ketua Majelis mengisi dan menandatangani instrumen ini, selanjutnya instrumen ini diserahkan kepada Panitera Pengganti yang bersangkutan untuk dicatat ke dalam agenda sidang Panitera Pengganti yang bersangkutan sebagai bahan pembuatan Berita Acara Persidangan.</li>
<li>Selanjutnya, Panitera Pengganti yang bersangkutan menyerahkan instrumen ini kepada operator SIADPA, dan setelah dimuat ke dalam SIADPA, selanjutnya Instrumen ini diteruskan kepada Meja II untuk dituangkan ke dalam register pada hari itu juga.</li>
</ul><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
<b>Catatan admin :</b></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
Dengan diaktifkannya penyelenggaraan instrumen-instrumen perkara sebagaimana tersebut di atas, ternyata membawa banyak manfaat, diantaranya:</div><ol><li>Sejak berkas perkara diterima oleh Ketua Majelis sampai perkara diminutasi, berkas perkara tersebut tetap berada di tangan Ketua Majelis sehingga berkas perkara tersebut tidak perlu lagi di bawa ke mana-mana, karena hal-hal yang berkaitan dengan tugas Petugas Meja III, Meja II, pemegang buku jurnal, Panitera Pengganti dan Jurusita Pengganti telah terlaksana dengan benar dan tepat waktu dengan adanya instrumen-instrumen tersebut di muka</li>
<li>Catatan-catatan Hakim yang bersifat rahasia mengenai perkara yang bersangkutan, akan tetap terjaga dalam berkas sampai putusan diucapkan.</li>
<li>Pengsisian buku-buku register, buku jurnal maupun buku induk, terhindar dari kesalahan dan terlaksana sesuai dengan waktunya.</li>
<li>Tidak akan terdapat perbedaan muatan dalam Berita Acara Persidangan, bukur Register, buku jurnal, relaas-relaas dan putusan karena semua sumbernya hanya satu, yaitu instrumen.</li>
<li>Pembuatan Laporan terhindar dari kesalahan dan selesai tepat pada waktunya.</li>
<li>Dan pada akhirnya tertib adminitrasi persidangan dan tertib administrasi perkara dapat terselenggara dengan benar dan tepat waktu.</li>
</ol><span style="font-size: x-small;">Keterangan : </span><br />
<span style="font-size: x-small;">Contoh blanko formulir dan instrumen dalam posting ini adalah file gambar PNG yang dapat didownload dengan cara klik pada gambar yang bersangkutan lalu "<i>save as picture</i>" (admin).</span><br />
<ol></ol></div>Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-2478249068835342152010-10-12T22:06:00.009+08:002010-11-02T21:05:41.280+08:00Skema Proses Pengambilan Putusan dalam Perkara Perdata<div><div style="text-align: center;"><b><a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/p/marwan-wahdin.html">Oleh : Marwan Wahdin, S.HI</a></b></div><div style="text-align: center;"><br />
</div><span style="font-size: x-small;">(Skema dalam bentuk gambar .PNG)</span> <a href="http://1.bp.blogspot.com/_b9XgTt51-3E/TLRruO-yFjI/AAAAAAAAAFg/f7k-2QrRocA/s1600/kronologis+putusan.PNG">klik di sini</a><br />
<a name='more'></a></div><a href="http://1.bp.blogspot.com/_b9XgTt51-3E/TLRruO-yFjI/AAAAAAAAAFg/f7k-2QrRocA/s1600/kronologis+putusan.PNG" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" height="640" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5527161084730021426" src="http://1.bp.blogspot.com/_b9XgTt51-3E/TLRruO-yFjI/AAAAAAAAAFg/f7k-2QrRocA/s640/kronologis+putusan.PNG" style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center;" width="416" /></a><br />
<div style="text-align: center;"><br />
</div>Marwan Wahdin, S.HIhttp://www.blogger.com/profile/11663603020619772876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4948084598431518512.post-11558438974762733352010-10-12T20:06:00.005+08:002010-11-02T21:03:06.542+08:00Identifikasi Permasalahan Teknis Yuridis di Pengadilan Negeri Tolitoli Tahun 2010<span style="font-size: small;"></span><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; font-size: small;"></span><br />
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;"><b><a href="http://catatansangpengadil.blogspot.com/p/zain-al-ahmad.html">Oleh : Zain Al Ahmad, SH</a></b> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TM0IIyVgWWI/AAAAAAAABAI/33gY4vd5KKU/s1600/lup.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="75" src="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TM0IIyVgWWI/AAAAAAAABAI/33gY4vd5KKU/s200/lup.jpg" width="75" /></a></div><span style="font-size: small;"><b>Masalah 1:</b></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Terjadi perbedaan pendapat tentang penerapan Pasal 5 jo. Pasal 44 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yakni apakah mempunyai kekuatan pembuktian sama dengan alat bukti surat dalam hukum acara perdata, dan atau apakah dokumen elektronik dan/atau informasi elektronik hanya dapat dijadikan alat bukti petunjuk atau merupakan perluasan pembuktian dalam hukum acara pidana. </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"></span><br />
<a name='more'></a><span style="font-size: small;">Pembahasan: </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Sejalan dengan UU ITE maka dokumen elektronik dan/atau informasi elektronik dengan persyaratan tertentu sebagaimana diatur dalam undang-undang harus diperlakukan sebagai perluasan alat bukti yang dikenal dalam hukum acara baik perdata maupun pidana.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Saran:</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Perlu petunjuk dari Mahkamah Agung untuk penyeragaman presepsi mengenai hukum acara pembuktian terkait Pasal 5 jo Pasal 44 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TM0IIyVgWWI/AAAAAAAABAI/33gY4vd5KKU/s1600/lup.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="75" src="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TM0IIyVgWWI/AAAAAAAABAI/33gY4vd5KKU/s200/lup.jpg" width="75" /></a><span style="font-size: small;"><b>Masalah 2 :</b></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Pihak Penyidik masih menuntut dengan dakwaan Pasal 315 KUHP untuk diperiksa dengan acara cepat yang seharusnya dituntut dengan Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat 1 UU No. 11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Pembahasan :</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Dengan diundangkannya UU ITE maka semua tindak pidana yang melibatkan dokumen elektronik dan/atau informasi elektronik yang memuat penghinaan/pencemaran nama baik harus dituntut dengan menggunakan UU dimaksud.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Saran :</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Perlu adanya kesepahaman antara Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Kepolisian Republik Indonesia mengenai penerapan No. 11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TM0IIyVgWWI/AAAAAAAABAI/33gY4vd5KKU/s1600/lup.jpg" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="75" src="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TM0IIyVgWWI/AAAAAAAABAI/33gY4vd5KKU/s200/lup.jpg" width="75" /></a><span style="font-size: small;"><b>Masalah 3 :</b></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Masih terjadi dalam proses penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri tidak mengeluarkan penetapan mengenai status barang bukti berupa narkotika/prekursor narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Pembahasan :</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Pasal 101 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menetapkan alat atau barang yang digunakan dalam tindak pidana narkotika dinyatakan dirampas untuk negara dengan memperhatikan Penetapan Kepala Kejaksaan dalam proses penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 UU tersebut. Dalam hal kepala kejaksaan tidak menggunakan kewenangannya maka Hakim berwenang untuk menetapkan barang bukti tersebut dimusnahkan.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Saran :</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Perlu adanya kesepahaman antara Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Kepolisian Republik Indonesia mengenai penerapan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TM0IIyVgWWI/AAAAAAAABAI/33gY4vd5KKU/s1600/lup.jpg" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="75" src="http://4.bp.blogspot.com/_SuWYDgskrFk/TM0IIyVgWWI/AAAAAAAABAI/33gY4vd5KKU/s200/lup.jpg" width="75" /></a><span style="font-size: small;"><b>Masalah 4 :</b></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Apakah tersangka/terdakwa yang disangka melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 80 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Pembahasan :</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP menggariskan penahanan hanya dapat dilakukan terhadap tersangka/terdakwa yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Selanjutnya pada huruf b pasal tersebut disebutkan tindak pidana lainnya yang pelakunya dapat dilakukan penahanan sebagai pengecualian dari Pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP tersebut yaitu antara lain Pasal 351 ayat (1) KUHAP.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Sementara itu, Pasal 80 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diancam dengan pidana penjara selama-lamanya tiga tahun enam bulan dan/atau denda paling banyak 72 juta rupiah sehingga tidak termasuk dalam Pasal 21 ayat (4) huruf a dan tidak disebutkan secara dalam Pasal 21 ayat (4) huruf b.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Bila ditilik lebih jauh, unsur inti tindak pidana dalam Pasal 80 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sama dengan dalam Pasal 351 ayat (1) yaitu unsur “penganiayaan” bahkan dalam Pasal UU Perlindungan Anak tersebut lebih berat lagi dengan dirumuskannya unsur “kekejaman” sehingga seharusnya atas diri tersangka/terdakwa yang melakukan tindak pidana ini dapat dilakukan penahanan.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Saran :</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"> </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Terhadap kekosongan hukum ini perlu adanya sikap dari Mahkamah Agung dalam bentuk Peraturan Mahkamah Agung.</span></div>Zain Al Ahmadhttp://www.blogger.com/profile/12737483143770457964noreply@blogger.com